Chapter 9

523 51 5
                                    

Beberapa kali Mean berusaha menemui Plan, tapi Weir mencegahnya. Alasannya, tentu saja bukan karena Weir membencinya, melainkan untuk melindungi Plan dari ibunya atau ancaman lainnya.

Selain itu, Mean belum menyelesaikan urusannya dengan ibunya. Itu karena belum ada bukti yang cukup untuk menggiring ibunya ke balik jeruji besi. Jadi, Mean harus bersabar dan mengandalkan para detektif andalannya ini.

Pada waktu yang sama, Mean tak pernah tahu bahwa Plan juga tengah mengandung anaknya. Rupanya, percintaan di pinggir kolam renang itu telah memberi mereka sebuah kenangan yang tak akan terlupakan. Weir sengaja tak memberitahu Mean saat mereka bertemu. Ia pikir lebih baik berita ini keluar dari mulut Plan dan bukan dirinya.

Setelah lima bulan, semua bukti yanh dikumpulkan Mean akhirnya berhasil dikirimkan ke polisi dengan nama anonim. Pada suatu pagi yang cerah, pada akhir Minggu, saat mereka selesai menikmati sarapan pagi, dua petugas datang membawa Ploy dan Mean berpura-pura kaget dan menanyakan ada apa. Petugas menjelaskan semuanya dan meminta Mean untuk ikut dengan mereka sebagai saksi.

Dalam keadaan seperti ini, Neena melancarkan siasat yang telah direncanakan dengan Mean. Ia mengajukan cerai kepada Mean dengan alasan malu memiliki keluarga bermasalah. Neena menyalahkan orang tuanya yang sudah menjodohkan dirinya dengan Mean dan kemudian meminta mereka untuk mengirim dia ke Jerman dan tinggal di sana untuk menghindari isu-isu yang pastinya akan merusak reputasi keluarganya.

Semuanya berjalan dengan baik. Ploy berhasil diamankna oleh polisi dan Neena juga sudah selesai urusannya dengan Mean. Mean tak segan berkunjung datang ke Pulau Kanarot dan bertemu dengan Weir dan menjelaskan semuanya.

Weir menganggukkan kepalanya. Tanpa Mean memberitahunya, ia sudah tahu yang terjadi di dalam keluarganya sebab ternyata Gong dan New adalah teman dirinya dulu ketika di sekolah.

"Jadi, bolehkah aku menemui Plan sekarang? Aku sangat merindukan dirinya. Ini sudah hampir tujuh bulan," mohon Mean kepada Weir.

"Aku tak menyembunyikan dirinya, Mean. Dia ada di taman belakang, menghabiskan waktunya dengan tanaman," sahut Weir sambil tersenyum dan memberi jalan kepada Mean untuk melewatinya.

"Terima kasih banyak," ujar Mean dengan nada yanh bahagia. Ia dengan cepat berjalan meninggalkan Weir setelah wai dan menuju taman di halaman belakanh dengan bantuan seorang pelayan yang sudah siap mengantarnya.

Pelayan berhenti tak jauh dari taman dan kemudian menunjuk pada Plan yang tengah memunggungi mereka. Mean berterima kasih kepada pelayan. Ia bergegas menuju Plan dan setelah dekat, ia langsung memeluk Plan dari belakang.

Keduanya kaget. Yang satu kaget karena seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang, tapi itu tak lama sebab ia kenal dengan baunya dan ia langsung menyunggingkan sebuah senyuman yang paling indah. Yang lainnya kaget sebab saat memeluk sang perempuan, ads tonjolan besar di perutnya sampai akhirnya sang perempuan berbalik dan ia paham yang tengah dialami sang perempuan itu.

"Anakku?" Mean tersenyum dan mengusap perut Plan.

"Anakku juga," sahut Plan dan memegang tangan Mean.

Mereka berpelukan lama.

"Aku sangat merindukanmu," bisik Mean.

"Aku juga. Maafkan aku. Pho tak mengizinkan aku pergi untuk menemuimu. Ia khawatir dengan keamanan dan kesehatanku," ujar Plan.

"Aku paham. Semuanya sudah selesai," ujar Mean lagi sambil mencium pucuk kepala Plan dengan lembut.

"Kau tak ingin ke Bangkok?" tanya Mean.

"Sebenarnya aku ingin ke makam ayah dan ibu, tapi mungkin nanti kalau sudah melahirkan. Kondisiku tak cukup baik untuk bepergian dengan kapal," ujar Plan menjelaskan.

Mereka berjalan dan duduk di bangku taman bersebelahan. Mereka berpegangan tangan dan saling menyunggingkan senyuman.

"Ayo kita menikah," sahut Mean sambil mencium tangan Plan lembut. Plan tersenyum dan ia menganggukkan kepalanya.

"Setelah menikah, bolehkah kita tinggal di sini? Aku tak mau kembali ke rumahmu. Aku punya banyak kenangan buruk di sana dan aku ingin membesarkan anakku dengan lingkungan yang baik," ujar Plan lagi sambil menunduk.

"Iya, aku paham. Aku akan menjual kediaman Phiravich dan membeli lahan lain, tapi aku juga tak mau merusak karya ayahmu, khususnya taman-taman yang ada di sekeliling rumah," sahut Mean menjelaskan.

"Kita bisa pindahkan ke tempat baru. Semuanya ada di sini dan di sini, Mean," sahut Plan lagi sambil menunjuk dada dan kepalanya. Mean menganggukkan kepalanya.

"Sekarang, kita ke kamar, na! Bukankah kau bilang kau merindukan diriku?"bisik Plan sambil tersenyum.

"Sangat," bisik Mean.

Mereka berjalan ke kamar dan setibanya di sana, mereka langsung berpelukan dan berciuman, melepas kerinduan. Mereka bercumbu cukup lama dan tak perlu waktu yang lama, bagi sang naga untuk ikut bahagia bersemayam nyaman di rumahnya dengan penuh kehangatan dan kelegaan.

"Aaah, aaah, nnnngh, Meaaan, pelan-pelan," rintih Plan. Mean menggoyang dirinya dengan penuh semangat. Ia khawatir bayinya akan ikut terguncang.

"Iya, oooo, aku sangat berusaha. Taoi, nnnngh, enaaak sekaliiii!" rintihan Mean dengan jelas terdengar. Ia masih menggoyang Plan namun dengan kecepatan yang berkurang.

"O, Plaaan, uuuungh, so gooood," desah Mean lagi dan setelah beberapa lama, akhirnya mereka mencapai puncaknya.

"Aku mencintaimu," bisik Mean.

"Uhm, aku juga," ujar Plan.

Mereka berciuman dan beristirahat. Mereka mengobrol cukup lama tentang banyak hal.

"Kau melakukannya dengan Antoine, bukan?" Mean menatapnya penasaran.

"Kau marah? Saat itu aku tak tahu siapa diriku. Jangan marah, na!" rajuk Plan.

"Aku marah. Tapi, aku juga paham dengan situasinya. Sudahlah!" ujar Mean lagi sambil mencium kening Plan.

"Maafkan aku," sahut Plan.

"Bukan salahmu. Ini salahku. Hukumanku karena membiarkan kau lepas dariku. Aku tak akan melakukannya lagi  tempatmu di sisiku, Plan. Ingat itu!" ujar Mean sambil mencolek ujung hidung Plan.

"Rak!" bisik Plan sambil tersenyum. Keduanya berciuman lagi dan mereka bercinta lagi.

***
Mean menikahi Plan. Mereka tinggal di Bangkok dan Pulau Kanarot pula. Plan melahirkan dua anak lelaki yang imut dan lucu, Dee dan Tee Phiravich. Setelah usia kedua anaknya lima tahub, Plan melahirkan lagi dua anak perempuan, Kot dan Krisan Phiravich.

Keluarga besar yang bahagia dan dipenuhi dengan cinta kasih. Mereka selalu bersama dalam suka dan duka.

Tamat

NEXT TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang