16. Saksi Mata

137 34 5
                                    

Setelah terdiam berbaring tanpa melakukan apa-apa, Syanara menoleh ketika beberapa orang menghampirinya. Syanara pun bangun dari posisi tidur ke posisi duduk, kemudian mengambil kerudung instannya. Bagaimana pun ia takut ada lawan jenis yang menjenguknya.

Putri, Zizah, dan Hanum menatap Syanara tidak tega. Apalagi mengingat kecelakaan kemarin. Ibu Syanara tidak ikut bergabung, karena ingin sholat Dhuha di musollah Rumah Sakit, dan menitipkan Syanara kepada ketiga sahabatnya.

"Ra, sakit?" tanya Putri.

Syanara tersenyum dan menggeleng pelan. "Udah, nggak kok, Put."

"Oh ya, Ra, kita beli buah-buahan buat kamu. Nanti kamu makan, ya?" ucap Zizah sambil mengacungkan plastik transparan berisi beberapa jenis buah. Kemudian, ia menaruh plastik itu di atas meja di samping bed Syanara.

"Aku gak bisa lindungi kamu, Ra," ucap Putri pelan.

"Aku juga," ucap Zizah.

"Aku bahkan sempat marah sama kamu gara-gara berita itu," ucap Hanum.

"Gak apa-apa kok. Ini bukan salah kalian. Tapi, salah aku sendiri. Tapi, yang penting aku gak apa-apa."

Mata Putri menyendu kemudian memeluk Syanara, yang diikuti Zizah dan Hanum. Kemarin mereka terus menangis melihat Syanara yang masih tidak sadarkan diri. Mereka takut kehilangan Syanara. Tidak lama pelukan mereka pun terlepas.

"Oh ya, tadi kata Ibu, ada Pak Kepsek datang ke sini?" tanya Putri.

Raut wajah Syanara berubah murung yang ditangkap jelas oleh ketiga perempuan itu.

"Ra, apa yang mau kamu jelasin ke Kak Dafi kemarin? Terus kenapa Pak Kepsek tiba-tiba ngasih surat pengunduran diri buat kamu?" tanya Zizah.

Mulut Syanara jadi kelu. Ia bingung harus menjawab apa. Jika ia bercerita pada orang lain, ia akan dikeluarkan dari sekolah secara paksa dengan catatan hitam dari sekolahnya.

Hanum mengelus lembut lengan Syanara yang membuat Syanara tersadar dan menoleh pada ketiga sahabatnya.

"Cerita, Ra. Biar kita tau kebenarannya," ucap Hanum.

Baru saja Syanara membuka mulut bersiap untuk bercerita, pintu kembali terbuka. Guntur, Afif, dan Bara masuk menghampiri mereka.

"Assalamu'alaikum, yeorobun," salam Guntur ceria dan menghilangkan image cool yang orang tahu di sekolahnya.

"Sok Korea lo, Petir. Makan masih pake ikan asin juga," ucap Putri ngegas. Kemudian sadar ada Bara di belakangnya. Putri pun menepuk mulutnya. Di depan Bara, ia harus jaga perilaku. Jangan dikit-dikit ngegas.

"Wah, atheis lo, Put. Orang ngucapin salam, malah dibales ngeledek. Dosa lo, Put," balas ledek Guntur. Putri pun tidak tahan dan melayangkan kepalan tangan, tapi Guntur dengan cepat bersembunyi di balik punggung Bara. Yang ada saat ini Putri seperti melayangkan kepalan tangan pada Bara. Putri pun merasa malu kemudian menundukkan kepalanya dan kembali berbalik menghadap Syanara. Syanara, Zizah, dan Hanum yang melihat itu jadi menahan tawa.

"Wa'alaikumussalam," jawab Syanara, Zizah, dan Hanum, walau telat.

Guntur pun keluar dari tempat persembunyiannya, dan tersenyum manis pada Syanara, ah pada Zizah juga. Kemudian, Guntur mendelik ketika Putri menatapnya tajam secara diam-diam.

"Ck, ck. Lo sekarang bar-bar banget sih, Put. Siapa sih yang ngajarin? Sumpah kemaren lo serem banget. Seorang Dafian Salman ditinju sama Putriana Jasmin."

"Berisik lo!"

"Namanya juga master taekwondo, Tur," ucap Syanara.

"Hm, cewek harus bisa bela diri. Biar gak diinjek-injek harga dirinya sama cowok," kata Putri.

Bintang Kutub: Aku, Kamu, dan Kisah yang Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang