1. Friends

665 81 6
                                    

Annie Marie—FRIENDS

***

Bel masuk sekolah masih akan berbunyi dalam jangka waktu yang cukup lama. Atas dasar hal tersebut, Salsa mengetahui jika Rafael tidak mungkin sudah ada di kelas. Kemungkinan besar pemuda itu akan berada di gedung olahraga bersama teman-temannya untuk menghabiskan waktu selagi masih pagi.

Benar saja, tepat ketika ia memasuki gedung, matanya langsung menangkap hingar bingar murid-murid dari kelas 10 hingga kelas 12. Gedung olahraga sendiri sebenarnya tidak selalu dikunci, sehingga murid bebas keluar masuk area ini. Apalagi, klub voli, sepak bola, serta basket memang sudah aktif sedari dulu sehingga sejak gerbang depan di buka, murid-murid yang memang pada dasarnya menyukai permainan bola besar tersebut, akan langsung menuju gedung olahraga bahkan hanya sekadar untuk duduk dan mengobrol.

Kembali pada situasi sekarang, Salsa menemukan sosok yang ia cari; Rafael. Sudah pasti pemuda itu berada di sini, mengingat ‘pacarnya’ berstatus sebagai kapten tim basket.

Mendapati sosok Rafael tengah berkumpul bersama timnya, Salsa langsung berjalan mendekat. Belum sempat ia menyapa, sosok Dika dan Diki—kembar kocak yang berstatus teman dekat Rafael—langsung menyadari keberadaannya dan menyapa.

“Keranjang kuning isinya benih. Widih, jadian beneran, nih.” Dika menyapa terlebih dahulu. Jangan terlalu kaget dengan pantun yang pemuda itu lontarkan. Hal itu memang sudah menjadi kebiasaannya serta Diki, mirip Jarjit dalam serial kartun Upin Ipin.

“Pak Rahmat naik odong-odong. Pajak jadiannya dong.” Kini giliran Diki yang ikut menyapanya. Pemuda itu cengengesan, seolah permintaannya tersebut memang harus dituruti.

Salsa menggeleng pelan seraya membagikan bungkusan roti yang memang sudah ia  rencanakan untuk dibagikan pada mereka. Dika, Diki, serta Titan langsung menyerbu roti yang dibagikan.

“Jadian langsung syukuran aja lo.” Titan bertanya seraya mengunyah roti yang baru saja diterimanya. Pemuda itu tertawa renyah. Jangan tanya mengapa namanya Titan, karena ia sendiri tampaknya lelah dengan pertanyaan yang biasanya dilontarkan orang yang baru bertemu dengannya.

“Bukan syukuran, sih. Emang kebetulan di rumah lagi ada banyak roti aja.” Salsa menjawab. Ia curi pandang ke arah Rafael yang kini duduk di tribun dengan memainkan bola basket di tangannya. Melirik ke arah Titan, lawan bicaranya tersebut langsung memberinya isyarat untuk mendekat.

Teman-teman terdekatnya memang mengetahui jika ia sudah mengejar perhatian Rafael sejak lama dan bahkan telah mengalami penolakan. Sehingga tak heran apabila kini mereka mendukungnya.

Tak menyia-nyiakan waktu, Salsa segera mendekati Rafael dan mengambil posisi di sebelahnya. “Mau roti?” Ia menyodorkan roti yang ia bawa pada pemuda itu.

Yang ditanyai kemudian menoleh. Ia menggeleng. Seraya memainkan bola basketnya, Rafael langsung bertanya to the point, “Kenapa lo nyebar berita kita pacaran?” Mata pemuda itu terarah kepadanya.

Karena roti yang disodorkannya ditolak, Salsa memasukkan kembali rotinya pada papper bag. Ia memainkan kakinya yang ada di lantai gedung olahraga. “Gue nggak niat nyebar kaya gini, sih. Gue cuma ngasih tau ke temen-temen aja. Tapi beneran gue nggak nyangka kalo bakalan nyebar seluas ini.”

Berita ia jadian dengan Rafael memang menyebar sangat cepat dalam durasi yang bahkan belum ada 24 jam. Entah darimana, Sandra—si biang gosip sekolah—bisa dengan mudah mendapatkan berita tersebut. Keahlian gadis itu dalam menerima dan menyebar berita memang terlewat ulung, sehingga hal sekecil apapun yang ada di sekolah seakan sulit untuk menjadi konsumsi pribadi.

Mendengar jawaban yang diberikannya, Rafael berdecak pelan. Tampaknya pemuda itu kesal dengan hal yang kini tengah berlangsung.

Salsa yang menyadari apabila percakapan selanjutnya tak akan semudah yang mulanya ia bayangkan, memilih untuk diam. Setidaknya, pagi ini ia tidak ingin membuat suasana hati Rafael menjadi lebih buruk lagi.

***

“Lo beneran jadian sama Rafael, tapi perasaan dia ke lo nggak beneran?” Fifi melemparkan tanya ketika Salsa selesai curhat panjang lebar mengenai hubungan yang tengah ia jalin. Jangan terkejut tentang sifat Fifi, karena mulut sahabatnya itu benar-benar lebih kejam daripada hukum negara. “Salut gue sama lo karena masalah dibuat sendiri.”

“Fiiii.” Nila, salah satu teman dekatnya yang lain, lantas menegur. Gadis itu menggeleng pelan seraya berkata, “Jangan gitu, deh.” Ia memang tipikal orang yang dewasa serta bertanggung jawab, bahkan ketika pendaftaran OSIS tahun lalu saja, ia sudah ditawari untuk masuk anggota inti.

“Gue bicara fakta.” Fifi yang memang pada dasarnya tidak mau mengalah, tentu saja memprotes. “Kaya nggak ada cowok di dunia ini selain Rafael.”

“Kaya nggak ada cowok di dunia ini selain fiksi.” Rika menyahuti kalimat Fifi barusan. Peringkat gadis ini di kelas selalu antara nomor satu dan dua, sehingga bisa dibilang otaknya paling rasional dibanding ketiganya.

“Coba deh lo baca novelnya Tere Liye yang serial bumi. Udah pasti jatuh cinta sama Ali, deh. Orang yang otaknya logika doang mana paham yang dirasain orang.” Fifi yang tak terima lantas menjawab. Gadis itu cemberut seraya melanjutkan kegiatan makannya.

Nila menggeleng pelan dengan obrolan kedua orang tersebut. Mencoba mengabaikan mereka, ia kembali fokus pada obrolan mereka tentang Rafael. “Jadi, lo mau hubungan kalian kaya gimana ke depannya?”

Salsa terdiam sejenak, memikirkan pertanyaan Nila yang memang sudah mengganjal sejak hubungannya dengan Rafael dimulai. Tidak mungkin apabila hubungan mereka selamanya harus sepihak seperti ini. Ia tidak tahu batas kuatnya menerima kenyataan bahwa orang yang ia suka jatuh hati terhadap orang lain.

“Gue pengen merjuangin ini lagi, Nil. Ya walaupun mustahil, sih. Yang pasti nggak selamanya juga.” Suaranya pelan. “Mungkin kalo gue udah nemu orang yang tepat, gue bakalan beralih beneran.”

Nila mengangguk mengerti. “Ya keputusan kan ada di tangan lo. Terserah mau lanjut atau nggak. Lagian kemarin lo ngajak jadian Rafael udah di atas pertimbangan lo bakal sakit hati. Jadi, gue rasanya nggak perlu kasih lo paham konsekuensi apa yang lo peroleh.”

Salsa mengembuskan napas berat. Kisah cinta rumit ini ia sendiri yang membuatnya, sehingga apabila ia sakit hati, bisa dikatakan adalah perbuatannya sendiri. “Seenggaknya gue bisa ngehibur diri kalo ada apa-apa pake kalimat ‘Salsa pada akhirnya punya pacar’,” jawabnya.

***

hi, apa kabar? sehat semua, kan? saya harap begitu. jangan lupa tinggalkan jejak, ya.

terima kasih,

salam,

penulisaksara

Mars, 9 Mei 2020

Revisi: Mars, 25 Juni 2023

Instagram: pnlsalsra

TIEMPO (revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang