Inginnya

113 29 5
                                    

Hinata

Sebenarnya, pagi ini aku ingin mengobrol sedikit, tapi melihat Naruto menertawai Tenten, aku mendadak geram.

Tenten itu sahabatku. Dia bukan orang jenius, bukan di golongan orang-orang pintar seperti Sasuke. Bukan juga kelompok good looking seperti Ino. Dia juga bukan orang yang atletis seperti Temari.

Dia biasa saja tapi luar biasa baik. Tidak ambisius, tidak juga pemalas. Kira-kira seperti itu pribadi Tenten.

Aku marah pada Naruto, bukan karena dia menertawai sakitnya Tenten. Kakashi-sensei mengatakan sesuatu di pagi itu. Ketika aku mendengarnya, aku seperti mendapat bocoran rahasia.

Rahasia apa? Milik siapa? Tentu saja ... siapa lagi?

Pukul 10 pagi di hari Rabu, Naruto hilang sejak pagi tadi. Aku ingin tahu dia ke mana, tapi sekarang kurang baik kalau dekat-dekat dengannya.

"Hinata," sebut seorang sahabatku sambil makan kacang, "jujur nih ya. Alasanmu itu enggak jelas. Naruto bisa saja marah, loh."

Namanya Ino, sahabatku yang paling glowing. Biacaranya seringkali terlalu jujur, wajar kalau banyak yang tidak menyukainya. Padahal, dia biasa tidak basa-basi dan bersopan-sopan.

"Aduh, bagaimana yaa ...." Aku tidak punya kata-kata yang baik untuk menjelaskan yang sedang terjadi antara aku dan Naruto. "Aku ingin fokus olimpiade. Dia sering ganggu kalau malam. Chat tidak jelas, kirim stiker, voice note."

Ino bingung. Jelas sekali dari wajahnya. Ia meminta kejelasan, tapi aku benar-benar tidak punya keterangan apa-apa. "Pokoknya," lanjutku, "aku tidak suka lagi."

"Cuma begitu? Terus putus?" Ino sering sekali begini-mempertanyakan keputusan orang lain yang menurutnya tidak logis atau ada jalan yang lebih mudah. "Wah, aku kalau jadi Naruto, aku bisa marah luar biasa. Takutnya dia dendam, itu saja."

Aku ingin teriak kalau aku memang tidak cocok lagi. Ada sesuatu dalam diri Naruto yang harusnya sudah tampak dari dulu, tapi aku buta karena dia terlalu ... menarik? Waktu menembakku dulu, dia pakai surat kaleng, pakai kertas sobekan buku pula. Cara yang klasik sekali.

Dulu, Naruto itu suka melucu, supel dan tahu banyak hal. Dia masuk klub sepakbola Tokyo untuk usia remaja, biasanya jadi gelandang. Dia cowok yang menarik, tidak mungkin menolaknya waktu itu.

Ketika dia mengaku kalau Sakura itu teman masa kecilnya, sesuatu tumbuh dari dalam dirinya. Itu yang baru disadarkan Kakashi-sensei pagi tadi. Ia memberi warning tadi pagi.

Aku tidak tahan lagi. Sudah fiks kalau aku memang ingin putus.

MONSTER ITU TIDAK ADA DI TOILET SEKOLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang