Kayla tidak pernah menyangka bahwa kejadian memalukan di basement kala itu akan menjadi kisah awal pertemuannya dengan seorang presiden direktur dari keluarga terpandang, Amir Malik Elfathan. Disaat rasa tertarik mulai tumbuh karena pertemuan yang b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Aku ingin menjadi cangkang untuk melindungi mutiaranya.”
—Amir Malik Elfathan
***
"Aku menunggunya dan akan setia menunggunya."
Perkataannya seperti ujung tombak yang tertancap tajam di ulu hatiku, menusuknya lebih dalam sampai rasa sakitnya terasa luar biasa. Akan setia menunggunya? Menunggu tunangannya?
Seluruh organ tubuhku seakan tak berfungsi, menatapnya dengan perasaan yang nyaris hancur lebur. Untuk apa dirinya menikahiku? Untuk apa dirinya bersikap menjadi suami yang terlihat menginginkanku jika pada kenyataannya dia masih menunggu tunangannya itu? Dia ingin mempermainkan pernikahan ini? Mempermainkan hatiku? Atau dia memang ingin menghancurkan hidupku?
Setelah dengan bangganya aku puja, menganggapnya pondasi kekuatanku, lalu aku mendapatkan kejutan ini? Kejutan yang kian menyakitkan.
Beriringan dengan perihnya mata yang mulai muncul, suara pecahan sesuatu dari arah luar membuatku menjerit pelan tanpa sadar. Akan kutahan tangis sekuat mungkin, akan kutahan sesaknya dada ini meski sejujurnya berat sekali.
Tiba-tiba saja jemari kekarnya menangkup rahangku, menyuruhku mendongak menatapnya. Aku mengatupkan bibir rapat-rapat, rasa sesaknya semakin menjadi-jadi.
"Aku menunggunya dan akan setia menunggunya." Kalimat itu diulang kembali, yang berhasil membuat dadaku berdentum kesekian kalinya. "Namun itu berakhir. Kesetiaanku justru dibalas pengkhianatan olehnya."
Alisku langsung bertautan, mencerna perkataannya begitu lama meski sejujurnya itu sudah cukup jelas untuk dipahami.
"Dia menjalin hubungan asmara dengan lelaki lain di sana, menyembunyikan alasan mengundur pernikahan di balik perselingkuhannya."
Perasaan lega menerpa kian sempurna. Aku benar-benar ingin menertawakan diriku sendiri yang telah menilainya buruk lebih dulu. Bahkan aku pun ingin memukul dadanya berulang kali dengan sangat keras, jago sekali membuat hatiku seperti menaiki roller coaster.
"Delapan bulan setelahnya, aku bertemu seorang gadis. Namanya Kayla Nisrina Humaira. Dan aku memilihnya.
Tidak bisa kutahan lagi, bibirku tertarik mencetak senyuman dengan perasaan bahagia yang tak bisa dijabarkan. Rasa kalut telah terganti dengan kelegaan. Rasa penasaranku terjawab dengan indah meski harus dilalui fase menegangkan beberapa menit lalu.
Seusai melepas jemarinya di rahangku, matanya menengok sebuah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Jam sepuluh lebih dua puluh tiga menit. Bersih-bersih diri lalu tidur, besok ingin masuk kamar mandi lebih awal 'kan?"
Aku mengangguk dengan senyuman yang masih belum sirna. Kurasa dia lupa pada pertanyaannya yang menuntut jawabanku.
"Mendengar jawabanmu aku tunda besok. Prepare yourself, okay?"