👣3👣

930 226 60
                                    


"Bapak memanggil saya?" Elliya masuk ke ruangan Genta dan Genta mengangguk, menyilakan Elliya duduk.

"Ini hari pertama kita bekerja sama, semoga kita bisa cocok seperti kamu dan Omku."

Elliya hanya mengangguk tanpa mengucap apapun, tatapannya terus mengarah ke mata Genta. Tatapan yang tak Genta temui saat SMA dulu, tatapan takut-takut kini berubah tatapan penuh percaya diri.

"Saya orang baru di sini, saya berencana besok mengadakan rapat pertama dengan seluruh manajer termasuk Anda, tapi sebelum bertemu mereka saya ingin tahu lebih dulu secara garis besar bagaimana gambaran perusahaan ini, sebagai orang nomor dua di perusahaan ini saya yakin Anda tahu bagaimana kondisi terakhir perusahaan."

"Baik, akan saya jelaskan."

Elliya tahu ini pasti hanya cara Genta menguji dirinya, Elliya tahu laki-laki di depannya bukan orang bodoh dia bisa mempelajari sendiri, atau membaca sendiri dari dokumen yang ada di sekretaris Genta mengenai kondisi terakhir perusahaan, tapi Elliya tak gentar ia jelaskan dengan detil seluruh komponen perusaahan, angka-angka yang perlu diketahui oleh Genta secara detil.

Sedang Genta mendengarkan dengan takjub bagaimana Elliya merinci padanya sampai hal terkecil. Bibir mungil itu bergerak-gerak sementara mata tajam Elliya terus menatapnya.

"Sudah Pak, Bapak mendengarkan saya? Saya lihat Bapak malah melamun selama saya bicara."

Genta tersentak bagaimana Elliya tahu ia lebih tertarik melihat wajah wanita yang ada di depannya dari pada penjelasannya tentang perusahaan yang sebenarnya ia sudah tahu.

"Ah, tidak saya mendengarkan semua penjelasan Anda, terima kasih telah memberikan informasi lengkap, emmm maaf boleh saya bertanya hal yang bersifat pribadi?"

"Silakan selama saya bisa menjawab dan bersedia menjawab."

Jawaban lugas Elliya membuat Genta tersenyum. Elliya sekali lagi hanya diam dan menatap wajah musuh bebuyutannya tanpa senyum.

"Dimana Anda tinggal? Maaf pertanyaan receh hanya agar kita lebih akrab saja karena kita 'kan akan selalu bertemu dan bekerja sama."

Elliya hanya mengangguk dan segera menjawab.

"Saya tinggal di apartemen mulai Minggu depan, sementara rumah saya untuk sementara saya serahkan pada beberapa orang yang saya percaya, beberapa pembantu setia saya dan satpam yang selalu menjaga rumah saya."

"Waaah pasti rumah Anda megah sampai dijaga oleh satpam."

"Yah dua satpam, dan hal wajar saya punya rumah megah karena hasil dari kerja yang telah memeras otak selama bertahun-tahun adalah hal wajar jika saya punya segalanya, hal yang tidak pernah saya pikirkan dulu bahwa saya bisa memiliki segalanya kini ada dalam genggaman karena saya meraihnya dengan cara tidak mudah."

Genta hanya mengangguk, ia merasa disindir.

"Ah iya, berapa anak Anda?" Genta pura-pura tidak tahu status Elliya.

"Eemmm ... maaf saya belum menikah, dan saya merasa saya tidak suka jika ditanya hal itu."

"Ah maaf, saya pikir Anda ... "

"Jika sudah selesai saya akan melanjutkan pekerjaan saya."

"Ya, silakan."

Elliya bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan Genta. Ia sempat melihat di meja Genta ada map yang bertuliskan namanya, Elliya yakin Genta sudah tahu jika dirinya adalah Elliya yang dulu pernah membuat dirinya terpuruk hingga mengakibatkan pindah ke sekolah lain dan sepanjang sisa bulan dan tahun di masa SMA Elliya harus bertahan dimusuhi oleh beberapa siswa yang tak suka dirinya berada di sekolah itu juga Imelda dan ganknya yang terus menganggunya meski mereka telah di skorsing karena telah mengeroyok Elliya.

Setelah Elliya keluar dari ruangannya Genta mengembuskan napas, memejamkan matanya. Mengingat kembali mata murung yang lebih sering menunduk dan ia bandingkan dengan mata yang sejak tadi menatapnya dengan tajam, perjalanan hidup telah mengubahnya menjadi pribadi yang kuat. Genta harus bisa bekerja sama dengan Elliya  demi kemajuan perusahaan dan mencoba bersikap ramah karena meski ia pindah sekolah, ia tahu jika Elliya dibuat tak nyaman oleh beberapa orang yang menganggap Elliya penyebab pindahnya Genta ke sekolah lain.

Sementara Elliya di ruang kerjanya juga berpikir jika Genta akhirnya tahu jika dirinya Elliya yang dulu, Elliya yang Kumal, dekil, kurus dan tak boleh punya prestasi lebih dari seorang Genta si anak manja yang selalu sok lebih pandai. Hingga Elliya tak pernah merasakan indahnya masa SMA, dirinya lebih sering sendiri, saat istirahatpun ia lebih suka berada di kelas, membaca buku atau hanya menatap dari jauh teman-temannya yang berhamburan keluar saat istirahat tiba.

"Ibu."

Suara Fira kembali membuyarkan lamunannya.

"Ya, ada apa?"

"Di panggil Pak Genta lagi ke ruangannya."

Elliya mengangguk, ia bangkit dan melangkah menuju ruangan Genta, ia harus sabar jika ini memang cara Genta mengujinya di hari pertama mereka bekerja sama.

"Ada apa lagi Pak? Apa ada yang perlu kita diskusikan lagi atau ada hal yang perlu Bapak tanyakan lagi?"

"Ah silakan duduk, maaf saya mengganggu Anda lagi, silakan duduk dulu ini di luar kerja kita, santai saja, saya pikir Anda terlalu formal."

"Anda bos besar di sini jadi saya harus tetap hormat."

"Duduk di sana saja di sofa tengah, ada yang ingin saya tanya pada Anda."

Berdua mereka melangkah ke arah satu set sofa yang memang ada di ruang kerja Genta. Setelah duduk Genta memberikan sebuah brosur berisi gambar-gambar pilihan jam tangan wanita yang mewah.

"Saya melihat penampilan Anda yang cukup berkelas, saya minta tolong pilihkan satu jam tangan wanita yang menurut Anda bagus, tunangan saya akan berulang tahun dalam waktu dekat."

Elliya terperangah, ia mengerjabkan matanya dengan cepat dan merasa tak tahu harus memilih yang mana.

"Eeemmm menurut saya, pilihan itu kan harus sesuai karakter, saya tak mengenal tunangan Bapak jadi ya bingung."

"Pilihkan sesuai selera Anda sajalah saya yakin dia mau, siapa sih yang tidak mau diberi jam tangan mahal cewek kan begitu tidak akan menolak kalau diberi barang mahal."

Elliya mendongak menatap wajah Genta, belum sembuh juga ini orang, pikiran Elliya jadi melayang ke masa SMA dulu.

"Nggak juga Pak, kalo saya tidak akan mau begitu saja, makanya saya berusaha keras agar saya punya penghasilan jadi laki-laki tidak meremehkan saya."

Genta terkekeh, ia berhasil memancing kemarahan Elliya.

"Artinya selama ini Anda tak pernah mau diberi apapun oleh pacar Anda? Wanita hebat Anda!"

"Saya belum pernah pacaran! Dan tidak mau pacaran."

Mata Genta terbelalak, rasanya tak mungkin jika tak pernah pacaran, lalu apa yang dilakukan wanita di depannya selama tiga puluh tahun lebih? Tapi tak lama kemudian tawa Genta terdengar di ruangan itu.

"Saya yakin Anda bergurau, wanita secantik Anda tak mungkin tidak pernah dekat dengan laki-laki, iya kan? Kalau memang tak pernah pacaran , lalu apa yang Anda lakukan selama ini sampai di usia Anda yang saya pikir Anda sudah menikah?"

"Sibuk memantaskan diri agar saat saya bertemu lagi dengan orang yang dulunya seolah melecehkan saya bahwa saya tak akan pernah sejajar dengan dirinya hanya karena masalah kekayaan, saya bisa berdiri tegak dengan mengangkat dagu saya."

Genta mengatupkan gerahamnya, ia sama sekali tak mengira jika ucapannya lima belas tahun lalu benar-benar membekas di hati Elliya.

"Kau dendam padaku?"

"Ya!"

👣👣👣

3 Desember 2020 (05.51)

Do You Remember? (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang