L I M A

18 8 8
                                    

"Nggh....."

Deru nafas milik Kiara menyusup masuk ke telinga Ochan. Pemuda yang sedang tertidur dengan posisi duduk membungkuk kearah ranjang Kiara itu langsung menarik penuh kesadarannya saat menyadari suara-suara aneh itu berasal dari Kiara.

Hangat.

Itu yang dirasakan telapak tangan Ochan ketika menyentuh kening Kiara yang membentuk garis-garis kerutan. Wajahnya basah oleh keringat dan— air mata?

Ochan tidak tau mimpi buruk macam apa yang dialami Kiara sampai harus terlihat separah ini. Tangannya buru-buru menepuk pipi Kiara bermaksud ingin menyadarkannya.

"Kiara, bangun dulu.."

Tidak ada respon. Yang ada justru kerutan di dahi Kiara semakin dalam. Membuat Ochan juga semakin panik dibuatnya.

"Kiara bangun!"

Ochan relfeks berteriak. Tanpa sadar membangunkan sosok lain yang juga berbagi kamar dengan mereka berdua.  Benji turut dibuat panik melihat keadaan Kiara yang benar-benar tidak baik.

"Apa yang terjadi padanya?!"

Ochan menoleh, mendapati Benji dengan wajahnya tidak lagi menunjukkan tanda-tanda orang mengantuk. Kesadarannya teralih penuh pada Kiara.

"Aku tidak tau," Ochan menggeleng. "Bisa tolong ambilkan air hangat dan handuk?"

Tanpa menunggu perintah dua kali, Benji langsung melesat untuk  memenuhi permintaan Ochan. Benji kembali ke kamar tidak lama setelahnya, lengkap dengan wadah berisi air hangat dan handuk.

Ochan meraih handuk yang dibawakan Benji. Tangannya dengan telaten merendam handuk tersebut kedalam air hangat, memerasnya lalu segera ditempelkan pada kening Kiara.

Saat tangannya bersentuhan dengan kening Kiara, gadis itu tiba-tiba membuka mata, bangun terlonjak dan langsung duduk dengan nafas terengah. Ochan dan Benji pun sontak kaget dibuatnya.

"Jangan, tolong.."

"Kiara? H-hei, tenanglah, ada kami disini. Tidak akan ada yang menyakitimu. Aku—"

Kiara menggeleng ribut. "Tolong jangan tinggalkan aku!" Teriaknya panik.

"Lihat aku," Ucap Ochan sambil meraih kedua pipinya. Ada aku dan Beji disini. Tidak ada yang akan meninggalkanmu."

Kiara menggeleng sebagai balasan atas pernyataan Ochan. Mimpi buruk yang dialaminya membuat Kiara lelah. Tanpa aba-aba Kiara langsung menjatuhkan dirinya pada tubuh Ochan untuk dijadikan sebagai tumpuannya. Dia tidak sedang pingsan, melainkan sedang menyembunyikan tangisnya. Benji yang mengerti situasi memilih meninggalkan mereka berdua didalam kamar, membiarkan Kiara melepas semua emosinya pada Ochan.

Pemuda itu mendekap erat tubuh saudarinya. Ochan dapat merasakan irama nafas Kiara yang masih berat ia hembuskan, tersendat oleh tangisnya sendiri. Pun dengan gelengan Kiara saat Ochan berusaha mengangkat kepalanya.

Akhirnya Ochan hanya bisa pasrah membiarkan bagian depan kaosnya basah oleh air mata Kiara. Tanggannya juga tak tinggal diam, jari-jari itu turut mengelus punggung Kiara yang tertutup oleh rambut panjangnya.

"Jangan tinggalkan aku." Ucap Kiara dengan suaranya yang teredam di dada Ochan. Bahkan saat kesadarannya sudah terkumpul, Kiara masih tetap menggumamkan kalimat yang sama.

"Tidak akan," Ochan menghela nafas, menunggu Kiara mengangkat kepalanya. "Apa yang kau mimpikan, hm?"

Butuh beberapa menit bagi Kiara untuk menetralkan nafasnya yang masih tersengal. Baru setelahnya, ia berani menatap mata Ochan. "Aku. Pantai. Ayah. Ibu. Dan—"

SUMMER SNOWMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang