Bab 7

132 11 34
                                    

Dengan senyum mengembang di bibirnya, Bella melangkah masuk ke dalam mal. Sore itu, ia dan Indri berjanji untuk bertemu di sana, setelah kurang lebih empat bulan mereka tidak bertemu semenjak kematian Dimas. Kedua sahabat karib itu sudah merencanakan apa saja yang hendak mereka lakukan. Pertama, makan bersama di lantai empat, bagian food court di mal itu. Di sana, ada tempat makan bakso yang enak. Yah, mengenang masa lalu kala SMA. Kala itu, mereka bersama Ane, Uli, Yoke, dan Maria suka makan bola-bola daging sapi yang menjadi makanan favorit sebagian besar masyarakat di kedai depan sekolah asrama. Mereka suka merayakan ulang tahun dan momen-momen penting lainnya, seperti kemenangan Bella saat perlombaan olahraga pelajar saat kelas XI, di tempat makan yang enak dan "aman" untuk kantong pelajar itu. Kemudian, Bella kembali mengingat rencana kedua yang akan dilakukan bersama sohibnya. Mereka akan jalan-jalan di mal sambil belanja. Bella membayangkan betapa senangnya bisa menghabiskan waktu luang bersama Indri. Dengan penuh semangat, ia melangkahkan kaki menaiki satu per satu tangga eskalator dari lantai dasar sampai lantai empat. Dari ujung tangga eskalator yang terakhir, dilihatnya tempat makan yang sudah disepakati. Gadis itu segera menuju ke sana. Ketika ia hendak memasuki area food court, ponselnya berdering. Diurungkan niatnya untuk masuk ke tempat makan itu. Seraya menjawab panggilan telepon genggam yang ternyata dari Indri, Bella berjalan menuju pagar pelindung lantai itu.

"Hallo!" sapa Bella semangat. Senyuman mengembang di bibir yang berpoleskan lipgloss merah muda.

"Hallo, Bella!" balas Indri redup.

Sayup-sayup terdengar suara tangisan anak kecil dari ponsel. Itulah yang membuat Bella bertanya, " Nanda nangis, ya?"

"Ya, Bella. Maaf. Aku ndak bisa ke sana. Tiba-tiba, anakku itu demam. Terus muntah-muntah. Apa yang masuk ke tubuhnya, baik makanan, susu, bahkan air putih, semua dimuntahkannya. Nanda rewel. Menangis terus," jelas Indri dengan suara yang terdengar lemah.

 Mendengar perkataan Indri, wajah Bella yang cerah ceria berganti menjadi muram. Sedih. Turut merasakan penderitaan anak kecil yang disayanginya itu.

"Indri, nggak apa-apa, kok. Aku ngerti. Kasihan Nanda. Sudah dibawa ke dokter, Dri?" tanya Bella penuh perhatian.

"Belum. Aku sedang siap-siap ke dokter. Nanda sedang digendong papanya. Btw, kamu di mana sekarang, Bella?"

"Aku sebenarnya sudah di depan food court."

"Aduh, aku jadi ndak enak nih sama kamu. Kamu sudah sampai sana. Tapi mau bagaimana lagi? Maaf ya, Bella."

"Sudahlah, Dri. Nggak usah begitu. Cepat bawa Nanda ke dokter, ya. Semoga keponakan favoritku cepat sembuh."

"Terima kasih, Bella. Nanti di lain kesempatan, kita atur ketemuannya ya. Semoga ndak ada aral rintangan lagi."

"Ok, Indri. Hati-hati di jalan. Nanti kabari aku perkembangan Nanda. Bye ... bye ...."

"Ok, Bella. Bye ... bye ...."

Setelah menutup telepon genggamnya, Bella berkata dalam hati. Sudah terlanjur sampai di sini. Aku jalan-jalan sendiri aja deh. Enjoy my time. Hmm jadi haus, nih. Coba minuman kekinian, ah.

Ia membalikkan badan dan berjalan menuju food court yang ramai itu. Matanya menjelajah. Mencari-cari kedai minuman yang menjual penghilang dahaga yang diinginkannya. Setelah menemukannya, gadis itu segera ke sana. Di depan penjual, ia membaca daftar minuman yang tertera di dinding counter. Disebutnya nama minuman yang belum pernah didengarnya. Nutella Hot Chocolate. Penjual menjelaskan bahwa minuman hangat itu terbuat dari susu, nutella, kayu manis, dan marshmallow. Wah, menarik juga nih, batinnya, seperti hot chocolate tapi ada rasa hazelnut, aroma kayu manis, dan marshmallow yang kenyal. Rasanya pasti unik. Karena merasa tertarik, ia memesan minuman itu. Setelah gadis itu membayar dan pesanannya sudah selesai dibuat, ia mencari meja untuk menikmati minuman yang menggiurkan itu. Nah, tinggal satu meja di sana, batinnya lagi. Ia bergegas melangkahkan kaki menuju meja kosong itu.

Hai Cantik! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang