06. MANDI BARENG

87.7K 8.5K 331
                                    

"Selamat datang lembaran baru, selamat tinggal masa lalu."

Satu pertanyaan buat Luvi dong.

"Gimana tadi malem? Pengantin baru diem-diem aja, nih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gimana tadi malem? Pengantin baru diem-diem aja, nih."

Renata melirik Irgi serta Luvi dengan air muka menggoda.

"Biasa aja," jawab Irgi mengedikkan bahu, tak acuh. Lagipula, untuk apa mamanya bertanya masalah privasi anaknya?

"Biasa aja?! Ya iyalah! Orang lo nggak nyentuh gue sama sekali, gue berasa janda baru ditinggal mati."

Luvi membatin. Menyuap nasi malas-malasan. Semalam Irgi memang tak tidur di kasur melainkan sibuk dengan al-kitab. Jika ditanya kenapa? Maka jawabannya karena posisi tidur Luvi yang tidak biasa. Hingga ujungnya Irgi tidur di lantai beralaskan karpet tipis.

Durhaka memang.

"Tapi kok, Luvi mukanya murung? Jangan-jangan punya kamu kecil ya Gi?" goda Renata mengulum senyum jail.

Juga Halika yang sibuk mencolek-colek lengan kakak laki-lakinya.

"Gimana, A?"

Irgi mendelik seketika. "Diem kamu anak kecil."

Halika mencubit pinggang Irgi. "Halika tuh nggak sabar pengen punya ponakan. Jadi bikinin yang banyak ya A'a dan Teteh yang baik hati." Gadis putih itu terkikik membuat wajah Irgi memerah serupa kepiting rebus. Dasar adik kurang ajar. Belajar dari mana dia?

"Lika diem, ya!" tukas Irgi bernada intimidasi. Lalu ia menulikan pendengaran dengan pura-pura membenarkan letak jam tangannya.

"Ciee, A'a malu."

"Ciiee, salting."

"Ciee, muka tomatnya keliatan."

Terkekeh, Agis--suami Renata menyahut. "Udah-udah kasian mereka. Jangan digoda terus, nanti ngambek lagi."

Mereka tertawa kecuali Luvi dan Irgi.

Masing-masing mencairkan suasana pagi dengan bercanda ria. Membalut kebersamaan mencipta kehangatan.

Diam-diam Luvi tersenyum. Menikmati detik-detik ini sebelum dirinya pergi dibawa suami. Ke Bandung dan menetap di sana.

• • •

Hari ini, Luvi resmi meninggalkan kota kelahirannya. Saksi kehidupannya yakni kota Bogor semenjak mobil hitam milik Agis menjauh dari pekarangan rumah Bu Hasna. Tadi gadis itu sempat menangis sebab harus berpisah dengan sang Ibu. Meninggalkan orangtua satu-satunya setelah kepergian sosok ayah.

"Ma. Mama," panggil Halika mengetuk kursi yang diduduki Renata.

"Kenapa, Lika?"

Halika menyengir. "Lika ikut A'a sama Teteh, boleh ya?" Dia mengerjap, menunjukkan puppy eyes supaya mamanya luluh.

Santrimu SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang