Bab 1

651 23 20
                                    

"Biii! Tolong bukakan pintu, dong!" teriak Bella. 

Bi Asih bergegas menuju ke pintu depan. Ia tidak ingin membuat anak majikan menunggu lama. Asisten rumah tangga di keluarga itu membukakan pintu sambil tersenyum manis. 

"Thank you, Bi," ucap Bella masuk ke dalam rumah seraya menenteng tas ransel di pundaknya. Tas yang berwarna biru itu diletakkannya begitu saja di lantai sementara ia menghempaskan tubuh yang penat ke atas sofa empuk di ruang tamu.

"Ah, panas sekali di luar. Bi, tolong ambilkan air putih dong," pinta Bella dengan manja sembari menggapai remote AC.

Tangannya yang halus menekan tombol ON pada alat pengendali jarak jauh itu, hingga penyejuk ruangan menyala. Sekejap ia memejamkan mata dan mengusap keringat yang masih bercucuran di kening yang licin bak porselen itu dengan punggung tangannya. Ah, seandainya boleh bawa mobil, pasti nggak kegerahan begini, batinnya.

"Non, ini airnya," kata Bi Asih sambil memberikan segelas air putih.

Bella membuka mata dan langsung mengambil gelas itu. Tak lama kemudian, diminumnya air itu sampai habis.

"Ah, segarnya," ucap Bella, "thank you, Bi." Terlukis senyuman manis di bibirnya. 

Bi Asih pun membalas senyuman Bella. Dengan suara yang lembut, orang yang sudah lama bekerja di keluarga itu berkata, "Sama-sama, Non. Oh iya, Non mau disiapkan makanan sekarang?"

"Nggak ah, masih kenyang, Bi. Tadi aku makan pecel ayam di jam istirahat kedua. Terus Nini traktir mie bakso dan juice alpukat pas pulang sekolah," jawab Bella seraya meletakkan gelas di atas meja. Setelah itu, ia memeluk satu bantal sofa. Diperbaikinya posisi duduk senyaman mungkin. 

"Baiklah, Non," kata Bi Asih sambil mengambil gelas kosong tadi, "Bibi lanjut beres-beres di dapur, ya."

"Ok, Bi." Kepalanya  mengangguk. Rambut hitamnya yang lebat dan dikuncir ekor kuda bergoyang ke sana ke mari.

Lambat-laun guratan halus merah muda di pipinya yang mulus dan putih itu memudar karena suhu tubuhnya sudah menyesuaikan dengan suhu ruangan. Kelopak matanya mulai berat. Dalam waktu satu menit, ia sudah terlelap. Setelah hampir dua jam Bella tidur nyenyak, Bi Asih datang mendekat untuk membangunkan putri majikannya itu.

"Non ... Non .... Maaf, tadi Ibu telpon, suruh Bibi bangunin Non. Hmm, Non nggak latihan? Ibu tanya begitu. Ibu telpon ke hp Non, tapi nggak diangkat. Lalu, Ibu bilang kalau Ibu lembur dan Bapak kabari Ibu kalau nggak jadi pulang hari ini. Begitu Non," kata Bi Asih setelah Bella membuka matanya.

Gadis itu membuka tas dan mengambil telepon genggam. Dilihatnya ada lima misscall dari mama dan satu SMS dari papa yang memberitahukan bahwa ia tidak jadi pulang dari Palembang hari ini. Hal itu dikarenakan masih ada pekerjaan yang belum selesai. Bella menghela nafas. Ada kesedihan di matanya. Papa yang seorang pimpinan perusahaan, sangat sibuk. Ia sering sekali ke luar kota bahkan ke luar negeri. Dan setali tiga uang dengan mama yang memimpin sebuah divisi di kantor. Ia sering pergi subuh, pulang malam. Itulah yang membuat Bella sehari-hari ditemani Bi Asih yang sudah menjadi bagian dalam keluarga itu sejak ia masih kecil. Wanita yang murah senyum itu juga menjadi guru bagi Bella yang mulai menunjukkan minat pada bidang masak-memasak.

Tiba-tiba, alarm ponselnya berbunyi menunjukkan pukul 16.00, waktunya untuk pergi ke les balet. Ia bergegas masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Sepuluh menit kemudian setelah Bella mandi kilat dan berpakaian, ia mengambil tas merah muda. Lalu, dimasukkannya baju balet, stocking, point shoes, dompet, telepon genggam, dan kunci mobil. Dengan tergesa-gesa, gadis itu keluar rumah dan masuk ke dalam sedan silver, hadiah dari Papa saat dia memasuki usia tujuh belas tahun, dua bulan yang lalu. Bella langsung mengendarai mobilnya dan meninggalkan rumah besar itu.

Hai Cantik! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang