Jam delapan. Lebih. Taehyung baru sampai rumah setelah ngusir Jimin di gerbang komplek supaya nggak ketahuan orang rumah—dan juga Jeongguk—kalau dia baru pulang.
Langkahnya ngendap-ngendap, pelan-pelan, sesekali ngelirik kanan-kiri buat ngecek sikon dan kembali ngelangkah pas dirasa aman. Orang-orang udah di rumah. Bahkan motor Jeongguk udah nongkrong di garasi yang masih kebuka. Taehyung makin was-was, sebenernya. Nggak tahu lebih takut mana; diomelin Bunda atau ketahuan Jeongguk. Dua-duanya sama-sama petaka.
Tapi dia lebih milih buat pulang ke rumah. Ngintip-ngintip bentar buat ngecek kondisi di dalem rumah sebelum—
"Ehem."
"Setan!"
Taehyung kaget. Saking kagetnya sampai lompat mundur dan hampir jatuh kesandung pot bunga. Dia celingak-celinguk dan dapati Jeongguk yang berdiri dengan kaus oblong dan training senada warna abu-abu lagi ngelihatin dia dari teras rumah si Jeon.
Rumah mereka cuma dibatasi pagar pendek yang tingginya cuma se-perut orang dewasa. Taehyung mendelik, kedip-kedip linglung kala Jeongguk berjalan dari teras menuju pagar pembatas itu, bersandar di sana sambil ngamatin Taehyung lekat-lekat.
"Tuan Muda baru pulang, nih?"
Mendecih, Taehyung cuma ngangkat bahu sambil bergerak buat buka knop pintu sebelum Jeongguk nahan dia. "Ets, siapa bilang lo boleh langsung masuk rumah?"
"Lah? Rumah rumah siapa?"
"Lo nggak kangen gue?"
"Ngapain. Yang ada gue bosen lihat muka lo."
Jeongguk putar bola mata malas. "Sini bentar, Tae." Dia angkat jarinya sebagai gestur dengan begitu santai.
Taehyung geleng. "Nggak mau. Mau bobo."
"Nanti bobo. Sini dulu gue mau lihat."
Sebenarnya alasan Taehyung nggak mau deketin Jeongguk yaitu karena mukanya yang jelas lebam dan luka sana-sini. Jujur agak takut. Jeongguk kadang kalau marah serem. Apalagi kalau ceramah. Beh. Pengang kuping lo. Udah kayak lagi dakwah.
"Kim Taehyung."
"Iya, iya, sabar." Taehyung sontak melangkah mendekat kala Jeongguk mulai panggil nama lengkapnya. Nggak tahu kenapa juga. Dalam hati kesal setengah mampus karena dia lagi capek dan nggak mau berurusan panjang lebar sama Jeongguk.
Taehyung berhenti tepat di hadapan Jeongguk, terhalang pagar pembatas sebagai sekat di antara mereka. Jeongguk dengan pakaian santainya dan Taehyung yang masih berantakan serta tas yang tersampir malas. Taehyung mencebik, sedikit nunduk karena Jeongguk lihatin dia kayak nggak ada objek lain buat dilihatin.
Lantas tangan Jeongguk tiba-tiba aja udah mendarat di pipi bagian bawahnya, gerakin dan tolehin pelan-pelan buat lihat penampilannya. Kemudian singkirkan poni yang tutupi mata serta pelipis Taehyung karena anak itu agak nunduk. Banyak luka. Jeongguk menghela berat sebelum bawa netra Taehyung untuk tatap dia.
"Sakit?"
Taehyung mengernyit, agak kaget. Dia sama sekali nggak berekspektasi Jeongguk bakal nanya itu alih-alih omelin dia. Maka Taehyung ngangguk. "Sakit."
"Lo tadi berantem lagi?"
"Iya...."
"Lo yang menang?"
"Iya...."
"Oke. Bagus." Jeongguk ngangguk-ngangguk, usak kepala Taehyung singkat. "Mandi sana, gue obatin."
Masih agak kaget, Taehyung cengo. "Hah?"
Jeongguk ikut bingung. "Hah?"
"Lo nggak ngomelin gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
17 | kv
Fanfic𝐎𝐍 𝐆𝐎𝐈𝐍𝐆. "Kalau sampai umur tujuh belas kita belum punya pacar, kita pacaran aja." Jeongguk dan Taehyung buat perjanjian di umur mereka yang ketiga belas, di ruang tengah rumah Taehyung sore-sore selepas nonton sinetron alay dan kemakan pemi...