Tsundere—JKT 48
***
Salsa adalah orang yang pada dasarnya keras kepala, sama seperti mami dan papinya. Sehingga perdebatan pagi tadi menjadi bagian pembuka hari ini. Adrian bersikukuh untuknya agar tidak pergi ke sekolah mengingat kondisi fisiknya belum membaik, tapi karena ia adalah fotokopian papinya, ia dengan spontan menolak dan bersikukuh untuk tetap berangkat.
Sandra bisa saja masih menyebarkan gosip-gosip di luar kendalinya. Jika ia tidak masuk hari ini, tidak bisa ia bayangkan tentang nasib pandangan orang terhadapnya.
Bel sudah berbunyi beberapa saat yang lalu. Kini guru seni budaya sudah berada di depan kelas untuk memulai pembelajaran. Wanita itu berdiri di depan kelas dengan membawa dua papper bag di tangannya.
“Peringkat tertinggi cewek semester lalu siapa?” Bu Gustin bertanya, yang kemudian membuat Rika mengangkat tangan. “Maju,” perintahnya, “dan peringkat tertinggi cowok, silakan maju juga.”
Rafael berdiri. Ia maju ke depan kelas dan berdiri berjajar dengan Rika.
“Silakan suit dulu.” Bu Gustin kembali memberi arahan.
Rafael dan Rika berhadapan. Keduanya melakukan suit seperti yang diminta. Rafael menggunakan kertas, sedang Rika menggunakan gunting. Suit ini dimenangkan Rika.
“Panen buah pakai galah, wanita tak pernah salah.” Dika yang berceletuk secara tiba-tiba lantas mengundang tawa orang-orang sekelas.
“Kembar ini ada-ada aja.” Bu Gustin adalah tipikal orang yang santai serta cara mengajarnya seru, sehingga tak pernah ada canggung di kelas. Tentu saja hal ini membuatnya menjadi salah satu guru favorit seangkatan. “Oke Rafael, karena Rika menang, kamu boleh duduk.”
Setelah Rafael kembali ke tempat duduknya, Bu Gustin melanjutkan, “Tugas hari ini adalah melukis. Saya tau sebenarnya bab melukisnya khusus. Cuma, karena saya tau kemampuan kalian terbatas, saya kasih keringanan untuk melukis bebas. Maka dari itu, hari ini saya pengen ngebuat kelompok. Satu kelas terdiri dari dua anggota. Karena jumlah perempuan dan laki-laki di sini sama, maka tiap kelompok akan terdiri dari satu cowok dan satu cewek supaya adil.
“Dua papper bag yang saya bawa ini sebenarnya berisi nama-nama kalian. Yang warna abu-abu ini punya cowok, yang warna merah ini punya cewek. Karena kebetulan Rika tadi menang, maka yang warna merah ini akan saya simpan. Jadi buat cewek-cewek, ini adalah kesempatan kalian buat ngambil nama-nama cowok yang ada di dalam sini. Sedangkan buat cowok, kalian pasrah aja dipilih. Sampai sini paham?”
“Paham.”
Jawaban serentak murid-muridnya membuat Bu Gustin tersenyum. Wanita muda itu lanjut berkata, “Okay, kalau gitu silakan cewek-cewek berdiri. Kalian ambil satu nama di papper bag ini. Jangan langsung dibuka dulu, ya.”
Semua siswi segera beranjak ke depan kelas untuk mengambil kertas berisi nama. Salsa adalah salah satu dari mereka yang harap-harap cemas dengan siapa ia akan satu tim.
“Silakan dibuka gulungan kertasnya.” Bu Gustin kembali bersuara.
Pelan, Salsa membuka gulungan kertas yang baru saja diambilnya. Pada kertas tertulis dengan jelas: Rafael. Seketika, ia merasa lemas. Kenapa takdir selalu membawanya untuk bersama dengan pemuda ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIEMPO (revisi)
Teen FictionHanya karena permintaan Salsa kepada Rafael supaya menjadi pacar, membuat mereka harus terjebak dalam hubungan yang rumit. Ketika semua orang terpesona dengan senyuman menawan Salsa, Rafael sama sekali tidak tertarik. ©10 Juli 2019 [SEDANG REVISI]