"Udah dibuka, Ra. Kita langsung masuk aja."
Syanara mengangguk singkat kemudian mengikuti langkah Afif menuju ruang teather 3 di dalam bioskop. Memang, di malam Minggu ini pria jangkung yang saat ini memakai kaus polos berlengan panjang warna abu-abu dan celana denim itu tiba-tiba datang ke rumah Syanara dan meminta izin mengajak Syanara pada Abah dan Ibunya. Syanara yang tadinya baru bersiap untuk belajar, mau tidak mau mengiyakan ajakan Afif setelah mendapat izin dan wejangan dari Abah, Ibu, dan Syamil. Lagipula Abah dan Ibu tidak tega juga kalau Syanara belajar mulu.
Mereka duduk di bagian tengah kursi kedua dari atas. Sebenarnya tadi Afif ingin mengajak Syanara menonton film luar negeri bergenre science fiction, tapi ternyata tidak ada jadwal malamnya. Jadinya, mereka terpaksa menonton film horor Indonesia yang kebetulan sedang banyak diperbincangkan di media sosial.
Syanara duduk di samping Afif yang kebetulan duduk di ujung dekat tangga. Di barisan depan dan belakang mereka mulai penuh. Tapi, kursi-kursi di samping Syanara belum ada yang mengisi.
Afif memberikan satu cup besar popcorn dan lemon tea kepada Syanara. Syanara pun menerima itu dan menaruh minumannya di ujung tempat yang juga menjadi pegangan kursi. Kemudian, Syanara sibuk memoto tiket bioskop dan Afif pun sibuk dengan ponselnya. Hingga tiba-tiba....
"Lah, ketemu elo di sini!"
Syanara mengangkat wajah dan terkejut melihat Guntur dengan beberapa teman basketnya.
"Eh, lo Syanara, ya? Gak nyangka kita ketemu di sini. Apakah ini yang dinamakan jodoh?"
Syanara mengernyitkan dahi mendengar ucapan pria yang berdiri di belakang Guntur.
"Jodoh orang!" celetuk Jaka sambil menoyor kepala Agis.
Agis pun meringis dan berbalik menoyor kepala Jaka. "Emang gua bukan orang?"
"Lah, lo kan buaya, Bang," celetuk Guntur.
"Hahaha, aligator tepatnya," celetuk Joni yang berdiri di belakang Jaka.
Agis yang merasa terbully hanya memberenggut sebal, walau kemudian tersenyum lagi pada Syanara. Syanara hanya bisa meringis bingung harus membalas apa. Ia begitu terkejut bertemu Guntur dan beberapa temannya itu. Apalagi di belakang Joni ada Dafi. Syanara menoleh pada Afif yang membuang wajah saat tahu ada Dafi di sana. Syanara pun merasakan atmosfer yang berbeda karena berada di antara dua orang yang tengah berseteru.
Lima pria itu minus Dafi kompak melihat Afif yang memasang wajah dingin. Mereka sedikit takut karena berhadapan dengan anak pemilik yayasan sehingga mereka memilih berjalan menuju kursi di samping Syanara dan duduk di sana. Tadinya Agis mengambil kesempatan untuk duduk di samping Syanara, tapi langsung ditarik kerah bajunya oleh Jaka dan ditertawai oleh Guntur dan Joni. Alhasil mereka sudah duduk, tersisa kursi di samping Syanara yang masih kosong dan Dafi yang masih berdiri.
"Daf, gua aja," bujuk Agis masih sempat saja.
Kepalanya ditoyor lagi oleh Jaka lagi. "Gak usah jadi pebinor lo!" bisiknya.
"Pebinor apa, anjir. Yang ada Dafi jadi pebinor kalau duduk di situ," balas bisik Agis. Sebenarnya mereka bisik-bisiknya terdengar oleh Dafi, Syanara, Afif, dan lainnya.
Syanara pun menyedot minumannya merasa haus sambil melirik Dafi yang jelas terlihat pasrah duduk di kursi yang tersisa, kemudian melirik Afif yang kembali fokus pada ponselnya lagi. Tapi, Syanara menyadari perubahan mood Afif.
"Eh, eh, poto dulu buat snapgram," ucap Joni yang duduk paling ujung sambil mengangkat ponselnya. Jadi, barisannya begini, di samping Joni ada Jaka, Agis, Guntur, Dafi, Syanara, dan Afif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kutub: Aku, Kamu, dan Kisah yang Belum Usai
Teen Fiction"Jadi misi kali ini aku kasih judul 'Bintang Kutub'." "Hah? Bintang kutub? Beruang kutub kali." "Astaghfirullah, Put. Masa babang ganteng disebut beruang kutub?" "Sssttt, gak usah berantem. Jadi, Ra, kenapa dinamain misi Bintang Kutub?" "Tadi aku ba...