BAB 8

74 10 0
                                    

Andes Teinara.

Nama itu mulai berputar-putar tanpa henti di dalam benaknya. Nama yang indah, seindah parasnya. Gelisah, Horas sedari tadi hanya bisa memejamkan matanya. Pikiran pria itu penuh dengan percakapannya dengan dua orang pegawai KBRI, yang kebetulan adalah orang yang sering membersamai gadis itu.

Horas kembali semacam mendapatkan jackpot. Dari Liridona dan Cliff—nama kedua orang itu, dia jadi tahu beberapa informasi dari gadis yang belakangan ini mencuri hatinya.

Manik sejernih safir miliknya menatap ke atas langit-langit kamarnya. Telapak tangan kanannya diletakkan di dada, tepat di mana jantungnya berada. Getaran itu membuatnya sadar bahwa dia sudah seharusnya mengakui itu.

Horas jatuh cinta dengan gadis asing itu.

Andes ... Teinara. Andes adalah panggilannya, tetapi Horas ingin memanggil gadis itu dengan Teina. Alasannya klasik, ingin terlihat berbeda dari yang lainnya.

Ya Tuhan, sungguh aku ingin mendekatinya. Horas bergumam sembari mendesah frustasi.

Keadaan yang tak menguntungkan membuatnya selalu berakhir sendirian. Biarpun begitu, kali ini dia akan mencoba berjuang. Memperjuangkan seseorang yang berasal dari suatu negeri indah nan jauh di belahan bumi yang lain.

Menghela napas, pria itu bangkit dari posisi telentangnya dan duduk di pinggiran ranjang. Mengacak sedikit rambut yang sudah mulai memanjang. Berbagai hipotesis mulai berkecamuk di otaknya. Lalu apa selanjutnya?

Meminta kontak Teina dan mencoba menghubunginya via online?

Berkenalan secara langsung dengan mendatangi lokasi kerjanya?

Menunggu kesempatan emas seperti kejadian tempo hari di minimarket?

Mencari media sosialnya?

Opsi terakhir membuat pria itu meraba-raba nakas, dia terlalu malas untuk menyalakan lampu, hanya untuk sekedar mencari ponselnya.

Dapat! Horas dengan lincah memainkan jari jemarinya dan tak lupa mengetikkan nama Andes Teinara pada aplikasi tertentu di ponselnya yang dia buka.

Ada.

Tapi tidak banyak yang bisa Horas ketahui tentang Andes. Pria itu menyerah setelah berkali-kali berselancar di dunia maya, dari halaman ke halaman, dan berakhir tidak puas. Masih banyak yang ingin dia ketahui, tapi sayang hanya sedikit sumber yang bisa digali.

Gadis itu cukup tertutup rupanya, gumam pria itu dalam hati.

Harapan terakhirnya ada pada dua orang asia itu, Liridona dan Cliff. Horas masih menimbang-nimbang, apakah mereka bisa menjaga rahasia? Dia terlalu pecundang untuk berani mengakui perasaannya di depan Andes.

Beruntung Horas sudah menyimpan nomor kontak keduanya. Dia punya kesempatan. Pria itu percaya kesempatan takkan datang dua kali. Menghela napas, pria berusia dua puluh enam tahun itu mengunci ponselnya dan kembali meletakkan benda itu ke tempat semula.

Dia harus tidur. Tidak boleh terlalu banyak berpikir. Pekerjaannya masih banyak, Horas mulai dikejar tenggat waktu dari desain proyek rumah sakit Taha yang sedang digarapnya.

Andes terbangun dengan leher sakit. Sepertinya salah tidur semalaman. Sembari menyisir rambutnya yang mengembang bak surai singa dengan jemari lentiknya, gadis itu mengerutkan kening. Teringat akan mimpinya tadi.

Laki-laki tampan dengan iris sejernih safir itu tersenyum padanya. Tatapannya teduh. Tidak berkata apapun selain melayangkan senyuman memabukkan yang membuat jantungnya berdebar-debar. Siapa pria itu? Mengapa dirinya merasa familiar dengan wajah itu?

Gue kayak pernah liat dia, tapi dimana? Andes mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di dagu. Gadis itu yakin sekali pernah melihatnya. Kini Andes penasaran. Terkadang intuisinya suka benar.

Baru saja hendak bangkit dari ranjangnya, ponselnya berbunyi. Ternyata alarm. Kedua maniknya membola tatkala menyadari, lima belas menit lagi pukul delapan.

ASTAGFIRULLAH GUE KESIANGAN! Jeritnya latah. Datang bulan membuatnya meniadakan kegiatan ibadah yang membuatnya rutin terbangun di kala fajar. Tidak sholat, itu artinya dia bisa bangun lebih siang dan akibatnya, kalian bisa lihat sendiri.

Setelah melakukan segala sesuatunya dengan kilat, gadis berkulit putih itu siap memulai rutinitasnya di kantor. Tentunya harus melewati rutinitas mengisi perut untuk yang kesekian kalinya.

Jarak flat dengan kantornya cukup dekat. Hanya berjalan kaki lima menit setelah keluar dari lift. Beruntung gedung keduanya masih berada di kawasan yang sama dan posisinya berhadap-hadapan. Karena alasan itulah Andes berani berangkat mepet.

"Nih." Baru saja menempelkan pantat di kursi, satu kotak bekal diletakkan di atas mejanya. Andes mengangkat wajahnya. Ada Liri, si blasteran eksotis dengan kuciran kuda ala Ariana Grande.

Menyadari tatapan bertanya rekan kerjanya, gadis setengah bule itu tersenyum lebar. "Nasi goreng rendang bikinan Bu Linda."

"Bu Linda? Istrinya Pak Bagus?" Andes ingat, Pak Bagus adalah satu Kepala Bagian yang bekerja langsung di bawah komando Dubes.

"Iya. Mulai besok dia bakal buka katering buat sarapan sama makan siang anak-anak. Lo mau daftar nggak? Gue sama Cliff udah tadi."

"Ih mau!"

"Oke gue bilangin ke doi nanti. Mumpung ibunya lagi di ruangan sebelah."

"Terus ini berapa?" Andes membuka sedikit kotak bekal itu saat aroma khas rendang merasuki indera penciumannya. Sedapnya! Apalagi dia belum makan.

"Gratis. Itung-itung perkenalan makanan. Nanti juga dapet lagi, gratis. Pokoknya hari ini dapet gratis tiga kali." senyum Liri semakin merekah tatkala memikirkan soal gratisan.

Dasar otak gratisan! Cibir Andes dalam hati. Meski dia suka gratisan, tapi biasanya gadis itu akan menggantinya dengan sesuatu di lain waktu.

"Kalau dikasih mah ya diterima, Ann. Kalau minta baru deh, malu!" Seolah mengerti isi otak rekan kerjanya, gadis keturunan Eurasia itu mendekatkan bibir ke telinga Andes, "Eh lo dapet salam."

Andes memutar bola matanya.

"Gue serius, ih!" Berdecak, Liri mencebikkan bibir. "Lo dapet salam dari Horas."

"Horas?"

"Bodo amat, telmi!" Liri buru-buru melangkahkan kakinya menjauh dari Andes yang kini menatap kepergiannya dengan tatapan bingung.

Horas?

Bibir gadis itu terbuka, sedikit menganga. Andes ingat sekarang. Horas adalah pemilik toko kaset yang berada di seberang minimarket yang sering dia sambangi nyaris setiap hari. Pria muda berwajah tampan dengan warna mata yang sangat indah.

Tak lama, Andes mengingat sesuatu.

Bukankah itu berarti..

Horas yang berada di mimpinya?

Last Chance (OPEN PO BATCH 2! 11-16 AGUSTUS 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang