Chapter 2: Mall

55 6 1
                                    

"Tidak ada jalan...."


Kapten bergumam saat mendapati dirinya dan timnya berhadapan dengan jalan buntu. Ia nampak kebingungan, seluruh jalannya tertutup oleh reruntuhan gedung yang besar.


"Kapten, bagaimana kalau kita masuk ke dalam?" Letnan Adam menunjuk pada sebuah pintu masuk dari suatu mall yang nampak kacau.


"Jika kita masuk ke sana, akan sangat riskan." Kapten sepertinya tidak setuju akan hal itu.


"Tapi Kapten, hanya itu satu-satunya jalan kita menuju Utara." Letnan Ari pun ikut menegaskannya kepada Kapten.


Dengan segala pertimbangan di dalam pikirannya, akhirnya Kapten setuju dengan keputusan yang diminta oleh kedua Letnan itu.


"Baiklah kalau begitu, ayok kita coba."


Ini pertama kalinya Kopassus memasuki gedung. Jalur ini tentu sangat berisiko melihat pondasi mall yang sudah tidak kokoh, ditambah badai susulan yang tidak bisa diprediksi kedatangannya. Namun apa daya, hanya ini satu-satunya jalan yang bisa mereka tempuh. Perjalanan mereka pun diselimuti kekhawatiran.


"Omong-omong Kapten, apa kau sadar? Musuh yang kita hadapi tadi, mereka sama sekali tidak berbicara kepada kita." Ujar Letnan Ari.


"Kau benar, Ari. Aku bahkan sama sekali tidak mendengar mereka berbicara." Letnan Adam pun ikut mengeluarkan pendapatnya.


"Kemungkinan mereka berbicara dengan nada kecil melalui radio. Mereka tidak ingin langkah mereka terbaca oleh kita." Jawab Kapten.


"Bagaimana jika...." Sersan Dimas hendak menyuarakan pendapatnya, namun ia berhenti.


"Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia, begitu?" Kapten Gilang melirik tajam ke arah Sersan Dimas.


"Itu hanya asumsiku saja, Kapten. Tentu tidak bisa dipastikan kebenarannya." Sersan Dimas pun merasa tidak enak dan menundukan kepalanya saat Kapten meliriknya.


"Aku pun berpikir demikian. Akan tetapi, apapun itu, jika benar ini ada campur tangan dari pihak Asing, ini tak bisa dibiarkan." Kapten nampak serius.


Di dalam mall itu, banyak sekali mayat baik dari warga sipil maupun instansi pertahanan negara. Mayat-mayat itu telah membusuk, menandakan bahwa mereka telah lama mati.


Tim Kopassus pun masuk ke dalam suatu ruangan bioskop. Di sana mereka melihat mayat-mayat TNI duduk berdampingan di kursi paling depan. Jasad mereka masih segar. Ini tentu suatu hal yang janggal bagi Kopassus. Kapten Gilang berserta anggotanya langsung memeriksa mayat-mayat tersebut.


"Ya Tuhan...." Kapten nampak syok.


"Mereka pasti berencana untuk 'perg' bersama-sama." Ujar Letnan Adam.


"Tidak, lihat luka tembak mereka. Mereka pasti telah dieksekusi." Ujar Letnan Ari.


INFANTERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang