"Wah, ini enak," puji Ayah Anita. Saat ini, mereka tengah menikmati hasil keterampilan memasak Irma, istri Taksa. Wanita itu betah seharian di dapur, membuat aneka masakan dan cemilan, bahkan untuk makan malam.
Semua orang makan dengan lahap, bahkan ayahnya mengusap keringat di dahinya karena sangat menikmati kepiting saus pedas yang tersaji cantik di meja makan.
Anita belum menyuapkan nasi ke mulutnya, hanya dia satu-satunya orang yang seperti patah selera.
Irma, lihatlah dia, dia telaten melayani Taksa, mulai dari mengambilkan nasi, memasukkan lauk, dan mengambilkan segelas air, apa Irma mencoba untuk memanas-manasinya? Tapi yang Anita tau, wanita itu tidak sejahat itu. Dia terlalu sederhana, tak suka mencampuri urusan orang lain dan bersikap apa adanya.
Anita kembali berpikir, kenapa Taksa bisa jatuh cinta pada Irma, wanita itu bahkan tak memoleskan lipstik ke bibirnya, dia memakai daster rumahan yang Anita tau, harganya sangat murah.
"Nggak makan, An?" sapa ibunya, menyentak lamunan Anita. Sejujurnya, ras lapar sudah surut.
"Ya," sahut Anita mencicit, suaranya memancing perhatian Taksa, pria itu melempar senyum tipis.
Sementara di sudut kota, seorang pria muda duduk di halte sambil memeluk tasnya, di sampingnya duduk seorang gadis kecil berambut panjang memakai jaket biru tua dan rok selutut bewarna hitam. Mereka memutuskan berhenti, setelah mengamen ke berbagai tempat, karena hujan, mereka hanya mendapatkan uang sepuluh ribu, hanya bisa untuk mengganjal perut saat makan malam.
"Bang, setelah ini kita akan pulang ke mana?" tanya gadis kecil itu.
Pria yang tak lain adalah Edo itu mengusap rambut adiknya. Siang tadi, mereka baru saja diusir dari kontrakan kumuh, apa lagi alasannya kalau bukan karena tak mampu membayar sewa.
"Sabar ya, Rin. Kita pikirkan dulu solusinya."
"Sampai kapan kita akan kaya gini, Bang?" Rini melipat kakinya, dia memeluk lututnya kerena kedinginan.
Edo menatapnya terenyuh, dia mungkin bisa bertahan dengan hidup menjadi gelandangan, tapi Rini? Bahkan dia juga putus sekolah, seharusnya dia sudah duduk di kelas enam SD. Sebentar lagi adiknya itu akan menjelma menjadi remaja, kehidupan sebagai pengamen tak baik baginya.
Andai saja, orang tua mereka masih ada, andai saja, mereka punya sanak saudara yang memiliki sifat belas kasih, Edo hanya berandai-andai, dia menengadahkan wajahnya ke atas langit. Memejamkan matanya sejenak, dia ... Rindu ibunya.
"Bu ...." Suara Edo parau, jika menangis, siapa yang akan menenangkannya.
***
Koreksi typo ya.
Vote n komen
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI KONTRAK(AN)
ChickLitCantik, kaya, sukses, semua ada pada Anita. Kecuali suami. Di usianya yang ketiga puluh dua, dia masih melajang. Saat desakan menikah bagaikan teror, Anita pikir, dia butuh suami kontrak. Dan Edo, si pengamen ganteng cocok untuk itu.