Seven : Comfort me

1K 130 58
                                    

"Aku akan tinggal di sini."

Semilir angin yang berasal dari jendela yang baru saja dibuka, menerpa wajah Nayoung. Lembut. Menyebabkan ia merasakan sensasi dingin yang menggelitik pori-pori kulitnya.
Perempuan yang masih tampak pucat itu berbalik dan menatap sosok jangkung yang berdiri mantap tak jauh darinya.
"Eh?" Bibirnya bergerak bingung.

"Aku akan tinggal di sini." Jaehyun mengulang. "Maksudku, aku akan menginap di sini malam ini," lanjutnya.

Nayoung tertegun.
Setelah sempat dirawat di Rumah Sakit selama hampir tiga hari, siang tadi ia sudah diperbolehkan pulang. Wendy dan Jaehyun yang membantunya berkemas dan menyelesaikan beberapa administrasi. Tadinya Wendy yang berniat mengantarkannya pulang, tapi karena ia mendapat panggilan darurat dari kantornya, akhirnya ia pulang hanya ditemani Jaehyun.

"Wendy tak bisa ke sini karena pekerjaan. Jadi aku yang akan menginap di sini, menjagamu," ujar Jaehyun lagi.
Nayoung terkekeh lirih lalu bergerak pelan, duduk di pinggiran ranjangnya sendiri.

"Aku hanya baru saja ... tenggelam,  bukan penyakitan. Jadi kau tak perlu menjagaku," sanggah perempuan tersebut.

"Kalau kau tinggal sendiri, aku takut kau akan mencoba bunuh diri lagi," ceplos Jaehyun.
Nayoung kembali tergelak pelan.
"Jae, aku tidak mencoba bunuh diri. Itu hanya ...kecelakaan."

"Bohong," Jaehyun menyangkal, terkesan kekanak-kanakkan.
"Kalau aku meninggalkanmu sendirian, kau akan kesepian, pikiranmu akan berkelana kemana-mana dan bisa-bisa kau melakukan sesuatu yang membahayakan dirimu, lagi."

Nayoung mengerang. "Waktu itu aku hanya terlalu bingung dan... tiba-tiba saja aku sudah ada di Rumah Sakit. Aku sudah tahu bagaimana rasanya diujung maut, dan itu tidak enak sama sekali. Jadi aku takkan melakukannya lagi, aku janji." Ia menatap lurus ke mata Jaehyun.

Jaehyun menatap perempuan itu dengan sorot protes.

"Percayalah padaku, aku akan baik-baik saja. Aku sudah membuatmu dan juga Wendy kalang kabut. Aku takkan mengulanginya lagi." Nayoung menegaskan.
"Pulanglah, Jaehyun," perintahnya lembut.

"Pulang kemana? Aku tak punya rumah." Jaehyun menjawab cepat, membuat Nayoung terkekeh.
"Jae, jangan bercanda. Kau salah satu putra orang terkaya di negeri ini. Apartemenmu tersebar di mana-mana. Bagaimana mungkin kau bilang tak punya rumah," ucapnya.

"Itu tempat tinggal, bukan rumah." Lagi-lagi Jaehyun menjawab cepat seraya bersedekap santai.
"Rumah dan tempat tinggal, apa bedanya?"
"Ya beda-lah." Kali ini Jaehyun terdengar sewot.
"Apa bedanya?" Nayoung tak berhenti bertanya.

"Tempat tinggal hanya tempat untuk tidur, berlindung dari panas dan hujan."
"Kalau rumah?"
"Rumah adalah tempat berkumpulnya sebuah keluarga. Menghabiskan waktu bersama, dan menimbulkan perasaan rindu ketika kau berjauhan dengan mereka. Dengan kata lain, itulah makna dari pulang. Pulang ke rumah. Dan..."
Kalimat Jaehyun sempat menggantung.

Dan rumah adalah dimanapun kau berada, Nana-ku...

Nayoung tertegun. Dapat ia rasakan semburat rasa sepi di kedua mata Jaehyun.
Ia tahu Jaehyun kaya raya. Tapi ia juga tahu bahwa sejak dulu, pemuda itu lebih sering menghabiskan waktunya sendiri.
Kedua orang tuanya terlalu sibuk. Mereka lebih sering meghabiskan waktunya untuk mengurusi bisnis.
Kebersamaan mereka sebagai sebuah keluarga utuh, bisa dihitung dengan jari dua orang saja.
Nayoung ingat bahwa Jaehyun berkali-kali melewatkan ulang tahunnya sendiri karena tak ada dari kedua orang tuanya yang mau repot mengingat moment tersebut.
Nayoung juga ingat bahwa Jaehyun pernah melewatkan acara kelulusan, sendirian.

"Jaehyun, apa kau kesepian?"
Pertanyaan Nayoung yang tiba-tiba mengubah topik tak membuat yang ditanya risih. Sebaliknya pemuda itu hanya mendengus, masih dengan sikap yang santai.
"Tidak." Ia menjawab singkat.

WEAKWhere stories live. Discover now