Babak 17 : Perdebatan.

156 13 0
                                    

Malam Kejadian, Empat Puluh Tahun Silam.

“Hah.... Jaga malam lagi. Jaga malam lagi. Males banget aku. Apalagi jaganya di rumah Pak Pras".

Heru dan Bagas yang sudah berada rumah Pak Pras sedari tadi celingukan mencari sumber suara. Walaupun mereka tau dan sangat mengenal  suara cempreng itu, mereka tetap mencarinya. Setelah beberapa saat mata mereka mencoba menjelajahi sekitar rumah Pak Pras. Muncul seorang pria yang sudah mereka duga dari tadi, dialah sumber suara keluh-kesah itu berasal.

Heru langsung menyapa orang itu dengan omelan khasnya. "Hiz... Kenapa sih Pak kalo jaga di rumah Pak Pras? Bukanya malah enak? Biasanya-kan dapat kopi panas sama gorengan". Pungas Heru. Lain hal nya dengan Heru, Bagas sambil tersenyum ringan menyambut kedatangan Syarif yang sudah memasang wajah lesu. Ia seperti tak ingin masuk kedalam dunia Heru dan Syarif. Dua orag yang susah untuk akur.

"Iya memang enak. Tapi lama-lama aku muak her." Timpal Syarif dengan wajah kusut.

"Eh Pak Syarif udah datang juga". Potong Devi yang muncul tiba-tiba dari dalam rumah. Sambil membawa nampan berisi sepiring tempe goreng, segelas susu, dan dua gelas kopi hitam. "Ini kopinya buat Heru dan Pak Syarif, dan susunya buat kamu Bagas". Lanjut Devi sambil menaruh pring dan gelas-gelas itu diatas meja.

"Asik.... Tempe goreng". Ujar Bagas sumringah.

"Yaudah silahkan dimakan, saya masuk dulu ya". Pamit Devi sambil tersenyum. Badannya tampak kurus. Wanita itu sampai lupa untuk menjaga kesehatannya karena terlalu sering mengurus Ida. Mengetahui Devi yang akan masuk kedalam rumah, Syarif menghentikan langkah Devi.

"Bu Devi, si Ida udah tidur belum?" Tanyanya pelan.

Devi begitu mengetahui gelagat Syarif yang tidak nyaman dengan Ida pun menjawab dengan santun "Sudah pak." Katanya sambil tersenyum. Kemudian segera beranjak masuk kedalam rumah kembali.

"Lihat tuh Bu RT badannya sampai sekurus itu. Matanya saja sampai berkantung. Kasihan banget dia. Cuma gara-gara si gila Ida itu, ia harus banyak berkorban". Syarif terlihat sangat prihatin dengan kondisi kesehatan Devi. Terlihat berat badan wanita murah senyum itu turun drastis dari sebelum ia mengurus Ida.

Bagas yang sedang menyeruput susu hangatnya langsung menyela omongan Syarif. "Huss gak enak kalau sampai Bu Devi denger pak".

"Kali ini aku setuju dengan pendapatmu Pak Syarif. Lagian, orang gila masih aja di urusin, biarin aja dia pergi dari sini, biar enggak nyusahin kita". Kata Heru mengamini ocehan Syarif tadi.

"Kalau begitu, kenapa kamu mau menyusul dan membawa Ida kembali kesini her? Waktu dia dibiarkan pergi sama Bu Devi. Kenapa?" Tanya Bagas mematahkan omongan Heru.

"Itu kan di suruh Pak RT." Jawab Heru kikuk.

"Udah enggak usah dibahas itu. Ada yang lebih penting”. Syarif langsung duduk disamping Bagas. “Aku dengar-dengar di kampung sebelah, kalo enggak salah 4 atau 5 hari yang lalu, ada kejadian persis seperti yang dialami Ida". Syarif celingukan melihat sekitar rumah Pak Pras takut akan ada yang mendengarkan omonganya selain Heru dan Bagas. Ia pun memperpelan volume bicaranya. "Tapi bedanya wanita yang kehilangan anaknya itu enggak sampai gila seperti Ida. Dan perlu kalian tau ya, orang yang menjaga saat persalinan  itu sudah banyak, dan bisa dibilang penjaan kala itu sangat ketat". Syarif terlihat serius menceritakan kejadian itu.

"Masa sih pak? Kok aku baru denger dari kamu ya?" Sahut Bagas bertanya penasaran. "Terus pencuri bayinya ketangkap?" Tanya Bagas lagi.

Syarif tak menjawab pertanyaan Bagas. Ia malah asik menikmati tempe goreng yang disajikan Devi. Syarif menghela nafas seakan mengejek pertanyaan Bagas. Heru yang juga ikut penasaran menanti jawaban Syraif.

The Story of Penanggal : Cinta dan DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang