07. Late

268 36 4
                                    

"Aku ...."

Suara lembut yang tercipta, membuat kedua alis sang lelaki terangkat.

"Cepat katakan, Chou Tzuyu!" serunya tak sabar.

"Mingyu Oppa, aku tidak suka melihatmu berlutut seperti ini. Duduklah terlebih dahulu."

Mingyu mematuhi perintah sang gadis dan memandang netra coklat itu dengan dalam.

"Kautidak siap menikah, bukan? Aku mengerti." Tangannya terulur mengusap lembut punggung tangan sang kekasih sembari tersenyum tipis.

"Aku ... aku siap menikah ...."

Kalimat yang sederhana, menghadirkan iras bahagia dan pelukan hangat dari sang lelaki dalam siliran angin.

"... dengan orang lain."

Deg!

Pelukan itu, kian melepas setelah sang wanita kembali mengucapkan setengah kalimat yang membawa luka mendalam.

"Apa maksudmu?!"

Tatapan tajam serta detak jantung yang tidak biasa, membuat kepala sang gadis tertunduk dan rasa bersalah tengah hadir dalam pikirannya.

"A-aku ... dijodohkan dengan seseorang dalam bentuk wasiat."

Netranya terpejam, menciptakan tetesan air mata yang turun membasahi pipi dengan hulu semakin ditunduk sendu.

Serasa tertusuk jutaan jarum, Mingyu terperangah tidak percaya dan memandang bahu yang bergetar itu dengan lara.

"Wasiat?"

Kepala yang telah buntu untuk berpikir, seolah akalnya tengah dicabut dalam sekejap, hingga timbul kerutan kecil didahi sang lelaki dengan surai tertiup pelan sejuknya udara.

"Siapa yang berani menyatukan kekasihku dengan orang lain dan menjodohkannya dalam sebuah wasiat? Ck!"

Napasnya menggebu dengan gundah dan amarah yang menyesakkan dada, menarik perhatian sang wanita bermata coklat, hingga netra itu melirik tajam sembari membuka suara.

"Nenek Kim."

Sahutan yang dingin, membuat Mingyu menoleh cepat dan menatap Tzuyu untuk memberikan penjelasan.

Seakan mengetahui pikiran sang kekasih, gadis bersurai hitam itu menarik napas dalam dan kembali berucap dengan durja yang datar.

"Nenek dari calon suamiku telah meninggal dunia dan memberikan surat wasiat untuk cucunya yang berisi ikatan perjodohan."

Suara lirih itu, terdengar sendu dan putus asa terhadap seluruh garis-garis takdir yang telah ditentukan oleh sang pemilik kehidupan dengan pandangan lurus ke depan tanpa menoleh kepada seorang lelaki yang sedang mengernyit heran.

"Mengapa harus kauyang dijodohkan? Bukankah masih banyak para wanita di luar sana?"

Mingyu tetap tidak mengerti apa yang dimaksud oleh sang penakluk hati dengan jantung masih berdegup tinggi, hingga wanita itu mendongak memandang dirgantara berlapis mega putih sembari mengembus napas dan kembali menuturkan beberapa kalimat sebagai tanggapan.

"Nenek Kim adalah pengunjung restoran tempatku bekerja. Setiap hari, beliau dengan suaminya selalu makan siang di sana dan aku senantiasa melayani mereka sembari berbincang hangat bersama."

Pengucapan Tzuyu terjeda sebelum kembali membuka suara.

"Aku telah menganggapnya sebagai nenekku sendiri. Maka dari itu, aku akan menuruti apapun semua perintahnya, terutama wasiat."

Netra sang wanita beralih menatap lelaki di sampingnya yang memasang raut datar.

"Untuk apa nenek Kim menjodohkan cucunya denganmu? maaf, aku tidak mengerti."

I'm Good BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang