BAB 7

85 11 0
                                    

Sebenarnya, sudah beberapa hari terakhir Andes merasa ada yang tak biasa dari Enes. Pria berdarah sunda itu sering kali tertangkap basah diam-diam sering memperhatikannya.

Gadis itu merasa risih. Enes memang tampan dan memiliki kualifikasi yang cukup untuk menjadi kekasih idaman baginya, tapi entah kenapa Andes merasa tidak tertarik untuk merajut hubungan lebih dari sekedar berteman.

"An, lo kenapa, sih?" Liri menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dalam posisi telungkup. "Gelisah mulu. Denger ledakan, lagi?"

"Nggak." Andes mendengus. "Ini tentang Enes."

"Enes?" Gadis dengan cepolan berantakan itu membalik tubuhnya menghadap Andes yang kini sedang merengut.

"Iya. Lo tau nggak sih-" Lalu mengalirlah rangkaian kata demi kata dari bibir Andes mengenai segala asumsi yang dimilikinya pada Enes Senjakala.

"Gue ngakak sih kalo Enes beneran naksir lo." Liri cekikikan. "Tapi iya sih, akhir-akhir ini dia juga keliatan gugup pas ngobrol sama lo."

"Gimana dong, Ri?" Andes memanyunkan bibirnya. "Gue kan maunya temenan aja sama Enes. Anaknya asik banget diajak sahabatan."

"Lo nggak mau gitu coba peruntungan macarin Enes? Kali enak juga dijadiin pacar." tukasnya di antara derai tawa yang masih belum mereda.

"Ogah. Nggak minat gue, Ri. Buat lo aja, gue ikhlas lahir batin!" celetukan Andes membuat tawa Liri semakin mengembang. Itu membuat gadis berwajah mungil itu semakin menekuk wajah imutnya.

"Gue kan udah ada tunangan, sayang. Yakali mas Ali mau dimadu sama Enes."

Giliran Andes yang cekikikan.

"Oh iya, An. Gue mau cerita deh, tadi kan gue sama Cliff disuruh Pak Bos kan ke minimarket langganan kita," Liri sengaja menggantung kata-katanya. Sengaja ingin memancing rasa penasaran rekan kerjanya itu.

"Terus?"

"Lanjutin nggak ya?" Liri memasang wajah tengil.

"Ih lanjutin!" Andes dan ekspresi bonekanya.

"Lo tau nggak sih kalo di seberang minimarket ada toko kaset?" Liri terlihat semakin ingin menggoda Andes yang kini terlihat lucu karena menahan jengkel.

"Tau, kenapa?"

"Gue tadi liat ada warlok cakep banget, asli. Kayak aktor hollywood siapa gitu. Terus karena gue pemuja cogan jadinya gue tarik si Cliff buat mampir ke toko itu. Terus—"

"Ye si anjing mata lo masih aja ya jelalatan. Kasian Mas Ali, ih!" Andes berdecak. "Eh iya, terus?!?!"

"Jangan dipotong elah. Dengerin dulu,"

Andes memusatkan atensinya pada gadis blasteran Uzbekistan itu.

"Ternyata cogan itu yang punya toko kaset. Asli, An, selain cakep, matanya bagus banget. Biru jernih, kayak kristal.."

Biru jernih, kayak kristal..

Ingatan Andes seolah kembali pada kejadian tempo hari. Siang menjelang sore sebelum kejadian kebakaran. Saat dirinya dan Enes mampir ke minimarket. Saat dia menabrak seseorang di deretan rak sereal. Jangan-jangan orang yang dimaksud Liri adalah orang yang sama dengan orang yang ditabrak dia..

"An?"

Andes mengerjap. Bola mata terindah yang pernah dia lihat itu membuat jantungnya tanpa sadar berdesir. Perasaan apa ini? Aku bahkan baru melihatnya sekali. Gadis dengan cardigan hijau lumut itu menggigit pipi dalamnya, bingung sendiri.

"Lo gapapa?" Liri menatap Andes khawatir.

"Gapapa." Andes merasa dia tidak perlu menceritakan pengalamannya kala itu dengan Liri. Entah kenapa. Rasanya seperti ada sesuatu yang menahan mulutnya untuk bercerita. "Lanjutin ih!"

"Namanya Horas Dahmein. Gue nggak sengaja liat di name tag jaketnya. Eh tapi nggak tau deng itu jaket punya dia atau bukan. Harusnya sih punya dia," Liri terkekeh. "Demi Allah, An. Cakep banget. Cliff sampe nganga coba liatnya. Gue curiga deep down tu bocah ada indikasi belok."

"Hush, sembarangan lo!" Andes menggeplak bahu Liri. "Bininya bisa jantungan kalo tau Cliff ngilerin mahluk sejenisnya."

Tawa Liri kembali berderai, namun hanya sebentar. Kalimat selanjutnya yang meluncur dari bibir gadis itulah membuat Andes merasa kepalanya dilempar mercon.

"Hahaha. Oh iya, yang lebih menarik lagi nih, ya. Dia tau dong kalo kita kerja di KBRI. Terus sempet lah kita ngobrol bertiga, kebetulan lagi nggak ada pengunjung lain selain gue sama Cliff. In the end dia nanyain soal cewek yang suka pake kerudung item, sneakers, sama pakaian oversized gitu."

Deg.

"Nah masalahnya satu-satunya cewek yang punya koleksi kerudung nyaris item semua, sengaja nyadang flatshoes buat jaga-jaga kalo ada sidak kedisiplinan, dan demen pake baju kebesaran kan cuma lo." Liri mengedipkan sebelah mata jahil. "Ah, dan tambahan, dia bilang sering liat cewek itu ke minimarket sama gue. Ya siapa lagi?!?! Gue kan nggak terlalu deket sama yang lainnya kecuali lo."

"Serius?" Andes merasa lidahnya kelu. Bukankah ciri-ciri itu mengarah pada dirinya?

"Tanya Cliff deh kalo nggak percaya. Duh, kasian bener si Enes. Saingannya nggak kaleng-kaleng." Gadis blasteran itu menampilkan ekspresi prihatin. "Auto kebanting dah tuh si Aa'."

"Hah? Maksud lo?" Andes dan ketelmiannya.

"Hahahahaha, selamat, Andes Teinara. Lo ada indikasi punya pengagum rahasia dari kalangan warlok."

Last Chance (OPEN PO BATCH 2! 11-16 AGUSTUS 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang