8

67 21 17
                                    

Gue udah di Starbucks Pintu Selatan.

Sebuah notifikasi pesan masuk ke handphone Aidelle. Sudah pasti pesan itu dari Gani. Sejak semalam, laki-laki itu sudah menegaskan bahwa dirinya akan menjemput Aidelle di stasiun.

Aidelle hanya menjawab sekenanya dan kembali memandangi pemandangan di luar. Hamparan sawah hijau yang tidak berujung memanjakan netra gadis itu.

Masih pukul setengah lima pagi, namun sahabatnya sudah berada di stasiun. Aidelle masih tidak habis pikir, malaikat mana yang berhasil menyusup ke dalam hati Gani. Seingatnya, Gani bukanlah seseorang yang dapat bangun pagi seperti sekarang. Dan lagi, mengapa Aidelle merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh laki-laki berbadan tinggi besar itu?

Gadis itu menggeleng kemudian merasa bahwa orang yang sedang tertidur di sebelahnya merenggangkan badan. Lewat pantulan di jendela, ia melihat Hazel sudah membuka matanya dan sedang menatap ke depan dengan tatapan kosong.

Lelaki itu berdeham pelan, merasa tenggorokannya serak.

"Kita udah dimana, Del?" tanyanya dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"Tengah sawah," jawab Aidelle sekenanya.

"Hah?" Hazel menegakkan tubuhnya lalu memajukan posisi duduknya, mendekat ke arah jendela.

Tanpa ia sadari, dadanya sedikit menempel di punggung Aidelle. Gadis itu menarik napas tercekat. Merasa kedua pipinya panas karena jarak yang terlalu dekat di antara mereka berdua.

"Tengah sawah. Lo nih gak percayaan banget sih," ucapnya. Perlahan gadis itu menelan salivanya, berusaha untuk tetap tenang walaupun ada getaran aneh yang ia rasakan karena posisi mereka berdua sekarang.

Hazel memundurkan tubuhnya dan kembali bersandar di bangku. Merasa haus, ia menenggak air mineral hingga habis. Masih belum menyadari bahwa semenjak tadi, Aidelle hanya menatap jendela, menolak untuk bertatap muka dengan Hazel.

"Lo balik sama siapa nanti?" tanya lelaki itu setelah hening beberapa saat.

"Dijemput temen,"

Hazel menghela napas, entah mengapa sedikit kecewa. Pertemuannya dengan gadis ini akan segera berakhir. Mereka berdua akan sama-sama kembali menjalani kehidupan di kota metropolitan dan belum tentu dapat bertemu serta menghabiskan waktu bersama lagi.

"Del, makasih ya, udah nemenin gue liburan di Malang. Jujur, gue gak nyangka sih kalo gue bakal had a lot of fun disana,"

Aidelle menoleh ke arah Hazel lewat punggungnya. Melalui ekor matanya, ia melihat bahwa lelaki itu berbicara tanpa menatap dirinya. Perlahan, gadis itu kembali duduk bersender di bangkunya, menyadari bahwa mereka berdua akan segera tiba di kota tujuan dan akan kembali ke kehidupan masing-masing.

"Makasih juga, Zel. Karena lo, gue jadi bisa keliling banyak tempat wisata, bahkan sampe ke tempat yang gak ada di list liburan gue,"

"Lo tau gak sih? Gue kira, setelah gue ketemu sama mantan gue disana, gue bakal nge-blacklist Malang dari destinasi kota wisata yang bakal gue rekomendasiin ke temen-temen gue hahaha."

"Hahaha sekarang malah mau lo rekomendasiin ke temen-temen lo?"

Hazel mengangguk semangat. "One of the best destination ever,"

"Walaupun lo nerima kenyataan pahit disana?"

"Iya. Tapi kan abis nerima kenyataan pahit, gue ketemu sama lo,"

"Emang sih ketemu sama gue itu berkah dan anugerah buat lo. Thanks to me, right?"

"No comment deh gue," ucap lelaki itu kemudian menyilangkan lengannya di depan dada. Keduanya kembali terdiam dengan pikirannya masing-masing. Merasa aneh karena liburan kali ini penuh kejutan yang tidak mereka sangka-sangka.

The Unexpectedly Expected [Baekrene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang