six

22.9K 2K 247
                                    






Tubuh mungil itu bergetar, kepalanya menuduk membuat surainya menutupi sebagian wajah cantiknya. Tangannya meremat kemejannya sendiri. Duduk di atas lantai dingin, cukup membuatnya kedinginan.

“Anak siapa?”

Pertanyaan Yuta yang entah sudah berapa kali dilontarkan kembali terdengar.

Renjun tak kuasa menjawab, duduk bersimpuh di tengah keluargannya yang menatapnya dengan berbagai ekspresi.

Winwin meneteskan air mata semntara Xiaojun membuang muka.

“Ku ulangi Nakamoto Renjun, anak siapa yang kembali kau kandung?”

“….maaf appa”

Hanya lirihan, Renjun tidak menangis. Sudah cukup air mata yang keluar karena menangisi dirinya yang kotor.

Sangat kotor.

“Aku tidak membutuhkan maaf mu”

Yuta bangkit dari sofa, sontak Winwin menahan lengannya. Laki-laki manis paruh baya itu mengusap pelan lengan sang teman hidup. “Biar aku yang berbicara”

Xiaojun memilih melangkah pergi, “aku akan pulang” pamitnya.

Yuta tak menjawab hingga Winwin melambaikan pelan telapak tangannya, biasanya Xiaojun akan memeluknya lalu mengucapkan salam perpisahan atau Winwin akan membungkuskan kue buatannya untuk Yangyang di rumah.

Tapi sekarang tidak, hanya lirihan “hati-hati” dari ibu 2 anak tersebut.

Sang kepala keluarga melangkah pergi,

“Kotor”

Deg !

Jantung Renjun berhenti berdetak, seluruh sarafnya seolah berhenti. Ia bahkan lupa cara untuk bernafas. Kepalanya menoleh pelan, menatap Yuta yang sudah berada di lantai 2, membanting pintu kamarnya kencang.

Renjun pernah berjanji pada Yangyang yang kini menjadi kakak iparnya, tidak akan menangis karena masalah kehidupannya.

Mulutnya bergetar merapal kata ‘jangan’ hingga tangannya menangkup mulutnya sendiri.

Matanya memanas, tapi ia tahan. Sungguh ia tahan,

“Jangan menangis”

Tes!

Namun Renjun melanggar janjinya kini.
Winwin duduk bersimpuh, memeluk pundak sempit anaknya. Membisikan kata penenang sementara dirinya sendiri sudah tersedu-sedu.


*****

Seorang pemuda dengan setelan jas kantor duduk di depan ruang rawat. Dirinya mencoba mengambil nafas, lantara terlalu panik saat sang adik yang baru tiba di kantornya tiba-tiba pingsan.

Belum lagi wajahnya yang pucat membuatnya sempat menyalah diri sendiri karena tak becus mengurusi adik manjanya.

Xiaojun langsung berdiri saat dokter keluar dari ruangan Renjun, berbeda dengan ekspresi khawatirnya dokter itu justru tersenyum.

“Adikmu tidak apa-apa, kandungannya juga sehat. Ia perlu makan tepat waktu dan minum vitamin”

Saat itu Xioajun sadar, bendera yang pernah dikibarkan tidak akan turun dengan mudah.

*****

“Tidurlah, kau bisa bercerita saat keadaanmu sudah tenang”

Winwin menyelimuti Renjun, namun saat sang ibu hendak pergi Renjun menahannya. Tangan kurus itu bergetar.

“Tetap di sini ma..”

[✔] Thysia 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang