BAB 5B

47 6 2
                                    

“Kalau kamu beneran sayang sama aku, malam ini kamu harus putusin Meisya!”

Kakiku seperti mati rasa. Telingaku nggak salah dengar ‘kan? Clara, orang yang kuanggap sebagai sahabat mengatakan hal seperti itu? Di mana akal sehatnya? Apa dia nggak mikir kalau ucapannya barusan bisa menyakiti perasaanku seandainya aku berada di sana?

Sebenarnya hatiku sudah terasa sakit tapi aku penasaran dengan jawaban Billy. Apa dia sungguh akan meninggalkanku atau mempertahankanku?

“Gue janji, nanti malam gue akan lakuin itu demi lo, Ra! Lo lebih berharga daripada Meisya.”

Tubuhku bergetar hebat. Seharusnya aku sudah bisa menduga apa yang akan dipilih Billy. Rasa penasaran hanya akan memberi luka semakin dalam di hatiku.

Sudah tahu jawabannya akan seperti apa, kenapa juga masih ingin mendengar? Kalau begini ‘kan jadi semakin sakit! Di mana sih akal sehatmu ? Mikir dong Meisya!

Benar-benar, deh.

Aku nggak mau berlama-lama di sana, niat untuk mengajak bicara Clara hilang begitu saja. Air mata yang membasahi pipi barusan kuusap dengan kasar. Kutinggalkan tempat itu dan pergi ke parkiran. Namun, ketika aku hendak menaiki sepeda, tiba-tiba ponselku berdering.

Kulihat nama yang tertera di layar ponsel. Ini Panji, anak kepala sekolah yang biasa mengajakku balapan sepeda kalau hari minggu.

Ya Tuhan, nggak bisa lihat keadaab banget sih!

“Apaan? Ganggu orang lagi melow aja deh!” ujarku agak sengit.

“Mei! Buruan ke jalan Aksara 05. Anak-anak pada mau tawuran sama sekolah Gajah Tunggal!”

“Yang bener lo?”

“Ngapain gue bohong, kalau lo nggak percaya, nih gue kirimin buktinya!”

Percakapan kami berakhir sampai sana. Nggak lama setelah itu Panji benar-benar mengirimkan foto banyak anak berpakaian seragam sekolahku sambil membawa sapu, pentungan, bambu, arit.

Ya Tuhan, ini mau tawuran atau bersih-bersih rumah?

Saat ini rasa dalam hati nggak penting untuk dihayati sampai deraian air mata membasahi pipi seperti sereal drama di TV. Segera kukayuh sepeda menuju lokasi yang tadi dikirim oleh Panji. Gawat kalau engga segera sampai di sana. Bisa-bisa mereka mengubah jalanan menjadi lautan api.

Astaga, aku nggak tahu semalam habis mimpi apa. Di sekolah melihat perselingkuhan sahabat sendiri lalu sekarang mendapat kabar kalau teman tongkrongan mau tawuran sama sekolah tetangga.

Tuhan, boleh minta restart isi kepala sebentar nggak? Aku mau mengisirahatkan isi kepala walau hanya sedetik.

Hari ini sudah ada banyak hal yang nggak bisa kuprediksi. Semuanya serba mendadak.

Aku menggeleng cepat. Nggak guna memikirkan semua hal yang sudah terjadi. Kalau sudah berlalu, ya sudah. Buka saja lembaran baru.

Untungnya lokasi yang dikirim Panji tadi nggak jauh dari sekolahku, jadi bisa cepat sampainya. Aku bisa melihat seragam pakaian sekolah mereka yang sama denganku, bahkan aku melihat apa yang ada di tangan mereka.

Aku terlambat. Meski sepeda sudah kukayuh dengan kecepatan maksimal, itu nggak cukup untuk segera sampai di sini! Ya Tuhan!

Mereka sungguhan perang ternyata, tapi kenapa malah bawa alat bersih-bersih rumah?

“Woy!” teriakku.

Mereka menoleh ke belakang dan melihat ke arahku. Sebagian dari mereka ada yang menghampiriku tapi ada juga yang masih tetap di tempatnya.

I HATE TO LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang