Assalamualaikum Pak Halim, maaf tadi waktu Bapak menelepon saya, saya masih sholatTidak apa-apa
Ada perlu apa Bapak sampai menelpon saya? Bukankah harusnya Bapak sudah di Australia?
Baru besok kok mau berangkat setelah semua rekap medik lengkap akan aku bawa dan sertakan untuk pemeriksaan lanjutan, benar kamu mau keluar dari perusahaan Genta? Apa karena Genta?
Oh itu, masih rencana Pak, belum final
Aku minta dengan sangat jangan sampai keluar, kau orang yang sangat tahu perusahaan itu akan dibawa ke mana, apa perlu aku menemuimu langsung? Berjanjilah bahwa kau tak akan meninggalkan perusahaan
Saya tidak bisa berjanji apa-apa pada Bapak, siapalah saya sampai Bapak harus meminta pada saya, kemampuan saya tidak seberapa dibandingkan Bapak dan para senior yang lain
Tidak, aku tahu kemampuanmu, kejelianmu dalam membaca pasar dan situasi, aku akan ke kantor hari ini menemuimu, aku belum lega jika tidak bertemu denganmu
Tidak Bapak, jangan! Baik saya tidak akan keluar dari perusahaan
Alhamdulillah, aku lega Elliya, aku ingin kau dan Genta bersama-sama membesarkan perusahaan, terima kasih Elliya, terima kasih
Iya Bapak, sama-sama
Elliya meletakkan ponsel di meja kerjanya, ia jengkel pada Genta yang hanya masalah sepele dia sudah mengadu pada laki-laki yang sangat ia hormati.
Pintu diketuk pelan lalu muncul Fira sekretarisnya, dengan senyum khasnya. Meletakkan agenda hari ini, apa saja yang akan dilakukan Elliya, ia melihat dan ada keengganan saat mengetahui ia harus bertemu Genta lagi, karena ada tamu penting yang akan bekerja sama dengan perusahannya.
"Iya Fira makasih, ini kan masih jam makan siang nanti kan ya?"
"Iya Ibu, biar nanti saya hubungi Ibu lagi."
"Iya."
Fira keluar dan menutup pintu ruangan Elliya. Baru saja Elliya berkonsentrasi pada komputernya, ponselnya kembali berbunyi, ada nama Genta di sana, dan ia mengingat kembali telepon dari Pak Halim.
Ya
Nanti siang ya kita ...
Kamu nggak usah ngadu, ada hal yang lebih besar yang bisa kamu pikir tentang perusahaan ini dari pada cuman ngadu
Apa sih
Nggak usah sok nggak ngerti, kamu itu sudah tua, pikir sendiri pake otak kamu nggak usah pake tameng Pak Halim
Aku kebetulan berkumpul dengan seluruh keluarga, dan gak ada salahnya kan kalo aku bilang ke Om Halim, kamu kayak anak bagi beliau, kalo kamu tiba-tiba keluar tanpa beliau tahu, nanti aku salah, kamu kan anak emas beliau
Nggak usah pake alasan
Kamu kok ngajak perang terus sih
Kapan kamu tahu berdamai sama aku? Kita akan selamanya kayak gini!
Elliya memutus begitu saja sambungan ponsel dengan Genta, ia tak peduli Genta marah atau tidak. Elliya tidak suka Genta menggunakan kedekatannya dengan Pak Halim sebagai alasan untuk mengikat selamanya di Genta Citra Persada, perusahaan yang bergerak dibidang properti. Elliya yakin tanpa dirinya pun perusahaan ini akan tetap bertahan, Elliya merasa sudah waktunya ia bergabung dengan perusahaam milik bapak angkatnya di Surabaya sana. Ia merasa tidak harus bertahan di suatu tempat jika dia sudah merasa tak nyaman.
Siang hari, saat rekanan mereka datang, Genta kembali dibuat terpana, bagaimana Elliya yang dingin berubah menjadi sangat ramah dan penuh senyum pada perwakilan perusahaan rekanan yang telah bertahun-tahun bekerja sama dengan perusahaan milik Genta, Elliya memperkenalkan Genta sebagai pengganti Pak Halim, pembicaraan serius hingga ringan bisa mengalir lancar dari bibir yang biasanya tertutup rapat. Dan Elliya tidak mendominasi selalu memberikan waktu pada Genta untuk berbicara lebih banyak pada tamu mereka, hingga akhirnya kembali kesepakatan di buat, memperpanjang kerja sama dan pertemuan siang itu diakhiri jamuan makan siang dengan suasana penuh kekeluargaan.
.
.
."El."
Panggil Genta saat mereka secara tak sengaja sama-sama menuju lift khusus. Keduanya sama-sama akan pulang namun Elliya terpaksa berbalik menatap Genta dengan wajah datar.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Elliya mengangguk saat, Fira sekretarisnya pamit pulang dan berlalu menuju lift yang lain.
"Mungkin seminggu aku ijin ke Australia, akan menemui Elleonor tunanganku, kami akan berbicara mengenai persiapan pernikahan kami bulan depan."
"Ya, silakan."
Elliya berbalik namun Genta kembali memanggilnya.
"Ada apa lagi?"
"Terima kasih."
"Untuk?"
"Membuat rekanan kita nyaman dan kembali memperpanjang kerja sama dengan perusahaan kita."
"Sudah tugas Saya, permisi."
Dan Elliya menghilang saat pintu lift tertutup. Genta mengembuskan napas, betapa sulit membuat Elliya berdamai dengan masa lalu.
.
.
.Elliya segera merebahkan badannya di kasur, setelah lebih dulu membersihkan badan, ia ingin segera tidur agar tak ingat apapun yang ia alami sepanjang pagi hingga siang. Entah mengapa sejak bertemu lagi dengan Genta, luka batinnya yang hampir sembuh seolah terkoyak lagi jika mengingat tatapan kebencian Genta padanya saat SMA namun entah mengapa saat ini tatapan itu berubah seolah bukan Genta yang dulu. Lebih ramah dan tahu menempatkan diri, tapi semua itu tidak lalu membuat dirinya memaafkan Genta, kesakitan selama masa SMA hingga rasa tak percaya diri yang ia miliki hingga saat ini tak akan pernah bisa dibayar dengan sikap ramah Genta saat ini.
Tiga hari berlalu, dan Elliya merasakan kenyamanan yang tiada tara tanpa Genta di dekatnya ia lebih santai dan lebih lepas berbicara serta tertawa. Bagi Elliya, Genta benar-benar mimpi buruk.
Dan hari ini adalah hari keempat tanpa Genta, dari Australia Pak Halim kemarin sempat berkabar jika keluarganya yang semula menyiapkan pesta pernikahan Genta dan tunangannya tiba-tiba saja batal. Elliya mengernyitkan keningnya, ada nada sedih dari suara Pak Halim, laki-laki paruh baya itu sangat ingin Genta segera menikah karena Genta tak punya siapa-siapa lagi. Elliya menghibur sebisanya dan saat suara laki-laki sabar itu hilang dari ponsel yang ia pegang ia masih saja tertegun. Elliya tahu sekilas cerita Genta dan tunangannya dari Pak Halim, jika mereka telah lama dekat, sejak mereka berkuliah dan bekerja di tempat yang sama, bahkan mereka telah lama hidup bersama di satu apartemen. Rasanya tak mungkin jika mereka putus secara tiba-tiba dan akhirnya gagal menikah. Saat Elliya tertegun ponselnya berbunyi, ia lihat ada nama Genta di sana.
Ya Pak, ada yang bisa ...
Kamu di mana
Di apartemen
Pembicaraan mereka terputus seketika, saat suara Genta telah menghilang dan Elliya jadi semakin bingung. Suara sedih Genta, tiba-tiba menelepon dan tiba-tiba menghilang. Elliya masih menggenggam ponselnya, lalu duduk dan bangkit menuju pintu, suara bel berbunyi tanpa henti. Elliya merapatkan kimono tidurnya, meraih outer yang lebih tebal lalu memakainya karena kimono tidurnya yang berbahan agak tipis. Ia melangkah cepat, penasaran siapa malam-malam memencet belnya seperti orang kesurupan, hanya Fira, sekretarisnya yang tahu apartemen miliknya ini yang baru saja ia tempati. Elliya membuka pintu dan terperangah saat melihat wajah kuyu Genta.
"Kau?"
Genta memeluk Elliya dengan erat, mulut Elliya terbuka lebar, belum hilang rasa kagetnya karena Genta yang datang tiba-tiba, ditambah lagi pelukan erat dari laki-laki berwajah sedih yang kini menghela napas berulang membuat Elliya merasa sesak napas, ia dorong tubuh Genta tapi yang terjadi pelukan laki-laki itu semakin erat.
👣👣👣
5 Desember 2020 (11.57)
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Remember? (Sudah Terbit)
RomanceCover by @DepaCBS Up juga di dreame Pertemuam kembali Elliya Prameswari dengan seseorang dimasa lalu melecut semangatnya bahwa ia harus membuktikan jika ia bisa melebihi orang yang telah membullynya hingga efek pembullyan itu ia rasakan sampai sekar...