Bel istirahat kedua sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu di SMA Altezza. Para murid sudah berhamburan keluar kelas untuk menggunakan waktu istirahat dengan berbagai aktivitas. Ada yang bermain sepak bola atau basket di lapangan, ada yang makan di kantin, nongkrong di taman, dan ada juga segelintir murid yang sudah berwudhu dan duduk di musollah sekolah sambil menunggu adzan Zuhur.
Syanara Al Lail, Putriana Jasmin, Hanum Khadijah, dan Isyana Azizah termasuk murid yang memilih melakukan ibadah wajib yaitu sholat zuhur untuk mengawali waktu istirahat kedua. Saat ini mereka sudah memakai mukena dan menempati shaf sambil menunggu adzan Zuhur berkumandang.
Di Malteza, banyak murid dari beragam agama, etnis, dan budaya. Sebenarnya pihak sekolah sudah menginterupsi bahwa setiap adzan Zuhur berkumandang, murid yang beragama Islam wajib melaksanakan sholat terlebih dulu. Tapi, ada banyak murid yang tidak peduli pada interupsi tersebut, dan pihak sekolah pun tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka bilang, ibadah adalah urusan masing-masing pihak dengan Tuhannya, yang penting mereka sudah menyuruh.
Tapi, ada yang berbeda dengan siang ini. Biasanya shaf perempuan begitu sepi, hanya ada beberapa siswi yang ikut sholat berjamaah. Tapi, entah kenapa saat ini shaf terasa sempit. Bahkan, Putri yang berada di paling pinggir sampai terdorong dan mengenai Zizah di sampingnya.
"Maaf, Kak, maaf," ucap seorang siswi yang tidak sengaja mendorong Putri tadi.
Putri yang tadinya ingin marah tidak jadi karena adik kelasnya itu terlebih dulu minta maaf. Walau Putri masih menatapnya tajam.
"Kok tumben sih rame?" tanya Zizah pada Hanum yang duduk di samping kanannya.
"Ada yang gak beres deh kayaknya," celetuk Putri pelan.
"Gak boleh su'udzon. Harusnya kita bersyukur karena teman-teman kita udah mau sholat zuhur berjamaah," jawab Hanum. Perkataannya bikin hati adem.
"Tuh denger, Puput, Zizah," celetuk Syanara.
"Ih, aku tuh cuma nanya, Rara. Gak biasanya loh ciwi-ciwi itu mau ikut sholat jamaah. Pengajian hari Jumat aja mereka sibuk dandan," ujar Zizah.
"Eh, bentar..." Putri menginterupsi para sahabatnya untuk diam. Dan, mereka pun mendengar jawaban dari pertanyaan tadi.
"Ih, Kak Dafi ganteng banget. Abis wudhu mukanya makin bercahaya gitu."
"Gak sia-sia kita ikutin sampai sini."
Mendengar dua adik kelas di samping mereka yang sibuk bergosip, dan suara samar-samar di sekeliling mereka yang membicarakan orang yang sama, empat sahabat itu menoleh pada pintu samping kiri musollah di mana tempat wudhu berada. Mereka dapat melihat sosok yang dibicarakan baru saja mengambil air wudhu hingga sosok itu berjalan masuk menuju shaf laki-laki yang dibatasi gorden dengan shaf perempuan.
"Oh pantes ada panutan mereka yang mau tobat," ujar Putri.
"Hus, Put. Gak boleh ngomong gitu," ucap Hanum.
"Kok tumben, ya?" tanya Syanara. Ketiga sahabatnya kompak menoleh ke arahnya.
"Calon imam idaman tuh," ledek Putri pada Syanara.
Syanara mendelik kecil.
"Udah, udah, udah mau adzan tuh," ujar Hanum karena mendengar suara mic yang baru menyala. Mereka berempat pun diam sambil mendengarkan adzan. Walau di sekeliling mereka masih banyak siswi yang mengobrol.
Setelah kumandang adzan yang tak lama iqamat, semua murid pun berdiri karena sholat berjamaah akan dilaksanakan. Tiba-tiba Putri berteriak.
"WOY!"
Semua siswi di shaf perempuan menoleh ke arahnya. Putri berteriak karena para adik kelas di sampingnya kembali saling dorong-mendorong yang membuat Syanara di pojok dinding sedikit mengaduh kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kutub: Aku, Kamu, dan Kisah yang Belum Usai
Teen Fiction"Jadi misi kali ini aku kasih judul 'Bintang Kutub'." "Hah? Bintang kutub? Beruang kutub kali." "Astaghfirullah, Put. Masa babang ganteng disebut beruang kutub?" "Sssttt, gak usah berantem. Jadi, Ra, kenapa dinamain misi Bintang Kutub?" "Tadi aku ba...