Detik mobil hitam Itachi menghilang dari pandangannya, Izumi menghembuskan napasnya kasar. Rasa bersalah seketika melingkupi benaknya saat mengingat kebohongannya pada Itachi. "Kalau Itachi tahu janin ini berusia dua bulan, dia pasti marah." Kepala Izumi terasa berdenyut detik otaknya memflashback kejadian satu bulan lalu. Masih jelas di ingatannya bagaimana ekspresi terkejut Sakura saat menemukannya meringkuk di kamar mandi dengan beberapa tespack yang berserakan di lantai. "Seharusnya aku tidak mengatakan tadi pagi pada Itachi."
Tidak ingin memikirkan kejadian lalu, Izumi melangkah lesu mendekati pintu pagar dengan cat mulai mengelupas. Bunyi derit yang cukup berisik membuat dahi Izumi mengukir garis halus. Jika selama ini ia tidak berlindung di rumah ini mungkin ia akan mengira rumah berlantai satu di depannya sudah tidak berpenghuni. Tanpa mampu dicegah, helaan napasnya meluncur pelan. Apa mereka semiskin ini?
Tidak ingin menyesali takdir yang diberikan Tuhan untuknya, Izumi melangkah pelan mendekati pintu kayu berwarna coklat yang mulai termakan usia setelah lebih dulu menutup kembali pintu pagar yang membuatnya kembali menghembuskan napas pelan karena kembali mendengar derit pagar besi seperti yang pernah di dengarnya di film horor. Andai tidak mengingat rumah ini adalah tempat berlindung terakhirnya dari hujan dan panas, tanpa berpikir dua kali ia akan membawa Sakura pergi mencari tempat lain yang lebih layak. Seandainya dulu ia menerima tawaran Shisui, mungkin sekarang ia sedang berada di dalam lift. Menunggu benda kotak itu membawanya ke lantai paling atas. Penthouse. Bukannya berdiri di tengah halaman kecil yang mulai di tumbuhi rumput liar.
"Kenapa hidupku seperti ini." Disela langkahnya mendekati pintu, Izumi kembali ingin mencaci takdir yang diberikan untuknya namun segera menggeleng saat mengingat senyum teduh adik satu-satunya, Haruno Sakura.
"Kakak sudah pulang?"
Suara lembut yang berasal dari arah pintu membuat pikiran Izumi kembali ke dunia nyata. Tanpa diperintah, bibirnya mengukir senyum tipis saat netranya menemukan Haruno Sakura berdiri di ambang pintu dengan pakaian yang mulai lusuh karena terlalu sering di cuci. Batin Izumi kembali berontak. Apa mereka semiskin ini?? Kasta!! Satu hal yang menimbulkan penyesalan terdalam Izumi. Seandainya dulu ia tidak memikirkan kasta mungkin saat ini ia sudah menyandang nama Uchiha dan memberikan kehidupan yang layak untuk Sakura. Perbedaan kasta menjadi tembok tinggi bagi Izumi untuk mengutarakan kejujuran pada Shisui yang akhirnya menjadi penyesalan. Menyesal karena tidak bisa melihat binar bahagia yang akan terlukis di wajah pria yang di cintainya saat mengetahui didalam perutnya tumbuh benih cinta mereka.
Tidak ingin terlarut dalam kubangan penyesalan bercampur rasa bersalah, Izumi sengaja mempercepat langkahnya menghampiri Sakura. Sebelum menjawab, Izumi lebih dulu melepaskan sepatu kusamnya kemudian meletakkannya di rak kecil yang tersimpan di sebelah kanan pintu. "Iya. Pemakamannya sudah selesai." Dan aku hanya melihatnya dari jauh. "Kau tidak bekerja?" Menemukan Sakura di rumah mereka sebelum pukul 5 sore cukup membuat Izumi heran.
"Cafe tutup lebih cepat." Perhatian Sakura fokus pada mata sembab Izumi. "Kak Shisui akan sedih melihat kakak seperti ini."
Izumi tersenyum tipis kemudian mengusap sayang sisi kepala Sakura. Perbuatannya membuat Sakura tersenyum kecil karena Izumi selalu memperlakukannya seperti gadis kecil meski sekarang usianya sudah menginjak 27 tahun. "Ayo masuk."
Sakura mengangguk pelan tanda mengiyakan perkataan Izumi kemudian sedikit memiringkan tubuhnya, memberikan jalan untuk Izumi memasuki rumah kecil mereka. Emeraldnya menatap sendu punggung kurus Izumi. Bibirnya hampir terbuka ingin menyuarakan pertanyaan yang mengganjal di hatinya namun urung. Memikirkan beban yang ditanggung Izumi satu bulan ini membuat rasa ragunya semakin membesar.
Seakan mengerti, Izumi menoleh melawati bahu. Bibirnya tersenyum samar seolah mampu membaca kekalutan yang terlukis di wajah Sakura. "Kau bisa bertanya. Aku tidak suka melihat wajahmu seperti itu." Setelah mengatakannya Izumi melangkah mendekati kursi kayu panjang yang terletak di dekat pembatas dapur.