Setelah kepalanya terkena lemparan bola basket akhirnya Zizah sadar beberapa menit kemudian. Tidak lama dari itu, Syanara datang membawa plastik berisi makanan dan minuman. Mereka pun mulai menikmati makanan mereka, termasuk Zizah yang sebenarnya kepalanya masih sedikit pusing.
"Kepala kamu masih sakit, Zah?" tanya Syanara khawatir melihat wajah Zizah yang sedikit pucat.
"Udah, gak apa-apa kok, Ra. Oh ya, makanan sebanyak ini siapa yang bayar?"
Putri dan Hanum yang sedang makan jadi terdiam dan kemudian saling melempar pandangan. Mereka lupa memberitahukan Zizah siapa yang melempar bola mengenai kepalanya sampai pingsan.
"Si Petir noh yang traktir makanan ini. Ya, siapa suruh dia lempar bola kenceng banget sampai kamu pingsan, Zah," jawab Putri.
"Hah? Petir? Siapa?" tanya Zizah bingung. Sontak saja Hanum dan Syanara tertawa.
"Guntur, Zah," jawab Syanara.
"Iya, dari tadi Puput manggilnya petir," ucap Hanum.
Putri mendelik kecil. "Mau petir kek atau Guntur, sama aja."
"Beneran Guntur?" tanya Zizah lagi. Syanara, Putri, dan Hanum kompak menoleh ke arah Zizah di mana saat ini pipinya sudah bersemu merah. Ah, mereka hampir lupa bahwa Zizah menyukai pria itu.
"Ecieeee... Rara lupa kalau Zizah suka sama Guntur. Tadi kenapa gak sekalian Rara salamin ke Guntur, ya?"
"Ck. Apaan sih, Ra."
"Ck. Kenapa pipi kamu jadi merah sih, Zah? Si Guntur Petir itu bahkan gak ada nengokin kamu."
"Puput," tegur Hanum. Mereka kembali kompak menoleh ke arah Zizah yang saat ini raut wajahnya menurun, terlihat sedikit kesedihan di sana. Kemudian Hanum pun mendekat ke arah Zizah dan mengusap lembut bahunya. "Udah. Seenggaknya Guntur udah tanggung jawab. Bahkan tadi dia yang ngambil tandu dan bawa kamu ke sini. Abis itu dia mau beliin sup krim sama teh anget buat kamu."
"Bener tuh kata Hanum. Zizah jangan sedih gitu dong," ucap Syanara.
"Maafin aku ya, Zah. Aku gak maksud bikin kamu sedih," ucap Putri merasa bersalah. Zizah pun tersenyum merasakan kehangatan dan kepedulian para sahabatnya.
"Iya, gak apa-apa kok, Put."
Setelah makanan mereka habis dan membereskan sampah-sampahnya, Syanara dan Hanum ke kelas mereka untuk mengambil tas yang masih ketinggalan di sana, sekalian mengambilkan tas Putri dan Zizah. Kemudian, setelah Zizah merasa sudah tidak pusing lagi, mereka pun berniat pulang. Tapi, baru saja melewati ambang pintu, langkah mereka kompak berhenti karena melihat Guntur berdiri di depan pintu.
"Mau ngapain lagi lo?" tanya Putri.
Mendapat pertanyaan dari ketua genk perempuan-perempuan itu, Guntur menjadi ciut. Ah, padahal tadi ia sudah merasa berani menghadapi mereka.
"Hm ... itu ..." jeda Guntur sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Kemudian matanya mengarah ke Zizah, "... Gua minta maaf, Zah. Gua tadinya mau ngehindarin Yudha, eh bolanya malah kelempar. Lo mau maafin gua, kan?"
Perempuan-perempuan itu menganga tidak percaya. Apalagi Zizah yang sudah terdiam merasa semua yang ia lihat dan dengar hanya ilusi. Selama ini Zizah hanya mengagumi Guntur diam-diam. Mereka tidak pernah berinteraksi karena memang berbeda kelas dan eskul. Tapi, sore ini ... semuanya berubah. Bahkan Zizah tidak masalah harus pingsan dulu karena terkena bola, kalau endingnya akan seperti ini.
"Tergantung sih, Tur," ucap Syanara sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Mereka semua kompak menoleh ke arah Syanara.
"Gua minta maaf ke Zizah, bukan ke elo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kutub: Aku, Kamu, dan Kisah yang Belum Usai
Fiksi Remaja"Jadi misi kali ini aku kasih judul 'Bintang Kutub'." "Hah? Bintang kutub? Beruang kutub kali." "Astaghfirullah, Put. Masa babang ganteng disebut beruang kutub?" "Sssttt, gak usah berantem. Jadi, Ra, kenapa dinamain misi Bintang Kutub?" "Tadi aku ba...