9. Titik Terang

159 38 5
                                    

Di malam hari yang cerah dengan bulan purnama bulat sempurna menerangi langit yang gelap. Syanara baru saja bersiap untuk belajar, tapi tiba-tiba teringat pada buku yang ia pinjam dari Pak Fahri. Buku yang berjudul "Biografi Dirgantara Altezza". Syanara pun langsung mengambil buku itu dari tasnya.

Di sampul depan ada foto Dirgantara Altezza dengan quotes yang memang menginspirasi. Syanara mulai membuka buku itu dan membaca lembar per lembar. Dari buku itu Syanara dapat tahu bahwa Pak Dirga lahir di Balikpapan dan pindah ke Tangerang pada usia 10 tahun setelah kedua orangtuanya bercerai. Pak Dirga kecil pun harus ikut dengan Ibunya. Setelah lulus SMA, Pak Dirga mendaftar calon taruna Akmil, dan lolos di tahun itu juga.

Saat usia 27 tahun, Pak Dirga menikah dengan perempuan berdarah Sunda yang bernama Huzaimah Sakinah. Dari hasil pernikahannya itu, mereka dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Afif Fernaldi Altezza, dan 3 tahun kemudian dikaruniai anak perempuan yang diberi nama Afifah Rumaisha Altezza. Saat karirnya di militer sedang di atas angin, Pak Dirga memutuskan pensiun di usia 32 tahun. Karena sudah ada basic pebisnis dari keluar besarnya, ia pun mendirikan perusahaan yang berawal dari properti, kemudian merambah ke dunia pers dan TV, dan juga mendirikan yayasan Altezza yang terdiri dari sekolahan dan panti asuhan.

Selebihnya buku itu menceritakan perjuangan Pak Dirga dalam mendirikan dan mempertahankan perusahaannya selama ini hingga hasilnya perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan terbesar di Indonesia.

Jadi, pertanyaannya ... Dafi anak Pak Dirga dari istri yang mana? Apakah Pak Dirga punya istri lebih dari satu? Hm... sepertinya ini dugaan yang lebih masuk akal. Syanara pun semakin penasaran.

"Dek."

Syanara menoleh kaget karena tiba-tiba Syamil membuka pintu kamar dan memanggilnya.

"Apa?" tanya Syanara.

"Beliin martabak dong, Dek. Abang lagi ngerjain tugas. Mumpung Abang lagi libur kuliah, Abang mau ngerjain semua tugas yang numpuk ini. Ya, Ya, beliin ya?"

"Ih, udah malem. Rara takut beli martabak ke depan. Nanti kalau Rara diculik gimana?"

"Yaelah, siapa sih yang mau nyulik kamu?"

"Ih, Abang mah! Tadi kan baru abis makan."

"Buat persiapan, Ra. Tugas kuliah Abang banyak banget. Ya, ya, Ra? Abang upahin deh. Kamu mau sosis bakar? Nih, uangnya Abang tambahin buat kamu beli sosis bakar."

"Serius?"

"Iya. Nih, uangnya."

Syanara pun bangkit untuk mengambil uang yang Syamil beri, kemudian memakai kerudung instan dan setelah itu keluar dari kamarnya. Saat lewat ruang tengah, Syanara menggelengkan kepala melihat kertas, laptop, buku binder, dan segala macam berserakan di sana.

"Abah sama Ibu mana?"

"Kan, ada pengajian Bapak-bapak di masjid, ya Abah ke sanalah. Kalau Ibu sih udah tidur kayaknya."

"Oooh..."

"Oh ya, hati-hati naik sepedanya. Gak usah ngebut-ngebut. Bawa HP, biar nanti ada apa-apa di jalan kamu bisa langsung kabarin Abang."

"Iya, bawel."

"Ish, dibilanginnya."

"Hehehe... peace, Abang. Rara cinta damai."

"Udah, udah, sana!"

Syanara pun segera keluar rumah sambil menuntun sepedanya. Kemudian, ia pun mengendarai sepeda itu untuk membeli martabak yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Tidak ada 5 menit juga sampai. Hanya saja karena harus melewati kebun milik warga untuk mencapai jalan raya, Syanara yang agak penakut pun butuh kendaraan yang cepat agar saat kalau tiba-tiba ada suara-suara dari arah kebun, ia bisa langsung mengayuh sepedanya dengan cepat.

Bintang Kutub: Aku, Kamu, dan Kisah yang Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang