9. sonné

275 23 10
                                    


sonné.




“Kau yang paling tampan, Minho hyung,”







Jendela kelas di gedung A terkenal karena tingginya yang menyentuh langit-langit kelas. Choi Minho bisa melihat pemandangan sungai yang mengelilingi Universitas K dari lantai empat. Menurutnya itu biasa-biasa saja. Ia pernah melihat pemandangan yang lebih indah.



“Menurutmu, apakah aku harus mengambil program pelatihan dari Profesor Kim?”



Salah satu yang paling ia sukai adalah pemandangan di hadapannya saat ini.


Lee Taemin berkulit pucat, matanya terlihat sayu dan lelah, namun ketika tatapannya beralih pada Minho, ia akan selalu tersenyum.


“Kau bisa memilih apapun yang kau sukai,” jawab Minho sederhana.
Program pelatihan yang diberikan oleh Profesor Kim dikhususkan untuk mahasiswa tingkat akhir. Rekomendasi yang didapatkan di akhir program akan sangat berguna untuk mahasiswa tersebut jika ingin melamar pekerjaan.


“Jika aku mengambilnya, aku akan pergi ke Ulsan selama beberapa minggu. Apa kau akan baik-baik saja?” Taemin mengerlingkan matanya. Tatapannya jelas menggoda Minho.


“Bukankah itu adalah pertanyaanku? Apa kau akan baik-baik saja di sana tanpaku?” Minho jelas tidak ingin mengalah begitu saja.


“Kenapa membalikkan pertanyaan seperti itu? Aku tahu kau tidak akan baik-baik saja, aku juga.” Taemin menutup buku design di atas meja. Kepalanya sedikit menunduk dan Minho bisa melihat bahunya yang menyusut.



“Aku akan baik-baik saja jika kau juga begitu.”


Dalam hal ini, Minho tidak pernah menginginkan apapun yang akan membebani Taemin. Hal sekecil apapun yang ia berikan, akan sangat berarti baginya. Ia hanya ingin melihatnya tersenyum dan mendengarkannya tertawa. Merekam setiap adegan yang berganti dan berharap ia tidak akan pernah lupa.


“Baiklah!” Taemin tersenyum lebar dan kembali memandangi jendela kelas yang tinggi. Begitu tinggi hingga ia dapat melihat sinar matahari terbenam di kejauhan. Saat itu ia yakin akan baik-baik saja.




*




Pertemuannya sederhana. Dua orang asing dalam satu ruangan dan memutuskan bahwa datang ke tempat perkumpulan mahasiswa yang melepaskan stress setelah ujian adalah kesalahan. Minho tidak pernah menyukai musik keras karena itu akan melemahkan kewaspadaannya, pun juga dengan aroma orang-orang yang membuat kepalanya pusing. Teman-temannya lebih senang menyodorkan berbagai minuman di hadapannya. Atau lebih memilih untuk memasangkannya dengan wanita tercantik yang ada di ruang tersebut.



Saat ia beranjak menuju lantai teras lantai satu, seseorang sudah terlebih dahulu duduk di bangku panjang. Perawakannya ramping dan fitur wajahnya halus. Meski sedikit tertutup asap rokok, Minho yakin laki-laki di hadapannya jauh dari kata berbahaya.


“Rokok?” Sebenarnya pemandangan ini agak kontras dan cukup mengejutkan.


Wajah indah seperti itu sangat cocok menjepit rokok di antara bibirnya sekaligus tidak cocok ketika melihat kelembutan figurnya.


Minho berjalan mendekat dan memutuskan untuk duduk di sebelah laki-laki itu. Tanpa berpikir panjang ia menerima sebatang rokok dan menundukkan kepalanya bermaksud menyulut rokok dengan yang dimiliki oleh laki-laki di sampingnya. Minho tahu ia membuat laki-laki di hadapannya takut, terlihat dari matanya yang melebar saat Minho memasuki personal spacenya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Shot, Two ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang