"Ayah tidak lihat bagaimana cara anak-anak itu menatapku tadi? Aku tidak suka ditempat ini ayah! Mereka semua aneh, aku mau pulang ke kota!"
Jam tidur siang Kiara terpaksa berakhir tepat saat teriakan seseorang yang berasal dari bawah pohon tempatnya sekarang menariknya dari alam mimpi. Dibawah sana terlihat seorang anak sedang marah-marah dengan benda yang ia genggam disamping telinganya— atau mungkin lebih tepatnya, marah dengan orang yang sedang berbicara dengannya diseberang sana melalui ponsel.
Kiara tidak peduli dengan benda persegi milik anak itu, yang jelas sekarang Kiara amat murka karena ketenangannya terganggu oleh suara pekikan anak itu. Kiara bukan marah karena terbangun dari tidur siangnya, melainkan karena gadis itu sangat tidak suka siapapun yang menganggu waktu bersantainya. Dan Kiara yakin seribu persen, semua orang akan setuju dengannya.
Gadis itu memang tipe orang penyuka ketenangan. Namun Kiara tidak hampir tidak pernah mendapatkan ketenangannya di panti asuhan yang penghuninya sangat jauh dari kata hening. Maka dari itu, Kiara senang mencari dan berkunjung ke tempat-tempat tertentu yang jauh dari keramaian seperti pohon di halaman belakang sekolahnya ini atau pohon di bukit yang kemarin agar terbebas dari kebisingan.
"AYAH!"
TUK
Sebuah mangga mendarat tepat di kepala anak itu. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Kiara yang dengan sengaja melemparkan buah yang dipetiknya langsung dari ranting disebelahnya.
"Apa yang kau lakukan?!" Teriak anak itu marah saat mendapati Kiara sebagai pelaku.
"Melemparimu dengan mangga?"
"Kau gila? Turun kemari dan minta maaf padaku sekarang juga!"
"Apa? Kenapa aku harus meminta maaf?" Kiara berucap malas. "Dengar ya, Tuan Tidak Tau Diri, harusnya yang meminta maaf duluan itu kau."
"Kenapa aku?"
"Karena kau yang duluan melempari kepalaku kemarin sore."
Kiara tersenyum penuh arti menyaksikan ekspresi terkejut dari korbannya. Matanya membulat lucu dan hal itu membuat Kiara gemas setengah mati. Kekehan samar keluar dari mulutnya, lalu, Kiara buru-buru memasang wajah datarnya.
"Jadi kau gadis yang kemarin?" Tanyanya dan dibalas angukkan oleh Kiara.
"Ck, dan kau selalu mengangguku dimana-mana."
Anak laki-laki itu beranjak pergi meninggalkan Kiara yang masih bersandar diatas pohon. Wajahnya terlihat sangat tidak bersahabat. Kiara buru-buru turun dari pohon.
"H-hei! Tunggu! Kau berutang maaf dan terimakasih padaku!"
Sementara sosok yang dikejar tidak memberi respon apapun. Kiara berlari menghampirinya dan menarik jaket abu-abu yang digunakan anak itu.
"Kau dengar aku tidak? Kau punya mulut dan bisa bicara, kan?!"
"Aku bicara padamu!"
Langkah anak itu tiba-tiba berhenti ditengah koridor yang sedang mereka lewati. Kiara yang mengejar tak jauh dibelakangnya sampai tidak sengaja menabrak punggungnya.
"Berhenti mengangguku."
Lagi-lagi ia menghentikan langkahnya. Kepalanya menoleh ketawa Kiara, mentapnya datar. "Satu hal lagi yang harus kau tau. Bahwa aku sangat tidak suka oranglain mengikuti ku.
"Tapi aku—"
"Privasi. Kau tau privasi kan? Kuharap kau mengerti maksudku." Ucapnya dingin lalu pergi begitu saja.
"Aku hanya ingin menjadi temanmu."
°°°
Kejadian itu sedikit banyak memengaruhi mood Kiara. Gadis itu terlihat sangat tidak bersemangat. Bahkan ketika Benji kembali ke kelas dengan beberapa makanan ringan ditangannya, Kiara tidak menaruh perhatian samasekali terhadap Benji.
Juga saat guru lain kembali mengisi jam pelajaran di kelasnya. Atau saat Benji mengajak Kiara bercanda seperti yang biasa mereka lakukan. Kiara memang bukan anak yang selalu ribut seperti Benji atau Ochan, namun ia juga tidak pernah setenang ini sebelumnya. Meski bukan yang pertama kali, Benji serta anak-anak kelas yang lainnya merasa janggal dengan Kiara.
Hingga semua jadwal pembelajaran hari itu selesai, Kiara masih tetap tidak peduli dengan segala yang terjadi di sekitarnya. Bahkan anak-anak lain dikelasnya sudah mengemasi barang mereka, namun Kiara masih bergeming di bangkunya. Hal itu tentu mengundang kerutan samar di dahi Benji.
"Kau baik-baik saja?" Tanyanya memastikan kondisi Kiara yang terlihat lesu.
Kiara hanya mengangguk sebagai balasan.
"Kiara, kau yakin? Wajahmu terlihat pucat. Lebih baik pulang bersama Ochan menggunakan bus, biar aku yang mengendarai sepedamu."
"Aku tidak apa-apa, Benji. Aku akan pulang sendiri, jadi tidak usah khawatir."
"Jangan membantah."
"Baiklah, terserah."
Kiara tidak punya pilihan selain menuruti permintaan Benji. Meskipun terkadang wataknya sangat menganggu dan senang membuat Kiara marah, Benji tetaplah sosok saudara yang peduli dengan dirinya. Bukan hanya Benji, semua penghuni panti pun seperti itu.
°°°
Jadi, disinilah ia sekarang. Berakhir tertidur dengan kepala yang bertumpu pada pundak Ochan didalam sebuah bus yang mereka tumpangi. Ochan tidak tau apa yang menyebabkan Kiara jadi lesu seperti ini, karena biasanya, gadis itu masih punya energi lebih untuk bermain dengan anak-anak panti ketika mereka pulang dari sekolah.
Ochan memperbaiki posisi kepala Kiara dipundaknya ketika bus sedikit berguncang karena barusaja melewati polisi tidur. Kiara mengernyit tidak nyaman, mata indahnya mengintip malu-malu dari celah rambut yang menutupi wajahnya.
"Tidur, lagi. Masih banyak waktu hingga kita sampai. Aku akan membangunkanmu nanti."
Adalah kalimat yang terucap dari mulut Ochan. Pun dengan tangannya yang bergerak halus mengelus pucuk kepala Kiara, bermaksud memberikan rasa nyaman agar Kiara dapat beristirahat di pundaknya.
Nyatanya hingga penumpang di bus itu hanya tersisa mereka berdua, Kiara tak kunjung membuka matanya. Ochan bahkan harus berkali-kali menempuk pipinya. Namun, tidak ada respon yang diberikan oleh Kiara.
Akhirnya Ochan harus dibuat repot dengan menggendong Kiara ketika mereka berdua sudah sampai di tujuan. Mulai dari menuruni bus hingga ke kamarnya, Kiara tetap enggan membuka mata meski gerakan yang ditimbulkan Ochan sebenarnya cukup menganggu.
Beruntung, ada Benji yang menunggui mereka berdua didepan pagar. Jadi Ochan bisa meminta tolong untuk membawakan tasnya juga milik Kiara.
"Dia pingsan?" Tanya Benji.
"Hush, sembarangan. Dia hanya kelelahan. Kurasa dia sedang memikirkan banyak tugas sekolah."
Benji menggeleng. "Tidak ada tugas yang memberatkan sama sekali, bahkan tadi kelas kami memiliki jam kosong nyaris hingga waktu makan siang."
"Benarkah?"
Benji mengangguk. "Guru yang mengajar sedang sakit."
Mendengar hal itu, Ochan reflek mengernyit. Hanya ada satu alasan yang terfikirkan dikepalanya melihat Kiara yang tertidur pulas. Satu kebiasaan yang dihafal Ochan diluar kepalanya adalah Kiara selalu banyak tidur jika sedang sedih.
Bahkan hingga nyaris tengah malam, Kiara belum juga membuka matanya. Ochan sempat panik namun berusaha untuk tetap tenang dan memilih menemani Kiara di sisi ranjang gadis itu. Ochan ingin memastikan keadaan saudarinya, namun hingga kantuk menjemputnya, Ochan terpaksa ikut jatuh terlelap.

KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER SNOWMAN
Genç KurguAwalnya, Kiara mengira ia hanya akan menghabiskan sisa hidupnya di panti asuhan bersama Ochan dan anak-anak lainnya. Ternyata sore itu ia tidak sengaja bertemu dengan Sean, Si Manusia Salju yang membuat Kiara terlibat terlalu jauh kedalam lika-liku...