Bab 5

166 13 23
                                    

Kembali lagi ke Jakarta setelah sekian lama kutinggalkan, batin Bella sambil duduk di bangkunya dan memandang ke jendela. Siang itu hujan mengguyur kota dengan derasnya. Ia sempat was-was dengan cuaca yang kurang bersahabat itu. Tetapi syukurlah, hujan mulai reda, kata gadis itu dalam hati. Ia merasa tenang.

"Yah, Bella. Sorry. Kamu jadi duduk sendirian. Tadi aku sudah berusaha untuk atur, tetapi tetap nggak kebagian tempat duduk yang bisa sejajar dengan yang lain," kata Mbak Rita yang duduk di depannya.

"Nggak apa-apa, Mbak. Yang penting kan bisa pulang satu pesawat . Daripada aku naik getek."  Bella cekikikan.

"Aku jadi nggak enak, nih. Kamu jadi duduk terpisah," ucap Mbak Rita merasa bersalah.

"Nggak usah berperasaan seperti itu ah, Mbak. Tadi kan aku yang mengajukan diri untuk duduk sendiri. Tenang aja, ok?" ujar Bella tersenyum.

Wanita berkaca mata yang menjadi lawan bicara Bella pun mengangguk. Ia membalas senyuman gadis itu, lalu membalikkan badan, dan memperbaiki posisi duduknya.

Bella kembali menikmati pemandangan dari balik jendela. Cahaya matahari mulai memasuki cakrawala kala titik-titik air hujan berangsur-angsur sirna. Senyuman tetap tersungging menghiasi wajahnya ketika gadis itu mengingat kejadian-kejadian yang telah dilalui bersama teman-temannya di kota itu.

"Bella, ya?" tanya seseorang membuyarkan lamunannya.

Bella melihat ke arah orang yang berdiri di depan bangku sebelahnya. Gadis itu mengerutkan keningnya. Mencoba-coba mengingat orang yang menyapanya tadi. Lambat-laun kerutan pada dahinya memudar dan mata indahnya membulat.  Ia menebak. "Vincent? Ya kan?"

"Ya benar." Vincent tersenyum dan duduk di sebelahnya. "Aku nggak salah ngenalin orang. Aku tahu kamu Bella."

"Masih ngenalin aja. Eh, kamu duduk di sini, ya? Asyik, aku ada teman. Tadinya aku sangka selama perjalanan ini hanya diisi dengan melihat awan dan mungkin tidur," kata Bella gembira.

"Masih bisa kok, ngobrol sambil lihat awan. Tapi jangan tidur, ya. Nanti aku nggak ada teman ngobrol. Eh, lihat hujannya sudah berhenti dan ada pelangi di sana." Vincent menunjuk ke arah lengkungan warna warni seperti pita raksasa di langit luas.

Bella menoleh ke arah jendela. Ia terlihat begitu terpesona dengan lukisan cakrawala yang begitu indah. Dari mulutnya terucap, "Wah, cantik banget. Sudah lama aku nggak lihat pelangi."

Obrolan mereka dihentikan oleh pemberitahuan bahwa pesawat akan segera take off. Semua penumpang mulai memasang safety belt. Beberapa menit kemudian, maskapai penerbangan asal Indonesia itu meninggalkan Bandara Internasional Singapura Changi. Wajah Bella dengan cepat berubah menjadi tegang. Ia mentautkan tangannya. Ditutup matanya sejenak untuk berdoa dalam hati. Kemudian sambil membuka mata, ia menarik nafas panjang.

"Kamu tegang amat," kata Vincent setelah memperhatikan dengan seksama teman lama yang duduk di sebelahnya itu.

"Tapi, sudah nggak lagi deng sekarang." Bella tertawa kecil. Pipinya merona karena malu diperhatikan seperti itu.

Vincent tersenyum melihat teman satu sekolahnya semasa SMA itu. Di dalam pikiran, ia coba membanding-bandingkan sosok Bella yang dulu dan sekarang.

"Vincent btw, apa yang kamu lakukan di Singapura? Kerja atau liburan?"  

"Aku kerja. Ada proyek di sana dan sudah selesai. Jadi, aku kembali ke Jakarta." 

"Kamu kerja di bidang apa? Kok kerjanya jauh banget?"

"Aku kerja di salah satu perusahaan desain arsitektur. Sebenarnya kantor di Jakarta. Terus ada kerjaan di Singapura. Jadi, kami ke sana."

"Kami? Jadi kamu nggak sendirian di pesawat di pesawat ini? Kok nggak barengan mereka duduknya?" Kepala Bella menoleh ke bangku lain sekitar tempat duduk Vincent.

Hai Cantik! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang