Hancur

96 22 1
                                    

Naruto

Hinata sakit. Tidak seperti Tenten yang sehari absen dan besoknya langsung masuk, Hinata baru hadir di sekolah hari Senin. Padahal, aku datang pagi-pagi sekali, berharap bisa mengatakan sesuatu, tapi aku tidak bisa.

Urusan baruku dengan Sakura—si monster yang suka menyerang. Dia mencelakai pacarku. Dewiku. Aku tidak takut mati, asal kamu tahu saja.

Aku mengambil baseball bat dari gudang olahraga, lalu memboyongnya ke toilet lantai dua. Sama sekali tidak terpikir olehku kalau dia akan tembus dari pukulan, yang penting aku puas. Dia harus tahu bagaimana kalau aku sudah marah.

Kemudian aku meneriakinya di depan pintu toilet. "Hoi! Sakura!" Teriakanku menggema, pertanda tidak ada orang di lorong. Aman.
"Keluar, sialan!"

Tapi tidak ada siapa-siapa. Aku menyerobot ke dalam, kesal karena giliran aku yang datang, dia tidak muncul. Tolol.

"Naru—"

Sakura si monster mendadak muncul di punggung, langsung kusambut dengan bat. Biar mampus dia.

"Hoh! Tak kusangka, Naruto-kun kalau marah memang menyeramkan."

Enteng betul dia bicara. Aku menginterogasinya "Kamu! Kamu yang membuat Hinata pingsan, 'kan?" Kutunjuk mukanya yang pecah itu dengan ujung bat.

Dia batuk beberapa kali sampai darah muncrat dari mulutnya ke lantai. Batuknya seram, lebih parah dari orang TBC. Kalau dia masih hidup, pasti kejadian ini sudah pertanda maut.

"Aku tidak melakukan apapun," kilahnya sambil memegangi kepala. Aku tidak tahu kalau orang mati masih bisa pusing. "Mungkin mereka halusinasi, lalu histeris sendiri sampai pingsan. Lagipula, aku sudah mati."

"Jangan bohong! Dengar, anak sialan! Hinata, Tenten, anak kelas 11-3, banyak yang melihat kamu, lalu mereka histeris. Tidak mungkin mereka tidak diapa-apakan!"

Sakura terkekeh, meremehkan amarahku yang dia sudah tahu kalau aku ini menyeramkan. "Oh, dengarkan aku, Naruto-kun. Dengarkan aku baik-baik."

"Katakan! Atau aku akan memukul kepalamu sampai hancur."

Aku mengangkat bat tinggi-tinggi, bersiap akan menyerangnya lagi.

Sakura masih santai, niat sekali kalau dia mengejekku. "Bukankah aku sudah mati, Naruto? Mengapa kamu bisa menyerangku?"

Seketika, segalanya kembali merah. Aku buta hati, memukulnya, menendangnya, menghabisinya. Dia tertawa, kemudian batuk-batuk, kemudian minta ampun.

Di akhir, aku menginjak lehernya dan menghancurkan tulang lehernya sampai patah. Hingga putus lehernya, aku menjinjing kepalanya yang sudah lepas.

Sakura musnah. Monster itu musnah.

MONSTER ITU TIDAK ADA DI TOILET SEKOLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang