Ayah

1.2K 110 57
                                    

25 Juli 2xxx
5 years after Chuuoku era

Ichiro tengah sibuk memasak ketika tiba-tiba sebuah pelukan kecil mendarat di bagian belakang kakinya. Ia menoleh, didapati yuki putrinya sedang menduselkan wajahnya ke kaki Ichiro.

Ia terkekeh, "Ada apa Yuki?" Diletakkannya sendok sayurnya kemudian ia berjongkok menghadap Yuki untuk menyamakan tinggi mereka.

Tepat ketika Ichiro berjongkok, Yuki memakaikan sebuah mahkota bunga di kepalanya.

"Selamat ulang tahun, Bunda!" Ucap Yuki riang.

Manik dwiwarna Ichiro melebar, tanggal berapa ini? Sepertinya ulang tahunnya masih besok.

"Hehe, Yuki yang pertama ngucapin kan~"

Ah, Ichiro mengerti. Putrinya ini memang sengaja mengucapkannya lebih awal.

Kedua sudut bibir Ichiro terangkat, tangannya bergerak menyentuh bunga bunga di kepalanya. "Hai' hai' terimakasih ya, yuki."

"Hum! Bibi Nemu yang ngajarin Yuki bikin ini." Ujar anak berumur 5 tahun itu sambil menunjuk mahkota bunga di kepala sang bunda.

Tangan Ichiro beralih ke puncak kepala Yuki, mengusap lembut surai putih sang putri.

"Yosh-yosh, nak pintar. Sekarang ayo kita makan malam, bunda masak kare kesukaan Yuki." Ichiro lantas berdiri lalu menata piring di meja makan

"Yaay!" Yuki berlari kecil mengikuti bundanya yang sudah duduk duluan di kursi.

Bukannya duduk di kursi samping Ichiro, Yuki malah naik ke pangkuan Ichiro dan bersandar ke dadanya sambil mendongak menatap sang Bunda.

"Nee bunda, kalau bunda ulang tahun.. Ayah biasanya kasih bunda apa?"

Ichiro mengerjap, sedikit terkejut dengan pertanyaan putrinya.

Samatoki ya..?

Ah, Ichiro jadi teringat hari itu. Hari dimana semua divisi bersatu melawan Chuuoku. Hari dimana mereka berhasil melengserkan pemerintahan Chuuoku.

Ichiro ingat, saat itu ia tengah hamil 2 bulan. Hanya Ia dan Samatoki yang tahu akan hal itu.

Ichiro ingat, Samatoki terus berdiri di depannya, melindunginya agar tidak terkena serangan, mencegahnya agar tidak menyerang balik dengan rapnya.

Ichiro tahu betul Samatoki tidak ingin ia terluka atau kelelahan. Tapi tetap saja, melihat  Samatoki yang terus terkena serangan karena berdiri di depannya membuat Ichiro cemas setengah mati.

Ichiro ingat, setelah mereka meluncurkan serangan terakhir, netranya menjadi gelap, warna hitam menguasai indra penglihatannya.

Setelah itu yang Ichiro ingat hanya Ia di rumah sakit dengan ranjang yang bersebelahan dengan suaminya.

Luka Ichiro tidak terlalu parah, namun luka Samatoki benar-benar parah.

Ichiro ingat, ketika ia menemani  Samatoki di rumah sakit sampai saat terakhirnya.

Ichiro ingat semua ucapan Suaminya. Samatoki terlalu banyak mengucap kata maaf.

"Hei bocah.." Ichiro mengernyit, "aku istrimu, dasar kuda."

Samatoki terkekeh pelan, "Naa, Ichiro. Sepertinya aku.. Tidak akan bisa melihatnya tumbuh.." "Aku minta maaf."

Ichiro menggigit bibirnya, menahan air mata yang sudah siap mengalir turun kapan saja. "Kau tidak selemah ini Samatoki. Aku tau kau pasti bisa hidup."

Samatoki mengelus punggung tangan Ichiro lalu membawa tangan itu ke pipinya.

"Kau tidak lihat sebentar lagi aku mau mati? Cedera otakku terlalu parah, Ichiro. Sampai rasanya aku bisa melihat malaikat maut menungguiku di pojok sana. Oh, dan jangan lupa untuk sering mengunjungi makamku besok."

"Maaf, Ichiro. Harusnya aku bisa lebih kuat lagi."

Tangan Ichiro mengelus lembut pipi Samatoki. "Kau kuda sialan, jangan menyerah sampai disini bodoh."

Ichiro tahu, Samatoki sudah tidak memiliki harapan untuk hidup lagi. Maut bisa menjemputnya kapan saja.

"...Mendekatlah" Ichiro menurut, tangan pucat Samatoki bergerak mengelus perutnya. Dan satu kata yang tidak Ichiro suka kembali terucap dari bibir suaminya.

"Maafkan Ayah ya, harusnya ayah bisa menemani kalian."

Ichiro ingat, itu kalimat terakhir suaminya.

Samatoki sialan. Ia membuat Ichiro sendirian di saat ia melahirkan, yang harusnya ada satu orang saja yang menemaninya.

"Bunda?" Panggil Yuki sambil menepuk pipinya.

Ah, Ia jadi melamun rupanya.

"Bunda kenapa diam?"

Ichiro menggeleng

"ah maaf. Ayahmu, hm?" Ichiro memasang senyum lembut di bibirnya. "Ayahmu biasanya membelikan bunda action figure, atau mengajak bunda makan malam ke restoran langganannya. Kalau tidak ya hanya merayakannya di rumah berdua."

"Kalau tidak ya dia memperkosaku semalaman sampai pagi." Batin Ichiro.

"Hee... Ayah orang yang baik ya?"

"Yah.. Tapi dia galak. Yuki tau? Dulu bunda sering bertengkar dengan ayah." Ujar Ichiro sambil menyuapkan sesendok kare ke mulut Yuki.

"Hahaha, Paman Jiro pernah menceritakannya." Jawab Yuki sebelum melahap suapan dari bundanya.

"Dan wajah ayah tampan!" Seru Yuki "Rambut Yuki sama dengan milik ayah." Lanjutnya

"Tampan? Muka kek kuda gitu tampan? Tapi kenapa aku mau mau saja menikah dengan kuda liar sok iye bodoh itu?" Pikir Ichiro.

"Iya iya, tampan... Dikit."

"Nee bunda, Yuki pengen ketemu sama Ayah..."

Ichiro hampir tersedak karena terkejut akan ucapan Yuki, tidak menyangka putrinya akan berkata seperti itu.

Ichiro menghela nafas pelan lalu kembali memasang senyuman lembut, dikecupnya puncak kepala sang putri.

"Bunda juga, Bunda rindu dengan ayahmu."
















Dah:v

Hehe:v









Book SamaIchiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang