Gue terbangun di kamar dengan tembok berwarna biru dan beberapa peralatan kesehatan lengkap dengan jas laboratorium yang menggantung di pojokan kamar. Gue mencoba untuk berdiri tetapi gue sangat lemas dan harus berpegangan pada salah satu meja yang terdapat alat-alat bedah berwarna silver.
Tiba-tiba datang perempuan dari balik pintu yang seakan-akan tau kalau gue sudah bangun sambil membawa segelas the hangat.
"Lii.... Lintang?!" kaget gue
"Hai Yan, lama tidak bertemu," balasnya dengan senyuman,
"Gue gak mimpikan?" tanya gue yang masih berusaha untuk berdiri,
"Engga kok, ini gue beneran," katanya sambil menaruh gelas tersebut di lemari kecil sebelah kasur dan menuntun gue balik ke kasur. "Lin makasih ya," ujar gue pelan, Lintang langsung menghela nafas, "Iya Yan, kita masih temankan?"
"Teman? Kita sahabat Lin," jawab gue.
Setelah mendengar jawaban gue muka dia langsung kaget tiba-tiba. "udah, minum obat dulu, luka lu belum terlalu kering," suruhnya, sepertinya dia mengalihkan pembicaraan.
"Emang gue udah tidur berapa jam?" tanya gue
"sekitar 7 jam,"
Gue terdiam, dan begitupun dia. Keadaan canggung seperti pertama kali bertemu, gue bingung harus mulai dari mana dulu. Setelah gue melihat-lihat ke gambar-gambar yang ada di dinding . Gue berusaha berdiri dan berjalan ke gambar tersebut, dia sempat menahan gue tetapi gue tepis, dan tetap berjalan. Gue mengambil gambar dari telapak tangan kita berdua yang di gambar menggunakan spidol yang sudah berdebu.
"Lin, ini apa?" pura-pura gak tau, terus gue usap debunya, muka lintang langsung memerah. "Ih Ryaan, balikin," tolak dia. Gue hanya memeletkan lidah untuk meledek dia.
"R dan L? siapa ini Lin?" tanya gue sambil ketawa-ketawa
"Ryan udah laa ih.." katanya
"Emang kenapa?" tanya gue yang masih ketawa-tawa,
Dia berdiri dan langsung menghampiri gue, "udah gak, atau mau gue cubit," ancam dia. "Dih ngancem." Tanpa basa-basi gue langsung memeluk dia.
"Makasih ya Lintang, lu masih nyimpen salah satu kenangan kita dulu, meskipun kita gak pacaran tapi elu tetep sahabat gue Lin." Lintang terdiam dan tidak menjawab sepatah katapun, gue melepas pelukan dan lintang menunduk sambil menangis.
"Eh kok nangis? Gue salah kata ya? Lintang maafff," ujar gue sambil mengelap air matanya. Dia melihat gue dengan mata yang masih berkaca-kaca dan memeluk gue kembali, gue terkaget, pada akhirnya gue memeluk dia balik,
"Maafin gue Yan, gue udah ninggalin lu, maafin gue kalau dulu bikin lu kecewa sama gue, maafin gue Ryaannn,"
"Hey... udah gapapa, jangan dipikirin, yang penting kita bisa ketemu lagi," kata gue sambil melepas pelukannya dan mengelap air matanya.
"Mamah lu mana Lin? Gue mau ketemu donk, udah lama banget gak ketemu."
"Hmm, gak tau. Mamah gue soalnya ikut penyuntikan vaksin di pusat kota," jawabnya
"SAMA DONG! Orang tua gue dan yang lain juga ada di sana," jelas gue,
"Yang lain? Maksudnya?" dia tampak kebingungan,
"Shit, gue keceplosan lagi," ujar gue dalam hati,
"Hey jawab, kok bengong aja,"
"Hmm, oke lah gue jujur aja," ujar gue dalam hati,
"Iya gue, Mira, Dian, Arkan, Tria, Sulton selamat"
Lintang kaget sampai menutup mulutnya, matanya yang berkaca-kaca lalu ekspresi yang sangat senang, udah lama gue gak ngeliat ekspresi Lintang sebahagia itu sejak pertama kalinya gue ngasih jepitan rambut itu. Gila, 7 tahun yang lalu gue ngeliat dia sebahagia itu, dan itu terjadi lagi.
YOU ARE READING
The Last Of Us - Chapter 2 [COMPLETED]
مغامرةRyan yang memutuskan untuk melakukan perjalanan sendiri tanpa teman-temannya. Ia memiliki tujuan sendiri yaitu mencari orang tuanya dan orang tua teman-temannya yang lain, yang pergi ke pemerintahan, dan jugadia memutuskan untuk hidup sendiri di rum...