BAB 6A

32 5 0
                                    

Ini sudah hari ketiga semenjak tawuran itu terjadi. Ayah juga kelihatannya nggak tahu sama sekali soal kejadian itu. Sepertinya Kaina benar-benar menepati janjinya untuk nggak ngasih tahu ke ayah.

Akan tetapi selama tiga hari ini Kaina semakin gencar mendekatiku untuk bertanya soal ini dan itu.

Sumpah, berisik banget kayak Mak Lampir!

Apaan sih, penasaran banget sama urusan orang. Sekarang pun dia mulai melarangku soal banyak hal. Seperti seragam sekolahku yang nggak pernah dimasukin ke dalam rok.

Tuhan ....
Wanita ini benar-benar cerewet banget! Almarhumah saja nggak serewel dia!

Pagi ini kulihat Kaina nggak melepas pandangannya dariku. Setiap kali dia memakan sarapannya matanya pasti kembali melihatku.

Aku khawatir kalau kedua bola matanya tiba-tiba keluar sendiri.

Gila sih, benar-benar seperti diawasi setiap saat kalau begini ceritanya.

"Meisya!" Suara berat ayah mengejutkanku. Kulihat ayah menggeleng ketika melihatku agak kebingungan.

"Kamu kenapa, Meisya? Ayah panggil dari tadi tapi kamu nggak nyahut." Ayah berhenti memakan makanannya lalu memperhatikanku.

Sesekali kulirik Kaina yang juga nggak melepas pandangannya dariku.

"Aku nggak kenapa-kenapa, Yah."

Aku memang nggak kenapa-kenapa. Semua baik-baik saja. Nggak ada yang bermasalah kecuali isi kepalaku. Lagian, tumben banget ayah bertanya. Bukannya beberapa hari ini ayah mulai mengabaikanku?

Kulirik sekilas ayah yang masih memperhatikanku dalam diam. Kopi dan koran yang biasa menjadi pujaan hatinya juga ngga disentuh.

Kalau sudah begini, artinya ayah mulai serius. Aku harus hati-hati dalam bersikap.

Bi Nana datang sambil membawakan pesananku, jus alpukat dengan topping oreo.

Jangan tanya bagaimana rasanya, karena jawabanku pasti enak. Nggak ada makanan yang ngga enak kalau sudah masuk ke dalam mulutku. Semua enak, kecuali bungkusnya.

"Kok jus alpukat?" Aku menoleh ke Kaina saat hendak mendaratkan jus tersebut ke dalam mulut.

"Mei, ini masih pagi. Kamu harus minum susu, bukan jus." Tatapan matanya terlihat tajam. Aku nggak suka dilihat seperti itu!

Aku hanya mengerutkan dahi dan meneguk jus tersebut dengan santai. Kaina berdecak dan berdiri dari bangku. Tangannya hendak mengambil gelas di tanganku tapi aku menghindar.

"Mama bilang jangan minum jus, Mei. Nggak baik. Minum susu dulu sama makan rotinya."

"Apa sih? Jus doang loh ini. Lagian kan sehat buat badan."

Aku menoleh ke ayah, sejak tadi ngga ada suara protes atau apapun. Lihat, ayah saja pro ke aku 'kan? Kenapa Kaina yang rewel sih?

"Mas." Kaina memanggil Ayah.

"Sesekali nggak masalah, kok, Ma." Ayah membelaku.

Kulihat Kaina mendesah dan kembali duduk. Masih pagi sudah bikin ramai saja. Dasar ibu-ibu.

"Meisya," panggil ayah.

Aku menoleh. Memerhatikan wajah ayah yang terlihat serius.

Ayah menarik napas pelan lalu memberitahuku kalau ia akan pergi ke semarang selama beberapa hari. Katanya mau ke rumah sakit cabang.

Aku hanya mengangguk, tapi ekspresi ayah masih nggak enak untuk kulihat. Entah ada apa, yang jelas kulihat ayah seperti mengkhawatirkan sesuatu. Mungkin pasiennya atu mungkin wanita yang ada di depanku ini.

I HATE TO LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang