Done

2 0 0
                                    

Gue menghampiri sumber suara tersebut. Kita berdua berjalan pelan dan sangat memperhatikan setiap langkah. Lintang menggenggam tangan gue sangat erat. "Ryan takut," katanya,

"Ssshh,"

Gue memegang gagang pintu itu, membukanya secara perlahan. Ringikan dari engsel pintu yang sudah berkarat menggema ke seluruh ruangan. Setelah pintu terbuka lebar, kita berdua langsung menyinari seluruh ruangan dan tidak ada siapa-siapa.

*Ngeeeekk* tiba-tiba salah satu bangku bergerak dengan sendirinya.

"RYAN!" teriak Lintang sambil memejamkan matanya.

Jantung gue berdebar dengan cepat. Gue menenangkan Lintang yang masih menggenggam erat jaket gue. Kita berdua berjalan sangat pelan menghampiri bangku tersebut. Tidak ada suara apapun kecuali langkah kaki kita berdua.

*Ciitt ciiit ciittt*

Seekor tikus yang besar muncul dari bawah meja, berlari ke arah pintu keluar.

"AAaaagghhhh!!!!" teriak Lintang dan memeluk gue dari samping sambil memejamkan matanya. Gue terdiam tidak bisa gerak karena pelukannya.

"Hey, tikus doang itu," ujar gue meskipun jantung gue masih berdebar sangat kencang,

"GAAK! GELI-GELI!" katanya yang masih memeluk gue dan memejamkan mata,

"Udah keluar Lintang,"

"Bohong!"

"Yaudah terserah,"

Dia membuka matanya perlahan dan merenggangkan pelukannya. Gue melihat dengan jelas mukanya yang ketakutan dan keringatnya yang bercucuran ke seluruh mukanya padahal udara di ruangan ini dingin. Mukanya tiba-tiba memerah. Gue tertawa karena ekspresinya.

"Iih Ryan!"

*Plak* dia menampar bahu gue.

"Kenapaa?" tanya gue kebingungan,

"Malu tau," suaranya memelan dan langsung membuang mukanya,

Karena gue gemas dengan sikapnya, gue membalikan senter ke bawah muka gue. Jadi ketika Lintang berbalik ke arah gue, gue udah masang wajah seram untuk menakuti-nakutinya.

"Lintaaaaaaangggg," bisik gue sambil meniupi rambut belakangnya.

Dia membalik badannya perlahan,

"AAAAGGHHH RYAAANN!!!" teriak dia,

*Plak* tamparan keras ke pipi gue.

Gue langsung terdiam dan memegangi pipi gue yang ditampar olehnya. Kita berdua hadap-hadapan. Sepertinya pipi gue memerah karena tamparannya. Karena mukanya saat kaget tadi lucu gue tertawa kembali.

"Kok Ketawa?!" kata dia dengan nada sebal,

"Muka lu lucu soalnya tadi," ujar gue,

"Ngeselin banget sih!" ujarnya kesal tetapi mukanya perlahan memerah,

"Kok merah tuh muka?" ejek gue lagi,

"Bohong," dia membuang mukanya lagi.

Gue mengelus-elus rambutnya dan menggenggam tangannya kembali untuk melakukan penelusuran kembali. Hanya kertas dan dokumen-dokumen tidak penting yang terdapat di laci meja. Lintang tidak mau jauh-jauh dari gue karena dia takut.

Akhirnya kita keluar dari ruangan tersebut. Gue inisiatif untuk menutup pintu masuk takut ada orang lain yang curiga kalau kita di dalam gedung ini. Lintang mencoba menyalakan lampu lobi utama ternyata tidak nyala. Lintang masih menggenggam tangan gue dengan erat, gue bisa merasakan tangannya yang dingin.

The Last Of Us - Chapter 2 [COMPLETED]Where stories live. Discover now