Beach Bunny—Prom Queen
***
Seperti halnya kata Fifi, Salsa pada dasarnya memang mencari masalah. Sakit hati yang ia rasakan sekarang juga karena perbuatannya sendiri. Orang-orang tentu pantas menyebutnya bodoh dan aneh.
Cinta itu buta. Salsa semakin yakin dengan pernyataan itu. Di luar sana ada banyak laki-laki yang lebih baik dibanding Rafael, tapi tetap saja perhatiannya hanya tertuju pada pemuda itu. Peristiwa satu tahun lalu saat seorang yang biasanya hanya diam muncul di ruang kelas tak berpenghuni—tempat ia ingin mengakhiri diri—menjadi penyebab paling menonjol mengapa Salsa tak ingin melepas Rafael.
Kembali pada masa kini, Salsa kali ini tengah berada di mobil Rafael. Terjebak macet adalah hal lumrah, mengingat sore hari seperti ini adalah jadwal muda mudi menghabiskan waktu, sedang kendaraan mereka adalah roda empat yang tidak bisa menerobos keramaian kendaraan.
Mungkin jika alasan mereka diam adalah karena memang nyaman dan menikmati waktu masing-masing, Salsa tidak akan masalah terjebak berdua bersama Rafael sekarang. Hanya saja, diam mereka kali ini terjadi akibat rasa canggung. Perintah Wilona untuk keduanya pulang bersama ternyata malah berbuah seperti sekarang ini.
Air muka kesal muncul tanpa tedeng aling-aling di wajah Rafael. Pemuda itu bahkan meluapkan kekesalannya pada kendaraan lain dengan lebih sering memencet klakson. Fakta bahwa Wilona memilih untuk pulang bersama pacarnya tentu saja membuat Rafael cemburu.
Tak tahan dengan situasi yang kini tengah ia hadapi, Salsa mencoba untuk memberanikan diri. Menarik napas dalam-dalam, secara ragu ia bertanya, “Lo tau Raf siapa pacar Wilona?”
Kendaraan mulai lengang, macet mulai terurai secara perlahan. Rafael lantas menoleh ke arahnya. “Kenapa nanya?”
“Ya nggak.” Salsa bingung cara mendeskripsikan apa yang melintas di benaknya. “Orang yang terang-terangan suka sama Wilona banyak, termasuk lo juga, kan? Gue cuman penasaran aja siapa yang beruntung dapetin dia.”
Urat di sekitar leher Rafael tercetak dengan jelas. Pemuda itu tengah menahan emosi akibat pertanyaannya barusan. “Wilona masih kekeh nggak mau ngasih tau gue.” Suaranya tak bernada, terkesan sangat datar.
“Oh gitu.” Salsa menjawab canggung. “Tapi ngeliat gerak-gerik dia barusan, kayanya anak sekolah kita juga, deh. Dia bilang mau nemuin ayangnya kan tadi? Abis tuh dia masuk ke sekolah lagi.” Ia mencoba untuk memaksakan obrolan.
Rafael diam mencerna kata-katanya. “Mungkin,” jawabnya setelah beberapa saat.
Obrolan mereka berhenti di sana. Selama sisa perjalanan, tidak ada kata-kata yang terlontar. Rafael yang memilih fokus pada jalanan yang mulai menjadi ramai lancar, membuat Salsa berhenti memaksakan obrolan. Ia mengambil ponselnya dan mulai membalas beberapa pesan singkat yang masuk.
Tak butuh waktu lama untuk keduanya sampai di tujuan. Salsa segera turun dari mobil. “Mau mampir dulu?” Ia menawari.
Tak ada jawaban dari Rafael. Pemuda itu sudah bersiap untuk melajukan mobilnya meninggalkan area perumahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIEMPO (revisi)
Genç KurguHanya karena permintaan Salsa kepada Rafael supaya menjadi pacar, membuat mereka harus terjebak dalam hubungan yang rumit. Ketika semua orang terpesona dengan senyuman menawan Salsa, Rafael sama sekali tidak tertarik. ©10 Juli 2019 [SEDANG REVISI]