2 - Lawan Bareng

2.1K 312 14
                                    

Jeongguk dan Taehyung masuk SD-nya barengan. Iya, Jeongguk kecepetan masuk TK satu tahun. Baiknya, mereka bisa tambah bareng-bareng terus. Apalagi dua-duanya sekelas, dari kelas satu sampai kelas enam.

Nggak bisa dipungkiri lagi, Jeongguk dan Taehyung memang udah kayak prangko. Ke mana-mana pasti nempel mulu—walaupun sering berantem karena hal-hal nggak penting. Entah Taehyung yang suka ngilangin pensil Jeongguk, Taehyung yang selalu usilin Jeongguk sampai nangis, atau Taehyung juga yang hobi habisin makanan Jeongguk dengan kurang ajarnya.

Maklum, memang si Kim ini biang perkara. Sukanya cari gara-gara. Jeongguk mah anak kalem, anak baik-baik yang sukanya duduk manis sambil ngemil roti. Walaupun akhirnya mereka bakal tetap makan berdua, main berdua, duduk berdua, sampai pulang berdua. Habis itu besok berangkat sekolahnya berdua juga naik sepeda.

Taehyung memang suka nakalin Jeongguk. Tapi Taehyung nggak suka kalau ada yang nakalin Jeongguk selain dia.

Contohnya waktu itu. Kalau nggak salah, kelas lima. Ada sekumpulan anak iseng sok preman yang gangguin Jeongguk. Tiga orang. Ngelabrak si Jeon yang lagi diem sambil makan bekel buatan Mama. Taehyung lagi perjalanan dari kantin ke kelas pas mereka bikin kotak bekel Jeongguk jatuh dan nasi gorengnya tumpah berceceran keluar. Bingung sekaligus kaget, Jeongguk tatap sekumpulan anak itu takut-takut. "Mau ngapain?"

Si ketua geng—yang paling gendut dan bongsor—pasang muka garang, berdecih remeh. Tendang tungkai Jeongguk kencang hingga si empunya mengaduh.

"Heh. Kamu, kan, yang laporin ke Bu Ani kalau kita nyontek pas ulangan matematika?!" anak itu dongakin dagu, tatap Jeongguk penuh amarah.

"Iya! Ngaku kamu!" salah satu antek-anteknya nyahut di samping, diikuti yang lain, "cih, dasar cepu."

Iya. Memang betul Jeongguk yang laporin karena mereka semena-mena salin jawaban orang lain tanpa mau terima penolakan. Jeongguk total nggak suka.

"Kalau nggak mau dilaporin, makanya belajar," Jeongguk beranikan diri, balik tatap ketiganya tanpa takut—meski dia cukup gentar jauh di dalam.

"Suka-suka, lah! Berani ngelawan kamu? Ayo sini kalau berani!" Si gendut itu maju, tarik Jeongguk berdiri dan pukul pipinya. Gaduh deh suasana kelas. Mereka hampir pukul Jeongguk lagi kalau bukan karena tiba-tiba, ada yang pukul si gendut dengan kencang sampai jatuh.

Siapa lagi kalau bukan Kim Taehyung yang habis balik dari kantin, dengan permen loli yang masih bertengger di mulut dan tatapan tajam, alis berkerut kesal dan napas terengah-engah.

"Payah. Mainnya keroyokan. Lawan aku sini!" Taehyung bentak gerombolan itu yang sekarang tambah marah—tapi Taehyung juga marah. Dia nggak suka ada yang berani gangguin Jeongguk selain dia. Bahkan seusil-usilnya Taehyung, dia nggak pernah sekali pun pukul Jeongguk.

Sementara itu, Jeongguk masih pegangin pipinya yang kena pukul, melotot pas lihat ada Taehyung di depannya lagi nantangin si anak-anak preman.

"Gampang. Badan kamu kerempeng, sekali pukul paling langsung nangis. Hahahaha!" Si gendut itu ketawa di akhir kalimat, diikuti kedua antek-anteknya. Jelas Taehyung makin kesulut. Kebawa emosi, dia pukul lagi si gendut bukan main, lalu kedua temannya justru pukulin Taehyung.

Dan terjadilah baku hantam anak SD.

Beberapa anak teriak histeris, ada yang coba nengahin dan beberapa ngacir panggil guru. Sementara Jeongguk kelimpungan, dia berusaha ngestop adegan keroyokan itu dan tarik Taehyung menjauh. "Tae, Taehyung! Udah! Minggir! Nanti luka!"

Tapi tentu saja Taehyung nggak gubris. Sibuk pukulin si gendut—yang ternyata cengeng abis. Dia nangis karena mukanya luka-luka. Tepat saat itu juga Pak Mamat dan Bu Ani datang buat pisahin mereka. Dengan si gendut yang nangis, tentu saja Taehyung dapat masalah.

17 | kvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang