17. Pelaku Utama

150 37 0
                                    

Brak!

Pintu terbuka. Dua orang yang berada di dalam cukup terkejut. Dafi melangkah dengan tenang menghampiri mereka. Matanya tak lepas memandang salah satu orang di sana.

"Kamu tidak sopan sekali masuk ke ruangan saya, Dafi."

Dafi berdecih sinis, kemudian menatap wajah orang itu lagi.

"Dua kali. Dua kali Bapak tidak becus mengurus anak Bapak yang satu itu."

Orang itu—Pak Sadam—meneguk ludah. Kemudian membalas memandang Dafi dengan ekspresi menantang. Pak Fahri yang berada di sana diam memandang keduanya. Pak Fahri ada di ruang kepala sekolah karena ia dapat laporan dari Putri, Hanum, dan Zizah bahwa Syanara diberi surat pengunduran diri dari kepala sekolah. Pak Fahri ke sana untuk membicarakan agar Syanara tidak dikeluarkan.

"Apa maksud kamu?" tanya Pak Sadam.

"Apa perlu saya ingatkan kasus pembullyan setahun yang lalu?" balik tanya Dafi. Raut wajah Pak Sadam seperti tersudut. Pak Fahri masih menyimak. Ia juga jadi mengingat kasus itu, walau dengar-dengar akhirnya pelaku dan korban sudah berdamai. Korban memilih pindah sekolah, dan pelaku dibebaskan hukuman karena mengalami kecelakaan. Tapi, dengar-dengar kecelakaan itu direkayasa. Ah, kebenaran kasus itu masih simpang siur hingga kini, karena tidak ada saksi yang benar-benar melihat kejadian itu.

"Tau apa kamu tentang kasus itu?"

"Saya, Afif, Bara, dan Anel memang tidak melihat kejadian itu. Tapi, kami menyelidiki dan meminta keterangan korban. Dan, Bapak tau apa kesamaan kasus setahun yang lalu dengan kasus Syanara yang sekarang?" Dafi tersenyum sinis merasa senang melihat ekspresi Pak Sadam yang menahan emosi, "Bapak sama-sama mendatangi korban dan menyuruh menandatangani surat pengunduran diri."

Pak Fahri ternganga. Ia baru tahu bahwa korban pembullyan yang dulu sama seperti Syanara diberi surat pengunduran diri.

Brak! Pak Sadam menggebrak mejanya. Untung saja mejanya tidak terbuat dari kaca.

"Tau apa kamu? Kalau kamu tau semuanya, kenapa tidak bersaksi waktu dulu?"

"Bapak dan anak Bapak yang membuat drama. Tiba-tiba anak itu pindah sekolah dan sampai sekarang tidak ada yang tahu dia pindah kemana. Saat semua murid mulai menyalahkan Maya, Bapak membuat pengumuman bahwa Maya tidak bersalah, itu hanya sebuah kesalahpahaman. Kepindahan anak itu juga Bapak bilang bahwa dia merasa bersalah karena sudah menyebarkan fitnah bahwa Maya menulis materi ujian semester di kertas dan disembunyikan di kaus kakinya. Padahal Bapak tau faktanya bukan anak itu yang menyebarkan berita itu. Anak itu seperti Syanara, anggota Mading dan Jurnalistik. Saya juga baru tau dia menjadi ketua MJ untuk membalaskan dendam kepada saya."

"Dan, yang dikatakan Bapak dipercaya oleh semua orang di sekolah karena Maya masuk peringkat 3 besar seangkatan dan  di semua angkatan dari kelas 10 sampai kelas 12. Jadi, semua orang mengira bahwa anak itu yang berbohong. Kejeniusan Maya juga sudah tidak diragukan lagi. Dan, tentang kecelakaan itu, Maya sama sekali tidak terlibat kecelakaan. Itu hanya kebohongan kalian, agar Maya tidak diperiksa oleh pihak yayasan."

Pak Fahri tidak dapat berkata-kata. Terlalu terkejut mendengar semua yang dikatakan Dafi.

"Maya tau saya dan Afif tau semua kebohongan dia. Dia berusaha mengkambinghitamkan anggotanya dengan saya. Dia tidak peduli dengan nama baik Pak Dirga. Karena dia tau Pak Dirga sangat percaya pada Bapak."

Dada Pak Sadam terlihat naik-turun, masih menahan emosi. Kalau Dafi bukan anak kandung Pak Dirga, bisa dipastikan Pak Sadam akan memukul mulut muridnya itu. Tapi, karena berita yang ditulis anaknya itu, dia juga baru tahu bahwa Dafi adalah anak kandung dari pemilik yayasan.

Bintang Kutub: Aku, Kamu, dan Kisah yang Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang