Hari jumat setelah sholat Jumat bagi yang muslim adalah jadwal eskul. Hari ini adalah jadwalnya Pramuka wajib bagi kelas 10. Kelas 11 dan 12nya menyebar mengikuti eskul masing-masing.
Saat ini Syanara berpisah sementara waktu dengan sahabat-sahabatnya. Walaupun mereka bersahabat dekat, mereka punya minat dan impian yang berbeda. Syanara mengikuti eskul Mading dan Jurnalistik, Putri di taekwondo, Zizah di OSIS, dan Hanum di English Club. Sudah pukul 2 lewat dan ketua eskul Mading & Jurnalistik memperbolehkan anggotanya membubarkan diri. Tapi, tidak dengan Syanara yang masih harus menghadap Maya-ketuanya.
"Jadi, lo udah dapet info apa aja?" tanya Maya. Berbeda dengan Ketua yang kemarin, Maya lebih tegas dan terkesan dingin. Perintah apapun darinya harus dilaksanakan. Tapi, positifnya eskul Mading dan Jurnalistik mendapat respon positif pada tahun ini. Tapi, sayangnya mulai awal tahun nanti Maya harus digantikan oleh ketua yang baru.
"Aku cuma dapet info kalau perkelahian Kak Dafi sama Kak Afif bukan karena Kak Anel."
"Terus karena apa?"
"Nah, itu yang belum aku tau, Kak."
"Kok sekarang lo lelet sih, Ra? Kemarin-kemarin kalau dapet tugas lo langsung gercep. Ini udah hampir seminggu lo cuma dapet info murahan itu? Bahkan anak-anak kelas 12 udah tau info itu."
Syanara agak meringis mendengar omelan ketuanya. Ya, bagaimana? Tugas kali ini berat bagi Syanara. Apalagi pikirannya terbagi untuk persiapan UAS.
"Pokoknya sebelum UAS, lo harus ngasih berita itu ke gue. Kalau nggak ... Lo tau gue punya kuasa buat ngasih nilai eskul buat lo. Kalau nilai eskul lo turun, beasiswa lo bakal dicabut. Sertifikat lo yang masih sedikit itu gak bakal bisa nyelametin beasiswa lo. Terpaksa deh lo keluar dari sekolah karena orang tua lo gak mampu membiayai lo sekolah di sini."
Syanara terdiam mendengar penjelasan Maya. Hatinya seperti terbakar mendengar hinaan Maya padanya. Sebenarnya ketua yayasan tidak pernah mengeluarkan peraturan ketat untuk nilai pelajaran dan eskul. Tapi, karena kepala sekolah yang sekarang yang begitu ambisius pada nilai sekolah di mata masyarakat dan pemerintah daerah maupun nasional, kepala sekolah pun membuat peraturan itu yang kadang membuat murid merasa lelah dan tertekan. Ia ingin SMA Altezza bisa bersaing dengan SMA-SMA se-Nasional. Memang yang dilakukannya itu membuahkan hasil. SMA Altezza menjadi sekolah favorit dengan lulusan yang hebat-hebat.
Syanara tak dapat berkata apa-apa lagi selain menganggukkan kepala. Ia berusaha membuat air agar bisa menyiram hatinya yang terbakar. Ah, lagipula sudah sering ia direndahkan seperti itu. Memang di sekolah yang paling peduli padanya hanya ketiga sahabatnya.
Syanara melangkah keluar dari ruang eskul. Hatinya masih perih tapi ia berusaha agar tak ada air mata yang keluar. Lagipula Syamil sering mengajarkan bahwa ia tidak boleh lemah. Tapi, tetap saja Syanara tidak bisa dipaksakan harus kuat.
Mata Syanara berhenti pada ketiga sahabatnya yang sudah duduk di pinggir lapangan basket. Ah, pantas mereka di sana karena ada Guntur, anak kelas 11 IPA 1 yang disukai Zizah. Di samping lapangan basket tepatnya di ujung lapangan upacara ada anggota paskibra yang sedang latihan. Ya, Afif dan Bara ada di sana. Sedangkan Dafi bermain basket bersama Guntur dan teman-temannya.
Syanara langsung menghampiri ketiga sahabatnya dan duduk di samping Putri. Mereka pun langsung menoleh ke arah Syanara.
"Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," ujar Putri yang saat ini memakai baju taekwondo dan tidak lupa sabuk hitamnya.
"Baru juga ditinggal bentar udah kangen aja," ujar Syanara. Ketiga sahabatnya mendelik kecil.
"Ih, Rara ge-er," ucap Hanum. Syanara pun tertawa melihat ekspresi ketiga sahabatnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/248503750-288-k35564.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kutub: Aku, Kamu, dan Kisah yang Belum Usai
Jugendliteratur"Jadi misi kali ini aku kasih judul 'Bintang Kutub'." "Hah? Bintang kutub? Beruang kutub kali." "Astaghfirullah, Put. Masa babang ganteng disebut beruang kutub?" "Sssttt, gak usah berantem. Jadi, Ra, kenapa dinamain misi Bintang Kutub?" "Tadi aku ba...