BAB 9

74 10 0
                                    

Tanpa sadar, Andes jadi sering memilin-milin rambut sebahunya saat pikirannya sedang berkelana entah kemana. Tatapannya sering kali kosong sejenak sebelum dia kembali fokus menatap layar laptopnya. Perilaku tersebut tidak luput dari pengamatan Enes, yang sedari tadi sibuk mencuri pandang ke arah gadis itu.

Horas Dahmein, gumamnya nyaris berbisik. Entah mengapa saat ini dia ingin bertemu lagi dengan pria itu. Tiba-tiba saja jantungnya berdetak melebihi ritmenya.

Tidak tahan dengan keanehan perempuan itu membuat Enes beranjak dari kursinya. Ketidakmampuannya membungkam mulut lebih lama menghancurkan imej yang ingin dijaga lelaki itu.

"Ann, lo gapapa?" Terkutuklah rasa perhatian Enes yang semakin hari semakin menguat. Tatkala rasa sayang seorang kakak pada adiknya berubah haluan menjadi perasaan laki-laki dewasa pada kekasih hatinya.

Mungkinkah Enes jatuh cinta dengan seorang Andes Teinara yang tukang ngedumel?

"Eh, gapapa." Andes buru-buru mengubah raut wajahnya menjadi ceria. "Kenapa, Nes? Ah, lo pasti mau sambat ya mingdep mutasi ke Tripoli." Gadis itu mengulum senyum melihat wajah cemberut Enes.

"Nggak usah resek." Enes pura-pura jengkel. "Gue kesini bukan mau ngomongin soal nasib gue ke depan." kelakarnya dengan nada sedih yang dibuat-buat.

"Ya terus?" Andes menutup laptopnya dan memutar kursi ke arah Enes. Gadis itu mengangkat sebelah alisnya —sesuatu yang takkan bisa diikuti oleh Enes, Liri, maupun Cliff.

"Lo kenapa sih? Dari tadi bengong mulu."

"Gue yang harusnya tanya, ngapain lo merhatiin gue?"

Jleb. Enes seketika ingin mengumpat.

"Gak bisa jawab, kan?" Andes terkekeh. Tiba-tiba dia teringat percakapannya tempo hari dengan Liri tentang Enes dan seketika jiwa usilnya bangkit. "Lo naksir sama gue apa gimana, Nes?"

Andes bersumpah dia sempat melihat ekspresi terkejut sepersekian detik dari tatapan Enes sebelum laki-laki itu menyeringai dan bersikap diluar dugaan gadis itu.

"Mungkin? Akhir-akhir ini bayangan lo selalu menghantui gue." Enes menatap gadis itu intens. Sudah basah lebih baik mencebur sekalian, pikirnya dalam hati.

Sekarang giliran Andes yang kicep.

"Kok jadi canggung, sih?" Enes berusaha mencairkan suasana yang sempat berubah tegang setegang dirinya ketika mengikuti interview kerja pertama kali, dua tahun silam.

"Hahaha." Andes tertawa kering. "Ada-ada saja lo. By the way, nasi goreng rendang Bu Linda enak?"

Mengganti topik. Tipikal Andes ketika tidak ingin membahas suatu topik. Enes mengulas senyuman miris. Mungkinkah cintanya akan bertepuk sebelah tangan?

Maafin gue, Nes. Gue.. nggak yakin bisa bales perasaan lo. ucap Andes dalam hati. Gadis itu memilih membuang pandangan ke arah jendela yang menampilkan pemandangan kota Damaskus di pagi hari. Burung-burung berkicau bersaut-sautan disertai suara hembusan angin yang seketika menentramkan hatinya.

Andes merasa percakapan mereka kian lama kian kering sampai penyelamatnya datang; Liri dan Cliff, dengan wajah sumringah yang mencurigakan.

"Kenapa lo?" Enes menatap keduanya menyelidik. Baik Liri maupun Cliff saling menatap satu sama lain dengan tatapan penuh kode-kode rahasia sebelum salah satunya —yakni Liri berucap,

"Ann, kerjaan lo gimana?"

"Kerjaan gue?" Andes menyipitkan mata. "Ngomong to the point aja, napa?"

"Mau gue bantuin?" sahut Cliff dan puppy eyesnya.

"Kalian kesambet apaan, dah!" Andes mulai merasa tidak sabar. "Ga danta banget, asli."

"Oke, oke." Liri mengangkat tangan, tanda menyerah. "Ada yang nyariin lo. Sekarang orangnya di lobby."

"Siapa?" Andes dan Enes kompak menjawab.

"Temuin aja langsung." Cliff mengulum senyum sejuta rahasia. "Kalo kerjaan lo belom beres, biar gue beresin."

"Serius!" decaknya. "Gue lagi nggak mood main tebak-tebakan."

"Gue juga serius, markonah." Liri memutar mata malas. "Gue tanya sekali lagi ya, kerjaan lo-"

"Kerjaan gue udah beres. Tinggal nunggu feedback sama lunch gretongnya Bu Linda."

"Lunch gretong lo buat gue." celetuk Cliff. "Lumayan, dapet dua porsi nasi sate sapi sama tongseng."

Sebelum Andes menyela, Liri buru-buru menambahkan. "Lo bakal makan siang sama dia. Nggak ada bantahan. Gih, buruan ditemuin!" Liri menarik Andes yang dengan mudah beranjak —seperti boneka tak bertenaga— dan mendorongnya ke pintu. "Nggak usah bawa apa-apa selain hape."

"Bentar, bentar. Emang siapa yang mau nemuin Andes?" Enes menatap ketiganya bingung. "Dan kenapa juga Andes harus mau nemuin? Dia bahkan belum bilang mau, loh!"

"Kepo." Cliff dan wajah minta-ditampol-panci nya. "Lo ikut kita makan. Nggak usah nahan-nahan Andes, biarpun yah, kita tau lo naksir sama dia."

Enes melotot.

Andes menghela napas lelah. Gadis itu merasa keadaan akan semakin memanas jika dia tidak beranjak dari sana. Persetan dengan siapa yang akan ditemuinya, lebih baik dia angkat kaki dari sana sebelum dirinya dipermalukan.

Awas lo berdua! Tunggu pembalasan gue! Batin Andes setengah mendumel sebelum melangkahkan kaki dan menjauh.

Last Chance (OPEN PO BATCH 2! 11-16 AGUSTUS 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang