Gelisah

107 24 3
                                    

Hinata

Di papan tulis, Kakashi-sensei menjelaskan teorema Ptolemius . Baru seperempat jam lewat sejak jam pulang, aku sudah mengantuk. Matematika bisa sangat membosankan walau kamu menyukainya, terutama jika tadi siang kebanyakan makan nasi lalu ditambah minum susu stroberi.

Sensei diam sejenak begitu aku menguap lebar. Matanya lurus ke arahku, seperti ia menunggu aku selesai menguap, baru ia melanjutkan kelasnya. Ia tersenyum dan berkata dengan lembut sekali. "Cuci muka, lalu cepat kembali ke kelas."

Aku pun berdiri, berterima kasih pada Sensei dan beranjak dari kelas. Toilet lantai dua agak jauh dari tempatku belajar. Selama jalan ke sana, aku melirik ke jendela ke arah bawah di mana ada latih tanding sepak bola antar kelas.

Mantan pacarku ada di sana, tetapi tidak ikut bermain. Duduk di pinggir lapangan, wajah menghadap tanah, tangan bersilang di depan tulang kering-pasti dia frustasi. Memang aku salah, tapi mau bagaimana lagi.

Sudah tidak bisa. Sudah tidak mungkin bersama Naruto lagi.

Pintu toilet kubuka. Aku setengah teriak, "Lupakan dia, ya ampun!"

Kata orang, "Berteriaklah, emosimu jadi lega setelahnya!" Naruto tidak untuk disesali. Naruto tidak untuk dipikirkan seumur hidup. Kamu punya masa depan sendiri, Hinata. Yakini itu.

Gelisahku luntur bersama sisa air keran di wastafel. Mungkin aku lelah karena terlalu memikirkan dia. Dia. Jangan sebut lagi namanya.

"Hinata. Hinata."

Suara Sakura .... Benar kata Tenten, dia ada di toilet sekolah. A-aku ....

"Hinata fokus belajar, ya?"

Aku takut.

Tolong, jangan sebut namaku, Sakura. Aku tidak melakukan apapun padamu. Aku tidak pernah menyakitimu.

Aku ... takut ....

"Iya? Hei, bukalah matamu! Jangan takut, tapi maaf kalau aku begini."

Tidak, aku tidak ingin buka mata. Sama sekali tidak mau. Aku terpaku di hadapan cermin dan suara Sakura ada di belakangku. Pasti dia ada di salah satu toilet.

Oh, Tuhan. Aku masih ingin hidup.

Tadinya terbayang kalau dia akan seperti hantu transparan, tapi kenyataannya tidak. Aku mengintip dari cermin, terlihat kepalanya yang terbelah dua sampai ke hidung, ada darah mengalir di seluruh badannya, tapi tidak pernah menetes ke lantai. Tangannya memegang sisi kepala, seperti menahannya agar tidak jatuh.

Sakura bukan hantu. Dia monster-monster yang berdiam di toilet sekolah.

Seseorang, datanglah! Kumohon .... Sensei ....

Naruto!

MONSTER ITU TIDAK ADA DI TOILET SEKOLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang