Sean Aratha tidak pernah mengira hidupnya akan berubah drastis dalam waktu singkat. Diawal saat ia diberitahu ayahnya bahwa mereka akan pindah ke sebuah tempat yang jauh dari kebisingan kota, Sean sudah pasrah.
Ia tidak punya pilihan selain ikut dengan ayahnya meski Sean terpaksa harus mengucap selamat tinggal pada zona nyamannya.
Pekan pertama hidup di kota kecil ini, Sean merasa hidupnya amat jauh dari kata normal. Bagaimana tidak? Hampir semua orang di kota ini terlihat sangat tidak modern, semuanya serba kaku, ditambah lagi Sean harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang dipenuhi oleh orang-orang aneh.
Tidak sampai disana, kepalanya semakin dibuat pening dengan kehadiran sosok anak perempuan yang selalu mencari masalah dengannya. Siapa lagi kalau bukan Kiara.
Berbicara mengenai gadis itu, terhitung sudah empat hari Sean tidak berinteraksi dengannya meski beberapa kali sempat berpapasan di koridor, toh mereka masih satu sekolah.
Rasanya ada yang aneh saat gadis itu tidak muncul dan membuat Sean marah dengan segala tingkahnya yang sangat menganggu —setidaknya menurut Sean sendiri.
"Sean?"
Oh, tolong tarik kembali kata-kata Sean, karena sekarang Kiara justru muncul secara tiba-tiba dan memanggil namanya. Rasanya Sean sangat ingin mengusir gadis itu dari tempatnya berada karena keberadaannya saja sudah cukup membuat Sean muak.
"Sudah kubilang aku tidak mau diganggu." Ucapnya berusaha mengingatkan Kiara mengenai pembicaraan mereka beberapa waktu yang lalu.
"Aku kemari bukan untuk menganggumu. Lagian juga salahmu sendiri yang datang kesini. Tempat ini milik ku, tau."
Pemuda itu tidak peduli dengan ocehan Kiara dari bawah sana sambil menunjuk sosok Sean yang sedang tidur diatas pohon.
"Kau ini cerewet sekali, ya?" Celetuknya bertanya. "Lagian, memangnya kau siapa sampai berani mengklaim tempat ini sebagai milikmu? Ini tempat umum, kalau kau lupa." Ucapnya tanpa melirik kearah Kiara.
Sean kira Kiara mengerti dengan ucapan sarkasnya karena tidak mendengar balasan apapun. Begitupula dengan langkah kaki yang tidak terdengar menjauh.
Si pemuda membuka matanya dan justru mendapati Kiara memasang posisi duduk di satu batang pohon yang sama dengannya.
Tunggu, sejak kapan gadis ini memanjat?!
Tentu saja Sean terperangah karena kehadiran Kiara disampingnya. Ditambah lagi gadis itu tersenyun saat menyerahkan sebuah kotak makan berwarna merah muda padanya.
"Uhm aku hanya ingin memberi mu ini."
Sean menatap Kiara bingung. Ia ingin menerima benda tersebut namun gengsi masih melambung tinggi dalam dirinya. Tidak mungkin kan, dia mengambil kotak bekal yang disodorkan Kiara kepadanya begitu saja sementara kemarin ia menolak Kiara untuk menjadi temannya secara cuma-cuma?
Hening menyelimuti keduanya hingga suara tawa Kiara meledak karena suara aneh yang berasal dari perut Sean tiba-tiba saja terdengar dan memecah suasana menjadi jenaka.
Sean tidak bisa menyembunyikan rasa malunya. Wajahnya memerah hingga ke telinga dan Kiara yang menyadari itu segera menggelengkan kepalanya.
"Astaga maafkan aku tidak bisa menahan tawaku. Aku tau kau sedang lapar, jadi....." Kiara membuka kotak bekal tersebut dan mengarahkan sesendok nasi lengkap dengan potongan sosis ke depan mulut Sean, bermaksud ingin menyuapinya. "Makanlah, sebelum nasinya menjadi dingin."
Sean tidak tau harus bereaksi seperti apa. Lagi-lagi gengsinya berbisik untuk menolak, namun aroma yang berasal dari kotak bekal dihadapannya sukses membuat perutnya tergoda. Akhirnya Sean tidak punya pilihan selain membuka mulutnya dan menerima beberapa suapan dari Kiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER SNOWMAN
Teen FictionAwalnya, Kiara mengira ia hanya akan menghabiskan sisa hidupnya di panti asuhan bersama Ochan dan anak-anak lainnya. Ternyata sore itu ia tidak sengaja bertemu dengan Sean, Si Manusia Salju yang membuat Kiara terlibat terlalu jauh kedalam lika-liku...