The Day After Graduation

138 12 0
                                    

Membiasakan diri tanpa orang-orang yang biasa membersamai memang sulit. Tapi pertemuan setelah menumpuk rindu adalah emas yang akan sangat di hargai.

***

Tepat dua pekan setelah pulang dari pesantren dan kembali ke rumah. Adilla menjalankan hari-harinya yang terasa monoton. Tanpa Obi yang cerewet, tanpa Aqila yang marah-marah, tanpa Zahra yang manja.

Jika dulu ia sangat pusing dengan pertengkaran Obi dan Aqila, sekarang ia justru merindukan teriakan kedua sahabatnya yang selalu membuat gaduh di kamar.

"Ummi, Adil ada agenda kajian. Adil pamit dulu ya," Adilla menghampiri Ummi Aliya yang sedang membaca buku di ruang keluarga.

"Sendiri?"

"Iyah Mi, sendiri."

"Naik apa?"

"Pake motor."

"Ya udah, hati-hati ya. Pulangnya jangan terlalu malem, kalo mau pulang malem kabarin. Biar Abi yang jemput kamu." Ujar Ummi Aliya.

"Okey siap Ummi sayang, Adil pergi ya.. Assalamu'alaikum," Adilla bergegas keluar setelah menyalami Ummi dan mendengar jawaban salam.

***

Adilla akhirnya sampai di salah satu halaman masjid yang cukup luas dan megah di tengah kota itu.

Halaman masjid terlihat penuh dengan kendaraan, dan orang-orang yang haus dengan ilmu.

Adilla membuka ponsel untuk memastikan bahwa dirinya tidak telat. Ternyata masih 20 menit menuju acara di mulai.

Adilla memilih untuk membeli minuman terlebih dahulu, karena ia melupakan tumbler minum nya.

"Adilla ya?" Ujar seseorang.

Adilla membalikkan tubuhnya dan mengerutkan keningnya untuk melihat siapa orang yang menyapanya.

"Adnan." Ujar seseorang yang tadi menyapanya. Seakan tau jika Adilla kesulitan mengingat siapa dirinya.

Adilla jadi tidak enak, dia benar-benar lupa dengan orang yang ada di hadapannya.

"Oh Masyaa Allah, maaf tadi aku lupa siapa namanya. Takut salah," ujar Adilla sembari tersenyum.

"Gapapa ko, sendiri?"

"Iyah nih, kamu juga sendiri?"

"Engga ko, kebetulan sama temen." Ujarnya sembari menunjuk beberapa pemuda yang tak jauh dari sana.

"Oh,"

"Boleh minta nomor kamu?" Tanya Adnan.

Adilla mengerutkan keningnya bingung. "Untuk apa ya?"

"Silaturahmi aja ko,"

Adilla sebenarnya merasa risih, namun dengan terpaksa ia memberikan nomor ponselnya. Ia tidak mau suudzon, mungkin aja memang benar hanya untuk silaturahmi. Lagian Adnan juga satu almamater dengan dia, dan termasuk santri pintar yang ia yakin faham tentang batasan pergaulan sesama muslim.

Skenario Indah dari-Mu (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang