Atensi dan Empati (Vivi Chika)

636 63 19
                                    


For you reddcactus

Happy Sunday

and

Happy Reading

"Kak Vivi mau makan apa?" tanya Chika pada Vivi yang masuk kamar usai mandi pagi. Chika sudah duluan mandi. Ia menarik tangan Vivi dan mendudukannya di hadapannya. Membuka handuk yang membelit kepala Vivi. Ia keringkan rambut Vivi yang sebahu dengan hair dryer.

"Nasi Padang...hahaha..." Vivi ngakak.

"Serius, Kak! Lo mah senengnya sakit sih."

"Bercanda, Chik. Ah elah."

"Sup krim mau, Kak?"

"Mang lo bisa masak, Chik?" cibir Vivi.

"Dih ngeremehin Kak Vivi...ya engga lah. Hahaha...."

"Haha, tulul lo dasar!" Vivi menoyor jidat Chika.

Chika meneruskan mengeringkan rambut Vivi, lalu mengoleskan body lotion ke kulit lengan dan leher Vivi yang putih mulus. Yang tanpa Vivi tahu dari balik punggungnya Chika meneteskan air mata. Tubuh Vivi terasa ringan dan lemah. Aduh, sakitnya Vivi sampai terasa di hati Chika. Tidak tega Vivi didera dua penyakit berat berturut - turut. Chika sempat terpukul sewaktu mendengarnya. Dada seperti dihantam benda keras.

Sup krim kepiting yang Chika janjikan tidak sulit membuatnya, cukup bumbu instant dari minimarket. Ia sampai rela masuk ke dapur membuatnya, membaca instruksi cara memasaknya dengan teliti. Untung saja hanya diseduh air panas, diaduk, dan dimasak sebentar. Bukan gorengan yang meletupkan panas minyak melompat ke kulit. Setengah jam cukuplah bagi amatir memasak seperti Chika, demi Vivi.

"Aku suapin ya?"

Vivi mengangguk, menyalakan laptop dan membuka aplikasi youtube.

"Nonton apa, Kak Vivi?" tanya Chika.

"Gue ceritain Woodstock ya?" ujar Vivi antusias sambil menikmati suapan sup dari Chika. Sesekali juga Chika menepikan rambut Vivi yang jatuh lemas menutupi wajah.

"Emang ada yang seru - seru?" tanya Chika merespon.

"Rusuh! Hahaha..."

"Ceritain, Kak Vivi...!"

Vivi yang menyukai musik - musik rock era 70-90an jelas nampak bersemangat. Disaat generasi seperti dirinya menyukai musik kpop dan popularitas penyanyi Gen Z Indonesia, Vivi cukup berani melawan arus. Pengaruh dari orang tua yang sering memperdengarkan jenis musik itu, memengaruhi telinga dan selera bermusiknya.

"Lo tau ngga, Chik. Pas sembilan sembilan semboyannya sih "Peace, Love, and Happiness", eh endingnya kacau balau. Bukan ending doang sih. Pas konsernya juga brutal. Ga penonton ga band-nya sama - sama parah."

"Gimana, Vi?" Chika meniup kepulan panasnya sup lalu menyuapi Vivi.

"Ya lo bayangin pas RHCP..."

"RHCP apaan dah?"

"Red Hot Chli Pepers, pas mereka tampil, sok sok-an gitu lah mereka nyalain lilin. Sama penonton malah kacau rusuh jadi bakar - bakaran, ya bayangin adegan bar-barnya kayak di film Apocalypse Now," ujar Vivi sumringah.

"Haha, parah banget. Trus, Vi?"

Padahal Apocalypse apaan, Chika juga ngga ngerti. Mau nanya takut ngerusak alur cerita Vivi. Jadi diiyain aja.

"Ya bayangin hampir lima ratus ribu penonton, air susah, cuaca panas, makanan mahal, yang dateng juga bukan orkay semua." Vivi terkekeh.

"Buset udah kayak mau demo, hahaha..."

One Shot JKT48 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang