Eleven: Go Away

113 18 0
                                    

Nayoung berhasil membawa Chayeon ke rumah sakit atas bantuan beberapa tetangga. Dalam perjalanan ke sana, ia juga berhasil menghubungi Seungcheol dan memberitahukan keadaan perempuan tersebut.
Pria itu sampai di rumah sakit sesaat setelah Nayoung selesai mengurusi beberapa urusan administrasi dan Chayeon dipindahkan ke ruang perawatan.

"Bagaimana keadaannya?" Seungcheol bertanya cemas. Napasnya naik turun setelah berlarian di sepanjang lorong rumah sakit.

"Aku tak tahu. Dia belum sadarkan diri." Nayoung menjawab seraya menyisir rambutnya dengan jemari.

Seungcheol menatapnya trenyuh. Perempuan itu masih mengenakan baju rumahan. Kaos kedodoran dipadu celana longgar di atas lutut dan sepasang sandal jepit warna hitam. Wajahnya masih pucat tak tersapu make up. Sementara rambutnya berantakan belum di sisir.

Menyadari tatapan dari pria tersebut, Nayoung berdehem lalu membuang pandangan.
"Dia datang menemuiku pagi-pagi sekali. Mengoceh ini dan itu, lalu pingsan. Aku panik." Ia buru-buru berujar sembari menyisir rambutnya yang berjuntaian di seputar wajah.

"Tunggulah di sini. Aku akan melihat keadaan Chayeon sebentar lalu segera mengantarkanmu pulang." Seungcheol berucap lembut.

Nayoung buru-buru menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku akan segera pulang dengan taksi. Kau fokus saja mengurusinya."

"Tidak. Aku akan mengantarkanmu pulang. Kau tunggulah sebentar." Seungcheol beranjak menuju ruang perawatan Chayeon.

"Seungcheol," panggil Nayoung lirih.

Seungcheol baru saja hendak membuka pintu, tapi kemudian urung. Ia berbalik dan menatap Nayoung dengan perasaan campur aduk.
Panggilan lembut ini, menandakan pembicaraan di antara mereka akan berlangsung serius.

"Apakah ... Chayeon akan sembuh?"

Pertanyaan yang tak mampu Seungcheol jawab. Karena sejujurnya ia juga tak tahu. Dokter mengatakan, ada kanker di leher rahimnya.

"Dia ... akan sembuh, kan?" Nayoung kembali bertanya.

Seungcheol menggigit bibir. Perlahan ia mengangguk.
"Dia akan sembuh," jawabnya. “Dokter sedang berusaha menyembuhkannya. Dan aku percaya. Dia akan sembuh.”

Semoga.

“Aku akan melihat keadaannya. Tunggu ya.” Pria itu kembali berbalik.

“Seungcheol …”

Panggilan itu kembali membuat langkahnya urung.

"Kau atau aku yang pergi?"

Seungcheol tertegun. Menelan ludah dengan susah, ia berbalik. Tatapan matanya terlihat benar-benar putus asa.
"Nayoung ..." Suaranya tercekat.  “Please…”

Nayoung menggigit bibir getir. Ia mengangkat bahu, tak kalah putus asa.
"Seungcheol , realistis saja. Kita akan terus saling menyakiti jika tetap seperti ini. Bertemu satu sama lain, ini tidak baik. Termasuk untuk proses penyembuhan Chayeon. Jadi … ayo segera kita akhiri ini. Kau atau aku yang pergi?”

Seungcheol tak menjawab.

“Mari untuk tidak saling menemui lagi.”

Seungcheol menggeleng samar. “Please …” Suaranya lirih.

Nayoung bergerak mendekati pria itu. Ragu, tapi toh ia melakukannya. Memeluk Seungcheol erat.

“Ini pamit dariku.”

°°°

Chayeon sudah membuka mata ketika Seungcheol menjenguk ke kamarnya. Pria itu tak menyapa. Entah kenapa, ia seolah kehabisan kata-kata.

WEAKWhere stories live. Discover now