Three You : Mager tingkat jijik

28 3 39
                                    

"Alasan? Gue ga punya alasan buat rawat Lila, kalian bisa anggep itu sebagai..tanggung jawab."

***

Ariyani, dengan terpaksa ia memenuhi jok belakang mobilnya dengan beberapa kardus mi instan dan pop mie.

Drrtt...

"Ngapain Lo nelfon gue lagi?"

"Ar, nikah yuk!"

Tut!

Jika bertanya, siapa yang menelfon. Dijamin Ariyani akan dengan senang hati menghujat siapapun itu. Ariyani menancapkan gas segera menjauh dari supermarket.

Sebelum Lila menggigiti sofa karena kelaparan. Jika mengingat raut malas gadis itu Ariyani tersenyum kecil.

Drrrtt...

Sialan!

"Apa lagi sih?! Gue lagi nyetir. Lo mau gue kecelakaan?!"

"Sorry, Ar. Eh eh jangan dimatiin dulu!"

"Apaan cepet! Sebelum gue bayar dukun buat nyantet."

"Hah? Lo mau nyantet siapa? Inget Ar itu dosaa..."

"NYANTET ELO!"

"Jangan gitu dong Ar, tau sendiri gue tuh cin-"

"Gue itung sampe tiga, ga penting gue bunuh lo!"

"Eh eh! Iya iya...jangan dimatiin dong say-"

"Dua!"

"Eh! Apaan satu-nya ga ada."

"Tig-"

"Gue dapet info baru soal bocah bule."

Ariyani mengernyit.

"Maksud Lo..."

"Iya, bocah yang udah ditandain sama Lila."

Wanita 27 tahun itu mendengar seruan dan suara klakson yang memekakkan telinga. Matanya melebar saat melihat apa yang ada didepan sana

Straakkk

Brakkk!!!

"Ar! Lo ga papa? Ar! Jawab gue! Lo dimana sekarang? Ar!"

"Sshh...sial! Gue nabrak orang."

Setelah menerima banyak ucapan selamat dari guru dan supporter, Alfi sangat bahagia.

Medali kali ini, sudah dipersembahkan spesial untuk bibi. Sekaligus sebagai hadiah ulang tahun pernikahan paman dan bibinya. Juga sebagai penutupan Masa SMA walaupun Alfi tidak yakin akan lulus dengan nilai yang cemerlang. Alfi mengakui kalo otaknya itu biasa-biasa saja. Bahkan dibawah rata-rata.

Dengan langkah sangat ringan Alfi memasuki kawasan perumahan yang ia tinggali. Tidak sabar menunjukan medali di genggamannya untuk paman dan bibinya.

Dengan ramah pula, Alfi membalas sapaan tetangganya. Setelah membuka gerbang, Alfi menginjakkan kaki ke teras. Raut sumringahnya berubah saat melihat rumahnya kosong.

"Bibi! Alfi pulang!"

Bertepatan dengan itu, telepon rumah berbunyi.

"Hallo."

Suara perempuan menyapa gendang telinganya.

"Hallo, apa benar ini kediaman keluarga Hunry?"

ALILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang