Bab 2. Newbie Vs Expert

2.8K 189 7
                                    

Fawwas Haikal Salim.

Tahun ini, usianya sudah tiga puluh delapan tahun, selisih tiga belas tahun denganku. Jauh? Memang. Bahkan, Mas Haikal sudah mempunyai satu putri berusia lima belas tahun dari pernikahan pertamanya. Jadi, usiaku dan anak tiriku hanya berbeda sepuluh tahun saja. Daebak, bukan?

Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tak pernah berencana untuk menikah dengan duda. Apalagi dengan age gap yang begitu besar. Seperti gadis-gadis lain pada umumnya, impianku tentang pasangan hidup pun sangat standar. Single, berusia 3-5 tahun di atasku, tampan, beriman, cerdas, baik hati, tanggung jawab, kaya (optional, tetapi tidak menolak kalau ada), sabar, penyayang, humoris, dan deretan sifat positif lainnya.

Namun, kenyataan memang tak selalu beriringan dengan ekpekstasi. Sebuah kecelakaan menjadi awal penyebab pernikahan ini bisa terjadi. Kecelakaan yang berawal dari mulutku yang suka bicara sembarangan.

Tepatnya lima bulan yang lalu, saat libur panjang akhir tahun, Mas Haikal mengadakan acara outing bagi seluruh karyawan bimbel miliknya. Acara itu diadakan di Anyer. Menyewa sebuah home stay yang ada di dekat pantai.

Pada malam hari setelah makan malam, kami mengadakan acara bincang ringan di bagian rooftop. Awalnya, semua berjalan lancar dan terkendali. Hingga entah usul dari siapa, kami sepakat mengadakan permainan semacam truth or dare. Hanya untuk lucu-lucuan saja.

Beberapa orang bergantian kena giliran untuk ditanya. Sebagian harus menanggung malu saat dikerjai oleh teman yang lain karena diberi pertanyaan yang memancing untuk membuka aibnya sendiri.

“Pernah kentut diam-diam waktu di kelas?”

Tawa langsung bergemuruh saat satu pertanyaan laknat itu keluar dari Manajer Operasional yang biasa dipanggil Mas Irul. Pria itu memang sudah terkenal dengan watak jahil yang telah mendarah daging.

Rio, tutor untuk pelajaran bahasa Inggris tingkat SMA yang menjadi calon korban kejahilan Mas Irul itu mengusap wajah. Aku yakin dia sudah mengumpat dalam hati saat ini.

“Pernah,” jawabnya pasrah setelah satu menit hampir berlalu.

Sudah bisa ditebak, semuanya langsung tertawa terbahak-bahak. Apalagi Mas Irul yang menjadi si penanya, tawanya paling membahana.

“Eh, ngapain pada ketawa, sih? Buang angin itu justru menunjukkan kalau sistem pencernaan bekerja dengan baik.” Dila, tutor pelajaran Biologi mengajukan pembelaan. Mungkin kasihan pada Rio yang wajahnya sudah semerah kepiting rebus.

Kemudian, permainan pun berlanjut. Hingga akhirnya, aku yang mendapat giliran. Awalnya, aku masih santai. Ditanya, ya tinggal dijawab. Gampang, ‘kan?

Mas Irul menerbitkan senyum yang membuatku merasakan satu firasat buruk. Namun, aku coba berpikir positif. Paling cuma pertanyaan serupa saja yang akan ditanyakan.

“Hilsa Halwatuzahra ... di antara semua pria yang tergabung dalam keluarga besar KuBis, menurutmu siapa yang paling memenuhi kriteria calon suami potensial buat kamu?”

What??? Calon suami?

Refleks, aku mengedarkan pandangan ke seluruh rekan kerja di KuBis, nama bimbel milik Mas Haikal yang merupakan akronim dari Kudu Bisa, alias Harus Bisa. Beberapa pria menatapku dengan senyum yang tiba-tiba membuatku mulas.

Ini sih namanya buah simalakama! Aku jawab tidak ada, nanti bisa dikira tidak normal. Kalau dijawab ada, terus siapa?

“Jangan sebut namaku, ya, Sa! Soalnya, aku sudah dipastikan bakal setia sama Elyana,” sahut Mas Irul menyebut nama istrinya yang cantik.

Aku, Kamu, dan Mantan Istrimu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang