E N A M

20 9 3
                                        

Pagi menyambut seperti biasanya. Para penghuni panti kembali berkumpul di meja makan. Ada Jenggala yang bermanja ria pada Ochan, juga kehadiran sosok Kiara yang suasana hatinya sudah lebih baik.

Malam itu, tepat setelah Ochan memintanya untuk tidur kembali, Kiara langsung berbaring dan menutup matanya. Tak lupa pula dengan genggamannya pada telapak tangan besar milik Ochan.

Mereka menjalankan aktivitas seperti biasanya, sarapan bersama ditemani suara gaduh anak-anak panti yang berebut makanan. Juga Kiara yang mengantar Si Kembar pagi ini.

Kiara tetap bersekolah karena ia tidak ingin daftar hadirnya ternoda oleh satu-dua alpha. Ochan mengijinkan dengan syarat Benji harus mengawasinya seharian ini. Tentu bukan masalah bagi Benji mengingat mereka berdua berada di kelas yang sama.

Lalu ditengah jam pelajaran Kiara izin pergi ke toilet, tanpa Benji tentu saja. Memangnya apa yang akan ia lakukan di dalam toilet siswi jika ikut bersama Kiara? Toh, tugasnya adalah memastikan kondisi saudarinya itu selama di sekolah, bukannya mengikuti Kiara kemanapun gadis itu pergi. Benji bisa-bisa dicap sebagai siswa cabul kalau ia nekat mengikuti Kiara.

Namun langkahnya terhenti didepan toilet, tangannya juga belum sempat menggapai gagang pintu untuk ia tarik karena matanya menangkap sosok Ochan yang berjalan didepan seseorang. Kiara mengikuti rasa penasarannya. Didepan sana, ia dapat melihat dengan jelas Ochan sedang membicarakan sesuatu dengan— Si Anak baru yang kemarin mendadak jadi bintang sekolah mereka hanya karena berangkat menggunakan mobil.

"Kiara. Nama adikku adalah Kiara, orang yang kemarin sore kau tinggalkan begitu saja."

Sontak Kiara membulatkan matanya terkejut. Ia tidak mengerti mengapa Ochan mengikutsertakan namamya dalam pembicaraan mereka.

"Aku tidak mengenal siapapun yang bernama Kiara."

"Aku tidak peduli, yang jelas jika kau bertemu dengannya kuharap kau bisa menjaga sikap sombongmu itu agar adikku tidak perlu menangisimu semalaman karena mimpi buruknya."

Setelah berucap demikian, Ochan langsung berlalu meninggalkan lawan bicaranya yang terlihat clueless. "Mimpi buruk? Karena aku?" Tanyanya pada diri sendiri.

Anak itu berdiam diri ditempatnya cukup lama. Lalu akan segera melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu kalau saja suara seseorang belum sempat menginterupsinya.

"Tunggu, hei!"

Si pemuda berhenti melangkah. Mengedarkan pandangan mencari siapa sosok yang memanggilnya. Lalu Kiara muncul dari balik dinding diujung koridor menghampiri dirinya sambil berlari.

"Kau berbicara padaku?" Sean menunjuk dirinya sendiri.

Kiara mengangguk. Kedua tangannya bertumpu pada lutut sambil menetralkan nafasnya. Sementara Sean hanya berdiri dihadapannya dengan tatapan datar.

"Aku tidak tau kenapa Ochan marah padamu tapi jika itu karenaku, maka aku akan meminta maaf atas apa yang terjadi."

"Kau," Sean menjeda ucapannya. "Kau adik Ochan?"

"Benar, dan karena itu aku bersungguh-sungguh ingin meminta maaf. Ochan pasti sudah salah paham terhadapmu."

Sean merotasikan kedua bola matanya. "Kemarin kau melempari kepalaku dengan mangga dan sekarang kakak mu memarahi ku. Apa kalian berdua benar-benar senang mengganggu orang?"

"Bukan maksudku begitu, aku—"

"Sudahlah. Aku sudah tau apa yang kalian berdua inginkan. Kalian ingin mencari perhatian, kan?"

Kiara mengernyit tidak memahami kemana alur pembicaraan mereka. Sean juga terlihat tidak berminat untuk menjelaskan.

Anak laki-laki itu melipat kedua tangannya ke dada, lalu matanya melirik Kiara dari bawah keatas. "Ah, aku tahu. Kalian mencari perhatian karena ingin berteman denganku, lalu memanfaatkanku untuk mendapatkan uang ku, kan? Ck, dasar anak-anak kampung."

SUMMER SNOWMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang