Hari mulai gelap, terlihat seorang Kapten berlari secepat yang ia bisa. Menyusuri jalan raya yang dipadati oleh beragam macam bangkai kendaraan. Sinar rembulan menerangi langkahnya. Ia seakan hapal dengan jalan yang sedang ia lalui. Karena jalan raya ini lah yang ia lalui saat sedang berlibur bersama keluarganya tahun lalu, sebelum badai maha dahsyat itu menerjang kota ini. Walau sudah hampir tidak berbentuk, namun ia masih bisa mengenalinya. Jalan raya yang hanya terbentang lurus ini sudah pasti mengantarkan ia ke lokasi tempat Sersan Dimas menunggunya. 'Patung seorang Jenderal yang memberikan hormat', Kapten tahu betul patung apa yang dimaksud.
Di ujung pandangannya, sudah mulai terlihat patung jenderal tersebut. Kapten semakin mempercepat larinya, melompati setiap reruntuhan yang menghalangi jalannya serta melewati celah-celah setiap bangkai kendaraan. Sersan Dimas pun mulai terlihat, ia sedang duduk lemas bersandar di bawah patung itu. Menunggu Kapten datang sembari mengutak-atik pistol yang ia genggam.
"Dimas. Oh Tuhan. Kau tidak apa-apa?" Tanya Kapten panik seraya memeriksa keadaan tubuh Sersan itu.
"Aku tidak apa-apa, Kapten. Tenang saja." Ujar Sersan Dimas. "Yang lebih penting lagi, di mana Letnan Adam dan Letnan Ari?"
"Mereka... Aku masih belum bisa menghubungi mereka." Jawab Kapten.
"Tuhan..." Ucap Sersan Dimas.
"Urus itu nanti. Lebih baik sekarang kita mencari tempat yang aman. Di sini terlalu terbuka."
Kapten Gilang pun mencoba merangkul Dimas dan menuntunnya menjauh dari tempat itu. Namun baru setengah jalan, mereka dikejutkan dengan datangnya 2 mobil Humvee milik Batalyon Yonzikon dari arah depan. Dua mobil itu menerobos padatnya bangkai kendaraan dan kemudian menghadang mereka berdua. Dari masing-masing mobil Humvee tersebut keluar empat orang pasukan. Kedelapan pasukan TNI itu langsung menodongkan senapan serbu mereka ke arah Kapten yang tengah merangkul Sersan.
"Kopassus, kalian terkepung! Menyerahlah, tidak ada gunanya melarikan diri!" teriak seorang prajurit di sana.
"Sial!" Gumam Kapten.
"Jangan dengarkan mereka, Kapten." Ujar Sersan Dimas dengan nada yang lemas.
"Tapi tidak ada pilihan lain, Dimas. Jika kita memaksakan diri sekarang, kemungkinan besar kita lah yang akan mati."
Kapten pun dengan berat hati melepaskan Sersan Dimas dan membiarkan ia duduk di jalan.
"Tidak, Kapten! Jangan!"
Setelahnya, Kapten Gilang menurunkan pistol D-Eagle miliknya dan perlahan mengangkat kedua lengannya. Kapten menatap seluruh pasukan Yonzikon itu dengan tatapan tajam penuh amarah yang terpendam.
Salah seorang prajurit Yonzikon lantas menghampiri Kapten untuk menangkapnya. Namun belum sempat prajurit itu melakukan niatnya, suatu benda tiba-tiba bergelinding tepat di depan kakinya. Setelah melihat, rupanya benda itu adalah granat. Beberapa detik setelah granat itu pun meledak. Semua pasukan Yonzikon langsung melompat untuk menghindari ledakan. Begitu juga dengan Kapten, ia dengan cepat mengambil kembali pistol yang tadi ia jatuhkan dan langsung menarik Sersan Dimas untuk bersembunyi di balik suatu bangkai mobil sport.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFANTERI
AçãoIbu Kota Indonesia dilanda badai angin maha dahsyat yang datang secara berkala. Akibatnya akses menuju kota tersebut pun ditutup untuk sipil oleh pemerintah. Batalyon Infanteri Yonzikon 201 diterjunkan untuk melakukan evakuasi. Hampir satu tahun Bat...